Dana KKN Milik Siapa?

Read Time:4 Minute, 10 Second
Ilustrasi. (Jeannita Kirana)


Dana yang diterima kelompok KKN reguler tidak merata. Lama menanti, mahasiswa terpaksa rogoh kocek pribadi.

Sudah hampir tiga minggu, Acep Sabiq Abdul Aziz mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) regular. Namun, mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU) ini tak kunjung mendapat bantuan dana sepeser pun. Padahal, sejak awal pertemuan, Sabiq dan teman-teman sekelompoknya selalu menanyakan kapan mereka akan menerima dana. Hingga KKN berakhir, dana itu tak mereka dapatkan.

“Dospem (dosen pembimbing KKN) kami hanya menjawab bahwa dana tersebut bukan dana untuk mahasiswa,” kata Sabiq, Minggu (20/9). Walhasil, Sabiq dan teman-temannya harus mengeluarkan dana sebesar Rp1 juta perindividu untuk menutupi kekurangan biaya selama pelaksanaan program kerja (proker) KKN.

Tak hanya Sabiq, Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Faqih Alhaq bersama teman-temannya juga menggunakan dana pribadi selama menjalankan program KKN. Masing-masing dari mereka harus mengeluarkan Rp600 ribu untuk menyelesaikan proker kelompoknya. Sebenarnya, lanjut Faqih, kelompoknya mendapat dana Rp750 ribu yang diakui sebagai dana pribadi dospem.

Faqih pun meminta dana KKN yang diberikan PPM kepada dospem kelompoknya. Namun, dospemnya mengatakan, dana dari PPM hanya pengabdian untuk dosen bukan mahasiswa. “Kami sudah seperti KKN mandiri karena pakai uang sendiri,” ucap Faqih, Kamis (24/9).

Lain lagi dengan Muhammad Faruq. Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu mengatakan, ia dan teman-temannya mendapat dana senilai Rp4 juta dari dospem. Padahal,kelompoknya sudah mengabiskan dana Rp12 juta untuk proker mereka. “Kelompok kami (Sukadiri) dapat Rp4 juta karena dospem kami hanya memberikan dana untuk  proker fisik,” ujar Faruq, Rabu (23/9).

Berkenaan dengan keluhan mahasiswa, salah satu dospem KKN, Yon Girie mengaku, tak memberikan dana pada kelompok KKN bimbingannya karena tak ada komunikasi yang baik dari mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa bimbingannya tak pernah berkoordinasi terkait proker dan perencanaan anggaran.

Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini mengaku kecewa dengan sikap kelompok KKN bimbingannya. “Saya tidak pernah bertemu mahasiswa seperti itu sebelumnya. Tak beretika,” ujar Yon saat dijumpai di ruangannya, Rabu (23/9).

Sebagai mahasiswa yang sedang KKN, sambung Yon, mestinya mahasiswa menyiapkan dana untuk melaksanakan proker mereka. “Tidak seperti kelompok KKN bimbingan saya yang tak memiliki dana sama sekali, seolah-olah saya harus membiayai semuanya,” kata Yon.

Salah satu dospem KKN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Hartana beralasan lain. Ia mengatakan, setengah dari Rp10 juta yang diberikan PPM akan digunakan sebagai dana pengabdian kelompok dosen di tingkat fakultas. “Jika dospem memberikan dana pada kelompok KKN, itu hanya karena kebaikan hati sang dospem,” jelas Hartana, Selasa (25/8).

Ia menambahkan, dana dari PPM tersebut akan digunakan untuk pengabdian dosen di luar daerah KKN. Namun, sampai saat ini, ia belum tahu di mana dan kapan akan melakukan pengabdian. “Saya belum tahu bentuk pengabdiannya,” kata Hartana saat diwawancara via telepon, Kamis (24/9).

Ketua PPM, Djaka Badrayana, mengakui ketidakmerataan dana yang diterima kelompok KKN. Katanya, sistem pembagian dana KKN tahun ini masih sama dengan tahun lalu dan belum memiliki ketentuan dana. “Saya baru menjabat Maret lalu, sistem terkait dana hanya melanjutkan sistem tahun kemarin,” jelas Djaka.

Djaka menjelaskan, uang sejumlah Rp10 juta yang telah dianggarkan merupakan dana untuk dospem melakukan pengabdian yang bekerjasama dengan mahasiswa. “PPM memang tak memberikan aturan bagaimana pembagian dana antar dospem dan mahasiswa,” kata Djaka saat ditemui di ruangannya, Rabu (16/9).

Berdasarkan anggaran dana yang diajukan oleh Pusat Pengabdian Masyarakat (PPM) ke Biro Perencanaan dan Keuangan (BPK), tahun ini, dana Pengabdian pada Masyarakat oleh Dosen (PpMD) untuk KKN dianggarkan Rp10 juta per dospem  dari total dana berjumlah Rp1,7 miliar.

Dalam surat edaran PPM pada 21 Agustus 2015 juga menyebutkan, dana sejumlah Rp10 juta digunakan minimal 80% untuk bantuan kegiatan fisik dan maksimal 20% untuk kegiatan non fisik (honorarium, transport, dan konsumsi).

Meski begitu, lanjut Djaka, PPM sebenarnya telah meminta kepada dospem agar menggunakan dana Rp10 juta itu untuk proker-proker KKN mahasiswa sebagai bentuk pengabdian dospem. Permintaan itu disampaikan PPM saat acara pembekalan dospem sebelum KKN. Sayangnya, hampir 50% dospem tak hadir di acara tersebut.

Berbeda dengan tiga kelompok sebelumnya, ternyata pembagian dana yang minim tak dirasakan Helmi Apriyanto. Ketua kelompok KKN Wanasatya ini mengaku tak ada masalah dengan dana yang diterima kelompoknya. Hal itu dibuktikan dari pemberian dana Rp10 juta oleh dospem KKNnya.

Helmi menuturkan, dana sejumlah Rp10 juta  ia terima dari dospem secara bertahap. Awalnya, ia diberikan Rp4 juta pada pembukaan KKN. Lalu, Rp4 juta pada pertengahan KKN dan terakhir diberikan sebesar Rp2 juta pada acara penutupan KKN.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Litbang LPM Institut pada 80 kelompok KKN Reguler, sebanyak 40,3% responden menerima sekitar Rp5-8 juta, 32,5% menerima lebih dari Rp8 juta. Sementara sisanya, 20,8% responden menerima dana sekitar Rp3-5 juta dan 6,5% lainnya menerima dana kurang dari Rp3 juta.

Tidak meratanya dana yang diterima kelompok KKN pun berdampak pada Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) dana KKN yang belum diterima BPK. Kepala BPK UIN Jakarta, Subarja mengatakan, dari dana sejumlah Rp2,5 miliar yang dianggarkan untuk pengabdian dosen, baru sekitar Rp5,6 juta Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang sudah diterima. “Sisanya, belum dilaporkan pada kami,” ujar Subarja, Selasa (22/9).

Arini Nurfadilah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Melestariakan Budaya Melalui PSB
Next post Buru-buru Program Baru