Para pembicara dalam acara diskusi publik yang bertema Membangun Indonesia Melalui Pemilu 2014 yang Demokratis, Jurdil dan Damai, di Wisma Kopertais, Kamis (4/7). |
UIN Jakarta, INSTITUT, Hiruk pikuk jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah terasa. Partai Politik (Parpol) mulai menghitung hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), guna mempersiapkan diri. Begitupun dengan masyarakat, mereka mulai memikirkan siapakah yang akan dipilih sebagai pemimpin.
Mendapatkan pemimpin yang lebih baik dari periode sebelumnya, tentu menjadi dambaan rakyat. Hal itu dapat diperoleh melalui Pemilu yang berkualitas. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa harus memastikan, Pemilu 2014 mencapai hasil yang maksimal.
Sebagai rakyat biasa, turut berpartisipasi dalam Pemilu sama halnya telah menjadi bagian dalam menentukan masa depan bangsa. Hal di atas diungkapkan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan.
Namun, tambahnya, tingkat partisipasi masyarakat Indonesia terhadap Pemilu setiap tahunnya menurun drastis. Hal itu terbukti dari persentase tahun 1999, partisipasi masyarakat ditingkat Pemilu sekitar 80 persen, kemudian tahun 2004 menjadi 70 persen, dan pada 2009 kurang dari 70 persen.
Menurut Bakir, menurunnya partisipasi masyarakat menunjukkan adanya jarak antara masyarakat dengan Pemilu. Di samping itu, Kurangnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang Parpol, menyebabkan masyarakat bersikap apatis.
Bakir mengkhawatirkan, Pemilu 2014 akan dibayangi angka partisipasi masyarakat yang rendah dan menyebabkan angka golongan putih (golput) semakin tinggi. Ia menambahkan, jika masyarakat tidak turut berpartisipasi pada penyelenggaraan Pemilu, maka mereka harus menerima konsekuensinya. “Ya kita harus menerima kesedihan (buruknya) kepemimpinan pada level nasional, lokal, dan daerah,” imbuhnya.
Senada dengan Bakir, Daniel Zuhron anggota Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan, saat ini partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu menurun. Hal itu disebabkan media tidak memberikan peluang kepada masyarakat untuk memahami informasi lebih banyak tentang Pemilu. Selain itu, media cenderung membangun citra yang negatif terhadap Parpol.
Bagi Zuhron, hal itu bisa diatasi dengan adanya jembatan penghubung antar mahasiswa dan pemilu melalui Bawaslu. “Kalau masyarakat sekarang sudah banyak yang belum paham mengenai Pemilu, di sinilah mahasiswa harus berperan aktif,” tegasnya dalam acara diskusi publik dengan tema Membangun Indonesia Melalui Pemilu 2014 yang Demokratis, Jurdil, dan Damai, di Wisma Kopertais lantai 3.
Selain itu, Bakir mengungkapkan, ini bukan hanya sebatas peran aktif mahasiswa yang dibutuhkan. Tapi, ini tugas semua orang untuk menumbuhkan tingkat partisipasi dalam proses politik yang ada saat ini. (Nurlaela)
Average Rating