Yayang Zulkarnaen
Read Time:3 Minute, 18 Second
Sutan Sjahrir adalah sosok yang berperan besar dalam terbentuknya negara dan demokrasi di Indonesia. Salah satu upayanya dalam terwujudnya demokrasi ialah dengan mengusulkan pendirian partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Siapa yang tak mengenal Sutan Sjahrir? Pria yang lahir tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia akrab disapa Bung Kecil oleh keluarganya. Demikian gambaran sekilas sosok Sutan Sjahrir di mata keluarganya.
Sejak di Algemeene Middelbere School (AMS)—sekolah menengah atas zaman Hindia Belanda—Sjahrir terkenal sebagai anak muda yang memiliki kepandaian di atas rata-rata.Kepandaiannya terlihat dari nilai yang ia dapat salama menjalani kegiatan belajar di kelas.
Saat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam, Leiden, kepintaran Shajrir masih tetap terlihat. Terbukti, saat membahas konsep persatuan negara bersama teman-temannya, ia malah bertanya disaat teman-temannya sibuk berdebat.
“Kalian bicara persatuan, tapi tanpa suatu tindakan penjiwaan terhadap persatuan itu mana bisa? Persatuan itu bukan sekadar konsep untuk menyatukan sebuah pejuangan, tapi ia sebuah gagasan baru, sebuah zaman baru. Dan lebih besar lagi, persatuan itu adalah sebuah peradaban baru. Bisa tidak kalian membuat sebuah peradaban baru bernama Indonesia, sebuah peradaban yang bisa seagung peradaban Yunani, peradaban Romawi atau peradaban Eropa Barat? Itulah tujuan dari persatuan,” ucapnya. (hal. 59 buku Sutan Sjahrir: Pemikiran & Kiprah Sang Pejuang Bangsa)
Dalam memperjuangkan kemerdekaan, Sjahrir lebih dekat dengan golongan muda dengan paham sosialisme yang dianutnya. Menurut Sjahrir, sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat setiap manusia. Dengan paham sosialisme ini, ia berharap, dapat terbentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat.
Saat awal diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Sjahrir merupakan salah seorang yang belum puas dengan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, tujuan akhir pejuangan adalah lahirnya pemerintahan yang menampung aspirasi rakyat.
Salah satu perbuatan yang Sjahrir lakukan untuk terwujudnya demokrasi di Indonesia adalah membuat maklumat tentang usulan untuk mengubah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi lembaga yang memiliki kewenangan legislatif.
Hal ini juga diamini oleh anggota KNIP. 7 Oktober 1945 silam, empat puluh anggota KNIP meeenandatangani petisi yang berisi tutuntutan agar KNIP menjadi badan legislatif, bukan pembantu presiden. Setelah itu, Sjahrir pun mengisi jabatan sebagai ketua Badan Pelaksana KNIP (BP-KNIP). Ia beserta anggota BP-KNIP mengemban tugas untuk membentuk partai-partai politik sebagai bentuk penyaluran aspirasi rakyat.
Tenggang waktu antara November dan Desember, para pemimpin rakyat sibuk untuk membentuk partai politik. Tidak ketinggalan Sjahrir pun ikut membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) .Sjahrir berharap, PSI dapat menjadi partai yang konsekuen memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain itu, ia juga berharap tujuan perjuangan PSI bukan untuk kepentingan golongan atau nama besar.
PSI yang dipimpin oleh Sjahrir memang menjadi partai berbasis pendidikan politik dan kesadaran sosial. Namun sayang, PSI yang memegang konsep pendidikan politik kurang mendapat tanggapan masyarakat yang notabene belum berpendidikan dan belum memahami sistem sosialisme yang dianut oleh Sjahrir.
Selain itu, penyebab lain PSI kurang mendapat perhatian dikarenakan kondisi kehidupan di Indonesia yang saat itu sedang merosot, Perekonomian hancur, inflasi membumbung tinggi, kerusakan moral, dan korupsi di mana-mana. Ditambah terjadinya bentrokan antar kelompok yang makin mempertegang situasi.
Mulanya,konflik terjadi lantaran banyak daerah yang mempertanyakan pembagian belanja negara yang dianggap tidak adil. Kemudian Sjahrir mengirimkan utusannya ke daerah-daerah (meski Sjahrir sudah tak memimpin) untuk bermusyawarah dan mencari jalan damai.
Pada puncaknya PSI yang dipimpin Sjahrir dibubarkan pada pertengahan tahun 1962, Sjahrir ditangkap dan diasingkan. Ia didakwa terlibat dalam pemberontakan daerah dan percobaan pembunuhan terhadap presiden di Makassar. Padahal kenyataannya, Sjahrir pergi ke daerah-daerah tersebut untuk bermusyawarah dengan kepala daerah agar tidak melakukan pemberontakan ke negara.
Buku Sutan Sjahrir: Pemikiran dan Kiprah Sang Pejuang Bangsa mengungkap bagaimana sosok Sutan Sjahrir mulai dari anak-anak hingga remaja. Termasuk saat ia aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tak lupa pula dengan pemikiran yang ia gagas demi terlaksananya demokrasi di Indonesia.
Dalam buku ini, penulis terlalu mengagungkan sosok yang ia tulis tanpa membandingkan dengan cendekiawan lainnya. Selain itu, banyak pula diksi yang sulit dipahami secara langsung hingga terasa menyulitkan saat membaca.
Average Rating