Read Time:2 Minute, 22 Second
Judul Buku : Lupa Endonesa
Penulis : Sujiwo Tejo
Penerbit : Bentang
Tahun Terbit : 2012
ISBN : 978-602-8811-87-3
Tebal : 218 halaman
Dari Sabang sampai Merauke, jutaan rakyat membuka mata untuk mengamati Indonesia saat ini. Kebebasan dalam berpendapat semakin mendorong rakyat-rakyat kecil untuk menyuarakan keinginannya dan mengkritisi tiap kebijakan pemerintah yang semakin menyengsarakan rakyat. Tak jarang televisi menyuguhkan aksi-aksi damai maupun anarkis para aktivis dalam menentang kebijakan yang menyengsarakan rakyat tersebut. Semua itu tak ada tujuannya selain membawa Indonesia lebih maju dan semua rakyat hidup sejahtera, layaknya para manusia yang duduk di kursi kekuasaan.
Rakyat tidak lagi buta dalam menilai antara kebenaran dan kebobrokan. Banyak cara yang mereka tempuh untuk mengkritisi dan melawan kebijakan pemerintah yang menyiksa rakyat tersebut. ‘Banyak jalan meuju Roma’, begitulah pujangga mengiaskannya. Sebagian mereka yang duduk di singgasana kekuasaan adalah orang cerdik nan licik yang mampu menyembunyikan ‘sesuatu’ yang bukan hak mereka dan menyepelekan kewajiban sebagai pemegang tonggak pemerintahan Indonesia.
Carut marut kehidupan di negeri ini membuat Ki Jancuk (Sujiwo Tejo) sedikit geram dan gelisah, sehingga kritik-kritiknya diselipkan dalam tokoh pewayangan yang ia mainkan. Tak seperti dalang pada umumnya yang harus mempersiapkan rentetan wayang dan gamelan saat akan mementaskannya, Ki Jancuk yang memiliki nama asli Agus Hadi Sujiwo ini memainkan lakon-lakonnya dengan rangkaian kata dalam buku Lupa Endonesa.
Hampir setiap hari di harian Jawa Pos, Ki Jancuk mendalang wayang DURANGPO (nglinDUR bAreNG POnokawan). Dalam tulisannya itu, ia menulis hal-hal yang malu-malu, memalukan, atau tak memalukan tentang persoalan negeri ini. Juga cerita tentang orang-orang yang lupa akan bangsanya, Indonesia.
Dengan bahasa yang terselubung dan melibatkan Ponokawan, Ki Jancuk meyentil banyak pihak dengan cerdas. Menohok, nyeleneh, tapi banyak benarnya. Pemikiran-pemikiran yang ia tuangkan dalam pewayangan DURANGPO tersebut akan membuat malu banyak pihak, terutama yang lupa bahwa dirinya adalah bangsa Indonesia yang berbudi pekerti luhur.
Meskipun hanya 281 halaman, buku Lupa Endonesa meyibak keadaan Indonesia saat ini. Tak hanya masalah kritik terhadap pemerintah saja yang disajikan, melainkan juga sentilan-sentilan tajam mengenai hubungan sosial rakyat Indonesia yang makin memprihatinkan.
Bagi pembaca yang awam terhadap tokoh-tokoh dalam pewayangan, mungkin sulit dalam membaca tulisan dalam buku ini. Meski demikian, pembaca akan mengetahui siapa oknum yang dilukiskan Ki Jancuk dalam tokoh pewayangannya. Sederhananya, tokoh-tokoh itu digunakan penulis untuk media menyindir saja.
Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena dapat menginspirasi kita bahwa untuk menyuarakan hak-hak rakyat dan melawan kebijakan-kebijakan yang menjepit rakyat, kita tidak harus turun ke jalan. Cukup dengan tulisan-tulisan yang bisa mengedukasi rakyat Indonesia, kita mampu mengeluarkan suara. (Selamet Widodo)
Average Rating