Pukul 9 pagi, puluhan mahasiswa dengan baju bermotif batik memasuki Kompleks Perumahan Pahlawan Veteran di Arteri Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (10/11). Mereka dibagi menjadi tiga kelompok dan bertugas untuk memeriksa kesehatan tiga veteran di kompleks perumahan tersebut.
Read Time:6 Minute, 19 Second
Beberapa mahasiswa memanggul kardus berisi obat-obatan dan perlatan untuk memeriksa kesehatan. Mereka mulai memasuki rumah ketiga veteran tersebut. INSTITUT mengikuti salah satu kelompok yang memasuki rumah berwarna oranye terang. Rumah sederhana itu dihuni oleh seorang veteran bernama Teuku Muhammad Nawi (105 thn), mantan prajurit yang melawan tentara NICA untuk membebaskan Irian Barat. Ia tinggal bersama istri, anak perempuan, menantu, dan kedua cucu laki-lakinya.
Selain Nawi, dua veteran lain yang diobati adalah istri dari Alm. Mohammad Natsir (82), tentara DI/TII Jawa Barat yang melakukan pemberontakan tahun 1949 dan Mardi (90) yang tergabung dalam TNI Kodim Jakarta Pusat tahun 1945.
Setibanya disana, Teuku Muhammad Nawi telah duduk di sofa berwarna gelap. Ia mengenakan seragam berwarna hijau lumut layaknya seorang jenderal. Seragam itu membalut badan kurus kering dan menutupi beberapa luka bekas tembakan yang telah mengering di tubuh Nawi.
Salah seorang mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD), Raka Fathur berteriak kencang ke telinga Nawi karena pendengaran veteran tersebut kurang baik. “Bapak namanya siapa?” tanya Fathur.
“Nama saya Teuku Muhammad Nawi! Umur saya 105 tahun! Saya keturunan Aceh dan Jawa!” serunya dengan suara lantang. Namun, ketika ditanya tentang perjalanan perang yang dilaluinya bersama tentara Indonesia, veteran ini tak bisa menjawab banyak karena ingatannya telah menipis akibat dimakan oleh usia.
Haryati, putri keenam Nawi pun menceritakan tentang beberapa kisah ayahnya. Ia menceritakan tentang Nawi yang membantu jual-beli senjata antara Indonesia dengan Uni Soviet tahun 1960, hingga perang melawan tentara NICA yang berujung pada kemenangan di tangan Indonesia.
“Tapi Bapak tidak terlalu banyak bercerita kepada saya. Sejak kecil, saya sudah merantau ke Banyuwangi dan Bali, jadi tidak terlalu banyak tahu tentang kehidupan muda Bapak,” paparnya dengan nada malu.
Usai berbincang-bincang dengan Nawi dan Haryati, seorang alumni PSPD memeriksa kesehatan Nawi. Ia mulai memeriksa gula darah hingga kolesterol. Setelah melalui beberapa prosedur pemeriksaan, Nawi diprediksi menderita mikrofraktur karena pernah jatuh.
“Pak Nawi harus banyak istirahat dan minum obat, ya. Sebelum minum obat, Bapak harus makan yang teratur,” tutur dokter dari Rumah Sakit Fatmawati tersebut sambil memberikan obat kepada Nawi.
Sebelum beranjak dari rumahnya, Nawi berpesan kepada para mahasiswa yang hendak mencium tangannya. “Kalian itu jangan bodoh seperti saya. Saya hanya lulus sekolah kelas 2 SD. Kalian belajar yang rajin dan buat Indonesia lebih maju dari negara Belanda dan Jepang yang sudah jajah negara kita!” serunya lantang.
Setelah mengunjungi rumah para veteran, mahasiswa PSPD pun menggelar pengobatan gratis di Kompleks Perumahan Veteran tersebut. Rupanya, tak sedikit warga yang datang untuk memeriksa kesehatan mereka.
Salah satu warga Komplek Perumahan Veteran, Nur Fathia (59) menuturkan, ia berterima kasih kepada mahasiswa PSPD yang mengadakan pengobatan gratis di kompleks perumahan tersebut. “Saya dari dulu menderita asam urat. Tapi saya tidak mau periksa ke rumah sakit karena malu. Penyakitnya saya kan tidak parah,” ucap wanita asal Lubuk Linggau itu.
Kelompok mahasiswa yang menggelar pengobatan gratis tersebut adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) PSPD angkatan 2011 dan 2012. Mereka tergabung dalam organisasi Center for Indonesian Medical Students Activites (CIMSA) divisi Standing Comitte on Human Rights and Peace (SCORP) UIN Jakarta.
Ketua CIMSA, Aditiya Bagus Wicaksono mengatakan, acara bertajuk Heroes Day ini pertama kali diadakan oleh CIMSA. Sebelum mengadakan Heroes Day, CIMSA divisi SCORP telah mengadakan pembagian makanan bergizi dan susu gratis untuk anak-anak pengamen. “Anak-anak pengamen, veteran, dan masyarakat di Indonesia butuh akan perhatian dari segi kesehatan. Tapi, hanya sedikit orang yang memperhatikan hal tersebut,” kata mahasiswa semester 5 ini, Minggu (10/11).
Adit melanjutkan, acara Heroes Day tak hanya sampai disini. Kelak, sebulan dan tiga bulan ke depan, ia beserta mahasiswa PSPD akan menjenguk ketiga veteran yang dikunjungi hari ini. “Dari ketiga veteran ini, ada yang menderita darah tinggi dan penyakit lain yang memang perlu dikontrol. Kami akan memantau kesehatan mereka hingga membaik,” tegasnya sembari berjalan menuju tempat pengobatan gratis. (Gita Juniarti)
Average Rating