Pabrik Semen di Rembang Menuai Kecaman

Read Time:1 Minute, 54 Second


Bertepatan dengan Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret, puluhan mahasiswa yang terdiri dari Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudhatul Ulum (Ikamaru), Ikatan Mahasiswa Gresik (IMG), dan Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) melakukan aksi solidaritas di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat.

Aksi yang menolak rencana pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah ini tak hanya diikuti oleh mahasiswa saja. Komunitas Kolong Tosari dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan 350 Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut.

Aksi diawali dengan long march sepanjang Jalan Imam Bonjol hingga Tosari, Jakarta Pusat serta teatrikal jalanan oleh Komunitas Kolong Tosari. Aksi solidaritas tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan menolak rencana pembangunan pabrik semen di Rembang oleh PT Semen Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Farhan Fuadi selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jendral (Sekjen) LS-ADI.

Ia mengatakan, rencana pembangunan pabrik semen di Rembang menuai kontra di kalangan masyarakat Rembang. Apa pasal, pabrik rencananya akan dibangun di pemukiman warga dan otomatis akan menggangu ruang hidup masyarakat yang tinggal di sana.

Tak hanya itu, sambungnya, dampak negatif yang diterima warga sekitar tak sedikit, mulai dari segi sosial hingga ekonomi. Dari segi ekonomi, banyak warga yang nantinya akan beralih profesi. Hal ini dikarenakan, profesi warga sekitar yang kebanyakan berbasis pertanian dan peternakan akan kehilangan lahannya. “Menurut hasil diskusi, sebanyak 13 desa akan terkena dampak pembangunan pabrik semen tersebut,” ujar Farhan, Minggu (22/3).

Sedangkan dari segi sosial, lanjutnya, akan terjadi perpecahan antar warga yang pro dan kontra terhadap rencana pembangunan pabrik semen tersebut. Tak hanya itu, kenangan warga sekitar di tanah kelahirannya pun akan hilang. “Kita sering menyebutnya dengan ikatan tenurial, ikatan batin kita terhadap tanah kelahiran,” tambahnya.

Di sisi lain, Manajer Kampanye Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma menyampaikan harapannya terkait aksi tersebut. Ia mengatakan, aksi tersebut ingin menyampaikan kepada publik jika hingga hari ini kaum ibu di Rembang masih berjuang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya.

Tak hanya itu, aksi tersebut juga bertujuan agar masyarakat tahu, paham, dan sadar bahwa kejadian di Rembang bisa terjadi di mana saja. Hal ini dikarenakan, hampir di semua perizinan industri ekstraktif, baik di pertambangan maupun perkebunan banyak tahapan yang seharusnya melibatkan masyarakat. “Sehingga masyarakat harus lebih pintar untuk menyetujui atau bahkan menolak perijinan tersebut,” ujar Bagus, Minggu (22/3).


Aci Sutanti

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Gilbert dan Keluarga Grape
Next post Perempuan dan Perkotaan dalam Karya Seni Grafis