Read Time:1 Minute, 43 Second
“Sebagai mahasiswa yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat Indonesia, kami dengan ini menyatakan satu mendukung RUU Pertembakauan sebagai sebuah gerakan nasional yang satu tujuan untuk memberikan komitmennya kepada para petani di Indonesia dan para petani tembakau lainnya.”
Ikrar tersebut dituturkan oleh Selamet Widodo, Koordinator Diskusi Publik Mengawal Regulasi untuk Tembakaudi Aula Student Center (SC) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Selasa (10/3). Sebagai perwakilan dari beberapa forum diskusi dan komunitas dari UIN Jakarta hingga luar kampus, ia menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan yang masih menuai pro dan kontra di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Pada Prolegnas 2015, RUU pertembakauan berhasil masuk menjadi salah satu RUU prioritas yang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun ini. Kini, RUU tersebut hanya menunggu pembahasan dari DPR. Melalui RUU ini, diatur mengenai kedaulatan bagi petani tembakau.
Sebelum RUU dibuat, para petani jarang diperhatikan oleh pemerintah dalam mengelola produk tembakau. Kondisi itu terlihat dari pemerintah yang lepas tangan dalam menangani mafia tembakau. “Jika RUU tidak disahkan, apa pemerintah siap mengganti mata pencaharian petani tembakau?” kata Don K. Marut selaku peneliti sosial yang menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.
Menurutnya, saat ini petani tembakau sudah dalam keadaan yang sangat terdesak untuk memperjuangkan haknya. Karena, lanjutnya, hingga saat ini nasib petani tembakau tidak pernah diperhatikan secara khusus oleh pemerintah.“RUU Pertembakauan merupakan RUU yang sudah menyerah bagi petani,” jelas Marut.
Sementara itu Zulvan Kurniawan, Ketua Komisi Nasional Penyelamatan Kretek memaparkan semenjak tahun 2012, sudah banyak dibuat peraturan untuk mengendalikan tembakau. Peraturan tersebut, identik dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah kebijakan yang dibuat oleh organisasi kesehatan World Health Organization (WHO). “Namun, Indonesia belum meratifikasi FCTC tersebut,” ungkap Zulvan.
Jika Indonesia telah meratifikasi peraturan tersebut, lanjut Zulvan, maka terdapat beberapa peraturan yang memberatkan petani tembakau. di antaranya kenaikan tarif cukai sebesar 80 persen dari harga rokok, pengaturan ingredient, pendiversifikasian tanaman untuk petani, serta pemutusan hubungan antara perusahaan rokok dengan pemerintah.
Setelah FCTC diratifikasi oleh Indonesia, maka peraturan mengenai tembakau akan disesuaikan dengan kebijakan tersebut. “Bagi kami, inilah letak kematian industri kretek. Padahal, kretek adalah produk asli Indonesia,” terang Zulvan.
Rizky Rakhmansyah
Average Rating