Judul buku : Ayah…
Pengarang : Irfan Hamka
Penerbit : Republika Penerbit
Terbitan : Mei 2013
“Ayah, apa yang mendorong semangat Ayah, sampai Ayah menjadi seperti sekarang ini?”. Tanya Irfan Hamka pada ayahnya yang sangat ia kagumi, Buya Hamka.
Kekaguman Irfan juga lah yang menjadi alasan mengapa ia menulis buku ini. Buku berjudul Ayah… bercerita tentang pandangan Irfan pada ayahnya. Tentang sosok Hamka sebagai, kepala keluarga, politisi, ulama, dan sastrawan.
Buku ini bukanlah buku biografi tentang Hamka, buku ini benar-benar menceritakan tentang sosok Hamka di mata anaknya. Sifat bijak Hamka dalam menghadapi permasalahan keluarga di tengah masa perang kemerdekaan. Hamka sebagai guru mengaji dan silat bagi anak-anaknya.
Sosok Hamka yang sangat lapang dada dalam menghadapi sindiran, hinaan, dan fitnah dari segelintir kelompok pimpinan rezim orde lama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam masa tahanan Hamka menyelesaikan sebuah karya besar yang sangat membanggakan bangsa, Tafsir Al-Azhar. Tafsir Al-Quran 30 juz, yang ia selesaikan selama 28 bulan itu juga banyak dikagumi oleh orang Islam di berbagai belahan dunia.
Tidak hanya itu, buku ini juga menceritakan kisah Hamka dengan beberapa tokoh yang pernah berselisih paham dengannya. Pertama dengan Presiden Soekarno yang pernah menuduhnya terlibat dalam Peristiwa Cikini hingga akhrinya Hamka dipenjarakan.
Namun, di akhir hayat Soekarno ia sempat memberikan mandat pada ajudannya. Jika nanti ia meninggal, maka mintalah kesediaan Hamka untuk menjadi imam sholat jenazahnya. Saat Soekarno meninggal Hamka pun menjadi imam sholat jenazahnya di Masjid Istiqlal.
Setelah kejadian itu, ada beberapa orang kerabat Hamka yang bertanya, “Apa Buya tidak dendam pada Soekarno yang telah memenjarakan Buya sekian lama?” Hamka malah menerangkan bahwa dirinya tidak pernah memendam rasa dendam pada siapapun, mengenai tahanan ia justru bersyukur karena di masa tahanan itu juga lah ia mampu menyelesaikan tafsirnya.
Selanjutnya ada pula kisah perselisihan paham dengan Moh.Yamin saat sama-sama menjabat sebagai anggota konstituante. Dalam memutuskan dasar negara, Hamka menginginkan dasar negara Indonesia berlandasakan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 45 yang berdasarkan Islam. Sedangkan Moh.Yamin menginginkan UUD 45 berdasarkan Pancasila. Perbedaan paham tersebut membuat sikap Moh.Yamin berubah pada Hamka.
Mereka tak lagi saling menyapa dan bertatap muka. Hingga suatu ketika Moh.Yamin jatuh sakit dan meminta Hamka menemaninya di saat terakhirnya dan mengantar jenazahnya hingga dikebumikan di kampung halaman mereka berdua, di Sumatra Barat.
Sebagai sesama sastrawan namun berbeda aliran, Pramoedya Ananta Toer juga pernah menuduh Hamka sebagai seorang plagiator dalam koran-koran beraliran komunis pimpinannya. Waktu itu, Harian Bintang Timur memuat artikel yang mengulas bagaimana Hamka mencuri karangan asli dari pengarang Alvonso Care, pujangga asal Prancis, dalam hasil karyanya.
Sindiran dan tuduhan-tuduhan itu terus berlangsung hingga Pram ditangkap dan dipenjarakan di Pulau Buru karena beraliran komunis. Hamka sendiri tidak pernah menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh Lekra kala itu, bahkan ia sama sekali tidak merasa terusik dengan tuduhan-tuduhan mereka.
Suatu hari, Hamka didatangi oleh Astuti, anak sulung Pram dan Daniel Setiawan, calon suaminya. Pram sengaja menyuruh calon menantunya yang beragama Kristen untuk belajar Islam dari Hamka. Karena, Pram menganggap Hamka sebagai ulama yang paling mantap dalam membahas tauhid.
Kisah Hamka dengan beberapa tokoh tersebut hanya sepenggal kecil dari keseluruhan buku setebal 321 halaman ini. Masih banyak lagi kisah Hamka dan nasehatnya yang bisa menyegarkan sanubari para pembaca. Melalui buku ini, kita dapat mengenang sosok Hamka sebagai tokoh yang sangat inspiratif.
Bahasa yang digunakan penulis sangat ringan dalam menceritakan keseharian dan kebiasaan kecil Hamka, seperti mengaji sebelum tidur dan sholat berjama’ah bersama anak-anaknya. Alur cerita yang terbagi dalam sepuluh bab tersebut juga mempermudah pembaca dalam memahami isi ceritanya.
Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa album foto dari Hamka dan keluarga besarnya. Terlampir pula pohon keluarga dan silsilah marga Gucci dan Tanjung, marga milik Hamka dan Istrinya, Siti Raham. (Nida Ilyas)
Average Rating