Mimpi Ibu di Kaki Gunung Kidul

Read Time:2 Minute, 52 Second


Judul               : Mimpi Ananda Raih Semesta (MARS)
Sutradara         : Sahrul Gibran
Tahun rilis       : 4 Mei 2016
Durasi              :105 menit
Genre              : Drama

Setiap ibu pasti menginginkan anaknya memiliki pendidikan yang lebih baik dari dirinya. Begitu pun dengan Tupon, seorang janda yang terus memperjuangkan pendidikan anaknya meski kemiskinan melanda kehidupnya.

Tupon tinggal bersama anak semata wayang dan suaminya di sebuah desa yang sebagian besar penduduknya dilanda kemiskinan. Desa yang berada di kaki Gunung Kidul itu sebagian warganya tinggal di rumah yang temboknya terbuat dari anyaman bambu dengan keadaan atap yang bocor. Potret kemiskinan semakin terlihat dengan tidak adanya aliran listrik di sana.

Untuk memenuhi kehidupannya, Tupon bekerja membuat gaplek (makanan tradisional khas jawa) dan menggembala kambing. Sedangkan suaminya bekerja sebagai kuli panggul yang mengangkat hasil galian dari gunung kapur.

Saat bekerja, Suami Tupon, Surip tertimpa batu kapur yang sedang diangkat oleh alat berat. Batu kapur itu menimpa tepat di seluruh badannya. Seketika itu pula, nyawa Surip tidak dapat diselamatkan.
Setelah meninggalnya Surip, Tupon berjuang seorang diri untuk bisa merawat dan menyekolahkan anak semata wayangnya, Sekar. Bahkan ia sempat keliling berjualan tempe untuk memenuhi kebutuhannya. 

Tupon tidak pernah menyerah untuk menyekolahkan Sekar meski hinaan dan cacian terus menimpanya. Banyak tetangganya yang mengatakan bahwa kondisi kemiskinan yang dialami Tupon, tidak akan mewujudkan mimpi Sekar untuk menjadi seorang sarjana.

Bagi Tupon, ikhtiar dan kerja keras merupakan jawaban dari takdir. Ia percaya, usaha dan kerja keras mampu mengantarkan Sekar menjadi sarjana. Segala pengorbanan pun ia lakukan agar Sekar dapat terus belajar. Bahkan, ia rela mengayuh sepeda sejauh 14 km setiap harinya, agar dapat mengantarkan Sekar ke sekolah. 

Suatu hari, di sela-sela pekerjaannya menggembala kambing dan membuat gaplek, Tupon mengenalkan keindahan alam semesta kepada Sekar. Ia menunjuk salah satu bintang yang paling terang,  biasa orang jawa sebut  lintang lantip. Tupon menamakan bintang tersebut MARS. Ia selalu berkata bahwa Sekar dapat pergi ke sana dengan ilmu yang ia miliki.

Dari situlah Sekar terus semangat dalam menuntut ilmu. Hingga, ia berhasil menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Di desanya  hanya ada empat anak yang mampu menyelesaikan sekolahnya. Tak hanya itu, kepandaian Sekar membuatnya mendapatkan beasiswa di salah satu perguruan tinggi di Yogjakarta.
Kepandaian Sekar juga dikenal di perguruan tingginya. Sehingga, suatu hari ia dipercaya oleh seorang astronom terkenal, Kasih Kandalfi,  untuk menggantikannya menjadi pembicara di acara seminar astronomi. Dari situlah Sekar mulai dikenal di kalangan luas sebagai ahli astronom.

Setelah kuliah di Yogyakarta, Sekar melanjutkan kuliahnya di Oxford University, Inggris. Kecerdasannya sebagai ahli astronom menjadikannya sebagai salah satu mahasiswa lulusan terbaik di sana. Saat wisuda, ia  berkesempatan menyampaikan pidato di hadapan teman-temannya.

Dalam pidatonya, Sekar menceritakan kehebatan ibunya yang berjuang hingga ia mampu mengenyam pendidikan. Sekar menyampaikan sebuah hadis tentang ketinggian derajat ibu di mata anak.

Setelah berhasil mendapat gelar master di Oxford University, Sekar kembali ke kampung halaman untuk menemui ibunya. Ia berharap, dengan keberhasilannya, dapat membuat ibunya bangga. Namun sayang, sang ibu telah di panggil oleh Sang Maha Kuasa. 
  
Film yang disutradarai oleh Sahrul Gibran ini mengisahkan perjuangan seorang ibu untuk anaknya agar dapat merasakan pendidikan. Karena dengan ilmu pengetahuan seseorang dapat menjalani hidupnya menjadi lebih baik.
Lihat review-nya disini:
 

AZ

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Disrupsi Parkir dan Wisuda ke-100
Next post Mahasiswa Keluhkan Kinerja Perpustakaan