Komunitas yang berdiri pada 16 September 2011 tersebut memberikan pengajaran secara cuma-cuma kepada anak jalanan. Anne dan teman-temannya berusaha mengembangkan bakat anak-anak jalanan.
Read Time:2 Minute, 27 Second
Dua saung kecil berukuran 4×6 meter yang berada tepat di pinggir Kalimalang selalu dipenuhi oleh anak-anak jalanan. Setiap sore mereka bekumpul dan belajar di saung. Mereka belajar pengetahuan umum, sastra juga musik. Walaupun mereka lelah setelah seharian mengamen, semangat menuntut ilmu masih terlihat.
Anne Matahari, seorang seniman lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), mengumpulkan mereka dalam Komunitas Sastra Kalimalang. Komunitas ini digagas oleh Anne bersama teman-temannya sebagai bentuk pedulinya terhadap nasib anak-anak jalanan.
Setiap hari mereka berkumpul di saung untuk belajar dan menambah pengetahuan mereka bersama mahasiswa dan seniman yang tergabung di komunitas tersebut. “Kami yang tergabung di komunitas ini berkumpul layaknya sebuah keluarga,” ujar Anne saat ditemui setelah grup band Komunitas Sastra Kalimalang mengisi salah satu acara di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat (4/7).
Komunitas Sastra Kalimalang terbentuk dari empat divisi, yaitu Divisi Sekolah Pinggir Kali, Divisi Perpustakaan, Divisi Penulisan dan Divisi Kreatif. Tim Divisi Sekolah Pinggir Kali mengajar ilmu pengetahuan umum kepada anak-anak jalanan. Sedangkan, Divisi Perpustakaan bertugas untuk menambah buku yang ada di perpustakaan pinggir kali.
Selain itu, Divisi Penulisan bertugas mengajar anak-anak jalanan menulis puisi. biasanya, puisi yang diajarkan bertemakan kemanusiaan, politik dan ketuhanan. Tidak hanya anak jalanan, tetapi masyarakat sekitar Kalimalang juga diperbolehkan ikut berpartisipasi dalam membuat puisi. Beberapa puisi mereka juga sering diterbitkan di koran Radar Bekasi.
Divisi terakhir, Divisi Kreatif bertugas mengembangkan bakat dari anak-anak jalanan yang bergabung Komunitas Sastra Kalimalang, seperti bermain alat musik dan membuat musikalisasi puisi. Divisi ini telah berhasil membentuk grup band bernama Suku Anak Muka Berminyak.
Band yang beranggotakan delapan orang ini, memilih nama tersebut karena mereka terbiasa mengamen dibawah terik matahari sehingga muka mereka sering terlihat hitam dan berminyak. Ketika mereka tampil, semua anggota grup band memakai pakaian berwarna hitam dan ikat kepala bermotif batik sebagai ciri khas.
Suku Anak Muka Berminyak juga pernah diundang untuk tampil sebagai pengisi acara kampus, lembaga ataupun organisasi. Salah satunya, pada akhir tahun lalu, mereka mengisi acara Indonesia Corruption Watch (ICW). Dalam acara itu, mereka bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat musikalisasi puisi.
Tumbuhkan Percaya Diri dengan Art Theraphy
Salah satu koordinator Divisi Sekolah Pinggir Kali Maryam Purwanti Widiastuti menjelaskan, Komunitas Sastra Kalimalang juga mengadakan terapi seni (art theraphy). terapi ini diperuntukan bagi anak-anak jalan, penyandang down syndrome, dan para penyandang cacat lainnya.
Melalui musik, puisi, dan teater para penyandang cacat dan anak-anak jalan diajarkan memiliki kepercayaan diri untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Bahkan setiap tahun, mereka membuat pementasan seni. Mereka membuat panggung yang terapung di tengah kali. Di panggung tersebut mereka membacakan puisi, bermain musik dan bermain teater
Keberhasilan art theraphy membuat penyandang down syndrom yang mulanya sulit berkomunikasi, sekarang bisa berkomunikasi dengan baik. “Bahkan, selain mengajarkan cara bersosialisasi, Ryan yang menderita down syndrom ini sekarang berani membacakan puisi di depan banyak orang,” kata Wiwit.
IP
Average Rating