Read Time:1 Minute, 19 Second
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan kekhawatirannya terkait jumlah prevalensi perokok anak yang semakin meningkat. Bahkan Indonesia menempati peringkat pertama persentase terbanyak di dunia. Tahun 2016, diketahui sebanyak 66% laki-laki di atas usia 15 tahun sudah menjadi perokok.
Hadir dalam acara tersebut, Theresia Sandra Diah Ratih yang mewakili Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa dari tahun 2001-2016, prevalensi perokok usia 10-14 tahun selalu meningkat. Pada tahun 2016, 54,8% anak usia 15-19 tahun adalah perokok.
Lebih lanjut beliau mengungkapkan kondisi Indonesia sangat mengkhawatirkan. Banyak anak muda menjadi perokok. Salah satunya disebabkan terpangaruh oleh iklan di toko. “Media cetak dan oleh promosi dari SPG,” papar beliau dalam agenda Seminar Nasional “Electronic Nicotine Delivery System (ENDS): It Ends Your Life Slowly” yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Jakarta pada Sabtu (4/2).
Tak hanya itu, Sandra mengungkapkan, saat ini sedang terjadi normalisasi dan kulturisasi kebiasaan merokok pada anak sejak dini. Beberapa di antaranya adalah dengan adanya permen berbentuk rokok dan kurangnya kesadaran masyarakat.
“Ada anak kecil (bayi) merokok, orang tua malah menganggap itu hal yang lucu. Kemudian divideokan dan akhirnya viral ke seluruh dunia. Sehingga Indonesia dikenal sebagai Baby Smoker Country,” terangnya.
Sandra mengatakan, peningkatan jumlah perokok anak akan membuat bonus demografi menjadi bencana demografi. Beliau berharap teman-teman generasi muda untuk menjadi agent of change, agen perubahan. Merubah kebiasaan merokok di lingkungannya masing-masing. Jika ada yang merokok, maka diajak untuk berhenti.
“Saat ini sudah ada Quit Line dari Kementerian Kesehatan untuk konsultasi Upaya Berhenti Merokok. Bisa dihubungi di 0800-177-6565,” ungkapnya.
Penulis adalah Bagja Nugraha, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Average Rating