Read Time:4 Minute, 48 Second
Masa kampanye Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pemilu tahun ini telah berakhir. Namun, beberapa pelanggaran masih saja ditemui dan seringkali terjadi di sekitar kita. Menurut lembaga pengawas kampanye MataMassa, terdapat ratusan laporan pelanggaran yang diterima dari masyarakat terkait pelanggaran kampanye yang bisa dilihat dalam situs matamassa.org. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pelanggaran kampanye dan bagaimana kita mengenal kampanye yang baik, berikut hasil wawancara reporter INSTITUT, Nur Hamidah dengan Muhammad Irham, project officer MataMassa, Minggu (6/7), di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.
Banyak sekali pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Capres dan Cawapres pemilu saat ini, bagaimana pengelompokkan pelanggaran kampanye itu?
Menurut kami (MataMassa), ada dua kategori kampanye. Pertama, kategori pidana atau terkait dengan politik uang. Misalnya sajaketika salah satu tim sukses memberikan janji, barang, atau jasa kepada masyarakat yang berusia di atas 17 tahun atau yang sudah punya Kartu Tanda Penduduk (KTP), untuk memengaruhi mereka agar memilih capres yang diusungnya.
Barang yang diberikan dapat berupa uang atau benda. Dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), benda yang harganya di atas Rp100 ribu, sudah termasuk kampanye uang (money politic). Tapi kalau sekadar kaus dan jam dinding, itu gak masalah.
Kedua, kampanye hitam. Sesuatu yang sifatnya menyinggung persoalan suku, adat, ras, dan golongan, itu termasuk pada kampanye hitam dan akan dikenakan sanksi dengan pelanggaran pidana. Misalnya, ada seseorang melalui akun media sosialnya menyebutkan bahwa jangan pilih capres no. Urut 1 karena dia keturunan Cina, atau jangan pilih capres no. Urut 2 karena dia Katolik. Nah, karena ia sudah menyebut ras dan agama, maka bisa dikenakan sanksi pidana. Memang, ia bicara soal fakta. Namun kemudian kata-kata seperti itu bisa memecah belah masyarakat dalam hal keyakinan.
Selain itu, ada media kampanye dalam bentuk atribut yang dipasang di sekolah-sekolah, tempat ibadah dan fasilitas umum. Bagaimana dasar hukumnya?
Itu masuk ke dalam pelanggaran administrasi. Kalau ada ajakan-ajakan berbentuk ceramah di tempat ibadah, itu menyalahi pidana. Kemudian yang paling mungkin terjadi ialah menggunakan fasilitas negara. Misalnya kepala daerah dengan jabatannya, mengarahkan masyarakat di bawahnya untuk memilih calon tertentu di luar masa cuti. Nah, itu bisa kena pidana. Selain itu, atribut yang berada di sekolah, kantor pemerintahan, kantor kecamatan sampai kantor gubernur, harus cepat dicopot.
Siapa yang akan dijatuhi hukuman jika ada pelanggaran seperti itu terjadi? Apakah kepada calonnya atau hanya tim suksesnya saja?
Untuk mengetahui siapa yang melakukannya, kita perlu investigasi. Kita tidak bisa menebak-nebak siapa yang memasangnya. Untuk sementara waktu, kita laporkan pada Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU). Untuk sanksi yang akan dijatuhkan, BAWASLU yang akan menegur pihak pemenangan calon tersebut.
Bagaimana dengan atribut-atribut yang dipasang di rumah-rumah? Apakah itu termasuk bentukkampanye yang tidak diperbolehkan?
Kalau sekiranya pemilik rumah itu tidak keberatan, tidak masalah. Namun, lain halnya jika dipasang di jalan protokol, taman, masjid, dan gereja. Karena sudah menyangkut fasilitas publik.
Kapan batas waktu untuk kampanye dalam pemasangan atribut? Lalu bagaimana dengan penanganan pelanggaran dari MataMassa sendiri?
Waktu pemasangan atribut kampanye itu sampai pukul 12 malam di hari terakhir batas waktu yang telah ditentukan, yaitu tanggal 6 Juli kemarin. Spanduk-spanduk harus sudah dicopot pada saat itu. Jika masih ada, kita dapat laporkan pada BAWASLU dan masuk pelanggaran administrasi. Pertama, kita foto bukti pelanggarannya itu, lalu dikirim ke website matamassa.org. Sampai sekarang, sudah ada 205 pelanggaran dalam kampanye yang kita verifikasi.
Setelah adanya kampanye pidana, bagaimana dengan kampanye negatif? Apakah sama halnya dengan kampanye hitam?
Lain halnya dengan kampanye pidana, kampanye negatif itu diperbolehkan. Sebab di sana kita membicarakan fakta. Media nasional pun memainkan kampanye negatif dalam pemberitaannya. Contohnya, kita membicarakan fakta kalau Jokowi tidak menuntaskan masa jabatannya selama 5 tahun, karena dia mencalonkan diri menjadi presiden. Atau, misalnya Prabowo pernah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dia juga terlibat kasus penculikan aktivis dan sebagian dari mereka belum kembali.
Lantas, selain melakukan kampanye negatif, apakah media nasional juga melakukan pelanggaran? Dan bagaimana tindak lanjut atas pelanggaran yang dilakukan oleh media massa?
Oh pasti. Pelanggaran lain yang terjadi biasanya menyangkut kode etik, seperti pemberitaan yang tidak berimbang. Kita pernah dapat laporan adanya pencemaran nama baik yang ditujukan pada salah satu calon yang dilakukan oleh media TvOne dan MetroTv.
Selain lewat media televisi, pelanggaran lain juga ditemukan lewat ponsel. Banyak orang menerima pesan singkat dari salah satu tim capres. Hal ini juga dipandang merugikan konsumen. Sebagai konsumen, kita merasa keberatan dong, itu kan hak dan privasi untuk dapat pesan singkat. Kalau kasusnya melalui pengiriman pesan seperti itu, maka pelanggarannya sudah terkait KUHP.
MataMassa sebagai lembaga yang mengawasi kampanye pemilu, telah menerima banyak laporan pelanggaran. Bagaimana proses verifikasi yang dilakukan atas laporan pelanggaran kampanye itu sendiri?
Pertama, kita periksa identitas pelapor di antaranya nama, nomor telepon, dan alamat email. Mereka yang melaporkan pelanggaran, akan kita rahasiakan identitasnya. Kedua, isi dari laporan itu sendiri. Kita tentukan kategori pelanggaran yang dilaporkan itu termasuk pelanggaran apa. Masyarakat kan tidak semuanya tahu ini pelanggaran pidana, administrasi, atau yang lain-lain.
Ketiga, kita verifikasi laporan itu sendiri. Misalnya, kemarin saat pemilu legislatif ada laporan di daerah Bogor sudah ada surat suara yang sudah dicoblos. Nah, kita verifikasi dengan langsung datang ke lapangan. Biasanya itu terkait pelanggaran yang berat.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi, bagaimana dengan gaya kampanye kreatif? Seperti pembuatan game yang disisipi logo atau atribut pasangan calon, juga pemasangan foto profil yang disertai nomor urut calon pilihan di media sosial. Apakah itu diperbolehkan?
BAWASLU sendiri belum memiliki dasar hukum untuk kampanye melalui game. Sama halnya dengan menempelkan stiker di angkutan umum. Sebenarnya tidak apa-apa. Jadi, dapat dikatakan kalau Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu itu agak “tertinggal sepuluh langkah” dari teknologi sekarang.
Untuk pemasangan foto profil di media sosial, itu sah-sah saja. Secara tidak langsung itu bukan kampanye, tapi klaim kalau seseorang memilih salah satu calon. Ketika ia tidak mengatasnamakan tim sukses, itu diperbolehkan karena hak politik setiap individu.
Average Rating