Read Time:3 Minute, 32 Second
Keberadaan Lembaga Non Struktural (LNS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dipertanyakan. Beberapa LNS dinilai tidak produktif.
Terhitung sudah hampir empat tahun Sosial Trust Fund (STF) berdiri di UIN Jakarta. Keberadaan STF di kampus ini telah difasilitasi tempat untuk beraktivitas. Emi Ilmiah menyadari penyediaan tempat tersebut mestinya dikenakan biaya. Namun, hingga saat ini ia hanya menerima surat edaran penyewaan tempat saja. “Belum ada nominal pasti soal pembayaran sewa,” cetus Program Manager STF ini, Rabu (13/4)
Lebih lagi, kata Emi, pegawai dan relawan mahasiswa STF jumlahnya terbatas. Hal itu berakibat pada pengerjaan program STF sedikit terganggu. Di satu sisi, pemberian laporan pertanggungjawaban STF dilakukan per tiga bulan sekali kepada Rektor UIN Jakarta.
Senada dengan Emi, Direktur Center for Research and Development in Education (CERDEV) Rusydy Zakaria mengatakan, tak ada alokasi dana untuk CERDEV. Namun, baginya, keadaan tersebut bukan alasan untuk tidak produktif menghasilkan karya. Biasanya CERDEV mencari dan mengelola dana secara mandiri, seperti kerap dapat pemasukan dana dari kerja sama dan pelelangan penelitian.
Namun, sejak diterapkannya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2010 yang menjelaskan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak diperbolehkan melakukan pelelangan. Oleh sebab itu, CERDEV sering kali kesulitan saat hendak mengikuti lelang karena terbentur peraturan tersebut. “Karena enggak boleh ikut lelang. Jadi kita lelang di bawah tangan deh,” katanya, Jumat (15/4).
Demikian potret Lembaga Non Struktural (LNS) di UIN Jakarta. Cerdev dan STF merupakan dua dari beberapa LNS yang kini masih aktif membantu kampus menjalankan tri dharma perguruan tinggi.
Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan, Edi Suwandi, menjelaskan tidak ada rancangan anggaran bagi LNS. Edi pun mengiyakan, penempatan LNS dalam ruangan kampus mestinya dikenakan sewa. Akan tetapi, melihat kontribusi LNS masih dibutuhkan akhirnya kampus tidak menarifkan biaya sewa tempat. “Harusnya sewa, tapi tidak tega. Mereka kan sudah banyak membantu kita,” ujarnya sembari tertawa, Rabu (13/4).
Bukan hanya Edi, Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama Murodi mengamini adanya pemberian dana dari LNS ke kampus. Namun dana tersebut merupakan dana hibah ke universitas, bukan biaya sewa tempat. “Tidak ada dana sewa menyewa, adanya dana sharing berbagi uang kerja sama kegiatan,” jelasnya, Kamis (14/4). Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk perbaikan gedung dan sarana prasarana.
Selain itu, Murodi menganjurkan untuk tiap LNS memberikan laporan pertanggungjawaban secara berkala. Ia pun tak menampik beberapa LNS di UIN Jakarta kurang aktif bahkan tidak produktif. Jika sudah begitu, seharusnya segera melapor kepada rektor. Kemudian, ia akan mengadakan pertemuan dengan LNS tersebut untuk membahas kepastian nasibnya di UIN Jakarta. “Kita diskusikan dulu. Mereka mau dibubarkan atau digabung dengan lembaga sejenis,” tuturnya.
Akan tetapi menurut Rusydy, rektor pun harus mengevaluasi kinerja seluruh LNS. Bila sudah tidak aktif maka langsung saja ditutup. Ia pun menilai dalam statuta rektor terbaru tak ada peraturan jelas mengenai LNS di UIN Jakarta. Bila ingin LNS terus ada, rektor mesti berkomitmen dengan memberi payung hukum yang jelas. “Kalau sudah tidak aktif tolong tutup dan berikan mereka SK pencabutan,” tegasnya.
Demi membantu LNS mencari dana, kata Rusydy, mestinya UIN Jakarta ikut dalam pelelangan. Setelah menang, proyek tersebut akan diserahkankan kepada LNS sesuai dengan fokus bidangnya. Ia pun tak memungkiri banyak LNS yang tidak aktif. “Di sini, ada-lah sekitar 28 LNS tapi yang bertahan hanya tinggal 8 sisanya itu mati suri,” keluh pria yang juga Sekertaris Ikatan Alumni UIN Jakarta ini.
Murodi menimpali, terdapat dana bantuan yang bertujuan membantu lembaga-lembaga di UIN Jakarta—tak terkecuali LNS—untuk mempublikasikan karya ilmiah. Ia berharap, nantinya terdapat gedung yang menjadi pusat riset dan pelatihan sivitas akademika UIN Jakarta. “Jadi nanti bisa saling berbagi pengetahuan riset, program, hingga kerjasama,” katanya.
Ia bercerita, LNS merupakan lembaga yang dibentuk melalui kebijakan rektor. Terbentuknya LNS, lanjut Murodi, sebagai wadah sivitas akademika mengembangkan kreativitas keilmuannya. Lazimnya, tiap LNS memiliki fokus bidang tertentu semisal penelitian, pelatihan, publikasi, sosial, dan advokasi. LNS diberikan pula kebebasan dalam membuat dan merencanakan program asalkan selalu menyerahkan laporan pertanggungjawabannya terhadap rektor.
Kepala Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Perundang-undangan UIN Jakarta, Kuswara menjelaskan, sejak masa kepemimpinan Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat LNS sudah hadir di UIN Jakarta. Kini, Dede Rosyada ikut meneruskan kebijakan rektor sebelumnya dengan mengizinkan LNS berada di kampus. Ia menambahkan, pengajuan pendirian LNS itu sesuai kebutuhan UIN Jakarta. “Kita keluarkan Surat Keputusan (SK) LNS jika ada intruksi rektor,” pungkasnya, Senin, (11/4).
Yasir Arafat
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating