Euis, Pengemis Bergelar Sarjana

Read Time:2 Minute, 47 Second

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih baik tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Seketika suasana hening saat bait-bait puisi Aku milik Chairil Anwar dikumandangkan di Aula Student Center, UIN Jakarta. Suara tangis dari seorang gadis di atas panggung pun menambah suasana dramatis. Gadis yang masih mengenakan baju tidur ini membawakan lakon utama dalam teater bertajuk Pengemis Masa Kini.

Gadis yang berperan sebagai Euis dibawakan oleh Anggraini Prastikasari. Euis menyesali nasibnya sebagai seorang sarjana yang belum juga memiliki pekerjaan. Sebagai seorang sarjana dari universitas terkemuka, seharusnya pekerjaan apapun mudah ia dapat, tapi nyatanya tidak demikian.

Selain mengalami tekanan psikologis, Euis juga mengalami tekanan dari orang tuanya. Hampir setiap hari, ibu gadis ini selalu memarahinya. “Lulusan sarjana seharusnya sudah bekerja. Bukan hanya melantunkan syair. Kalau sekadar itu, Ambu juga bisa,” ujar ibunya dengan logat sunda.

Tak tahan mendengar ocehan Ibunya, Euis segera mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan, gadis berjilbab ini bertemu dengan tiga orang pemuda bernama Togar, Jupri, dan Parjo. Ketiga pemuda itu berbaik hati menawarinya pekerjaan. Euis tak berpikir panjang lagi, ia langsung menerima tawaran bekerja di PT Kemakmuran Sejahtera.

Orang tua mana yang tak bahagia mendengar anaknya diterima bekerja dengan imbalan yang mengiurkan?  Begitu pun dengan orang tua Euis. Ibu Euis tak lagi marah-marah. Bahkan wanita separuh baya itu bangga memiliki anak seperti Euis.

Awalnya, Euis bahagia mendapat pekerjaan tersebut. Tapi ketika ia tahu kalau PT Kemakmuran Sejahtera adalah agen pengemis, Euis merasa sangat malu dan sedih.

Bingung dan cemas. Itulah yang dirasakan Euis saat itu. Ia tak ingin menjadi pengangguran, tapi ia juga tak mau jadi pengemis. “Mau bagaimana lagi, uang yang dihasilkan sebagai seorang pengemis sangat besat,” ujar Euis.

Gadis yang seharusnya menjadi guru ini senang menjalani profesi barunya. Hanya dengan bermodal baju lusuh, muka memelas, serta tangan yang mengadah, Euis sudah bisa mendapat penghasilan besar. Bahkan,  ia bisa membeli gadget keluaran terbaru.

Tak lama kemudian, orang tua gadis ini mendengar kabar kalau anak semata wayangnya menjadi pengemis, bukan sebagai pekerja kantoran. Euis pun meyakinkan kepada orang tuanya kalau kabar yang beredar tidak benar.

Setelah meyakinkan orang tuanya, Euis kembali bekerja sebagai pengemis. Sampai suatu ketika, dirinya tertangkap Satpol PP. Euis digiring dan ditahan sementara di kantor Satpol PP. Di sana, Euis hanya bisa menangis dan menyesal sudah membohongi orang tuanya.

Ibu gadis berwajah ayu ini pun turut menyesal dengan semua perbuatan Euis. Tak seharusnya Euis berbehong hanya kerena malu dan ingin membahagiakan orang tuanya. Dalam drama yang diselanggarakan pada pada Minggu (22/12) lalu, menggambarkan sulitnya mencari pekerjaan dalam kehidupan ini.

Seseorang dengan gelar sarjana dari universitas terkemuka saja belum tentu mendapatkan pekerjaan yang layak. Apalagi seseorang yang tidak berpendidikan dan tak mau berusaha. Setiap orang dituntut untuk ulet, sabar, kerja keras dan kreatif dalam menjalankan hidup.

Drama yang digelar sebagai Ujian Akhir Semester Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBSI) ini tak luput dari hambatan. ”Yang menghambat drama ini adalah waktu. Kan jadwal kuliah para pemain berbeda-beda. Jadi, agak sulit untuk kumpul,” ucap M. Ihsan yang berperan sebagai Jupri.

Dalam persiapan, Ihsan mengatakan, waktu mahasiswa  benar-benar tersita karena harus latihan mulai siang, sore, hingga malam hari. “Latihan ini sangat menguras tenaga, energi dan  uang,  tapi itu nggak jadi masalah. Yang penting kita bersama-sama happy,” tutup Ihsan. (Syah Rizal)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Belenggu Transenden dalam Kebudayaan Masyarakat Indonesia
Next post Deru dalam Sanubari