Read Time:2 Minute, 42 Second
Oleh: Nicko Pandawa*
Sepak terjang Hizbut Tahrir memang banyak membuat bingung para penguasa otoriter di berbagai negara. Organisasi yang didirikan oleh Mbah (Syaikh) Taqiyuddin an-Nabhani pada 1953 ini melandasi perjuangan untuk menegakkan Khilafah dengan jalan damai dan mengedepankan dialog. Oleh para penguasa, visi Khilafah ala Hizbut Tahrir dinilai membahayakan status-quo, namun di satu sisi perjuangan menuju ke arah sana dilakukan dengan cara santun, intelek dan nir-kekerasan.
Rezim di berbagai negara terbagi dua dalam menyikapi Hizbut Tahrir. Pertama, menyikapi dengan pelarangan eksistensi gerakan dakwah ini. Negara-negara seperti Rusia, Jerman, Cina, Turki, Bangladesh, Pakistan, negara-negara Arab dan Asia Tengah terpaksa melarang Hizbut Tahrir dan ‘menciderai’ hak kebebasan berserikat rakyatnya dengan dalih demi keamanan negara. Sementara sikap yang kedua adalah membiarkan sambil mengawasi. Sikap ini diambil oleh Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia. Dengan dilematis, negara-negara Barat tersebut terpaksa membiarkan Hizbut Tahrir agar tidak dituduh ‘negara demokrasi yang tidak demokratis’ karena mengekang kebebasan berpendapat dan berserikat warganya, meskipun para petinggi negeri itu seperti Tony Blair di Inggris dan Tony Abbott di Australia seringkali gregetan ingin membubarkan Hizbut Tahrir.
Kini pemerintah RI juga turut menyatakan sikap akan eksistensi Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI), yakni (berencana) membubarkan HTI yang keberadaannya di Indonesia sudah 20-an tahun. Pemerintah beralasan, bahwa sistem Khilafah yang didakwahkan HTI mengancam kedaulatan politik negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sistem negara Khilafah, dalam anggapan pemerintah, akan menghancurkan negeri ini dan memunculkan berbagai ‘dosa’ seperti tiadanya toleransi, menghancurkan nilai Pancasila, anti kebhinnekaan, dan lain sebagainya.
Unreasonable Fear
Seringkali, ketakutan manusia itu didasari kepada asumsi, bukan fakta. Penerapan Syariat Islam diasumsikan akan menimbulkan goncangan, padahal itu masih sebatas asumsi, hipotesa, dan masih belum pasti. Sementara dengan penerapan hukum di Indonesia yang tidak adil dan banyak bobroknya tidak ditakutkan.
Terpampang di hadapan mata, Timor-timur yang dulu bagian dari NKRI, kini telah lepas. OPM dan Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sampai sekarang menjadi ancaman laten. Pun kini muncul pula Gerakan Minahasa Merdeka. Tentu ancaman separatisme itu bukan karena penerapan Syariah dan Khilafah.
Pemerintah yang mengasaskan berbagai kebijakannya berdasarkan sistem kapitalisme-demokrasi telah jelas menelurkan berbagai kebijakan yang tidak pro kepada rakyat. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), liberalisasi SDA, politik belah bambu penguasa atas keberagamaan di tanah air, dan sederet problem lain tentu bukan akibat dari penerapan Syariah dan Khilafah. Kenapa solusi yang ditawarkan HTI ini yang justru dikriminalkan?
Memang, ada beberapa orang yang mengaku sebagai peneliti (tapi tidak teliti) dan intelektual Muslim (tapi lebih mirip provokator pendengki) yang kerap menuduh HTI dan ide-idenya sebagai penyebab kerusakan. Tentu ini merupakan tradisi yang tidak baik. Betapa sering pihak-pihak berwenang seperti pemerintah, aparat, bahkan pejabat kampus yang sering bersikap tidak adil terhadap HTI dan ide Khilafah. HTI dinilai macam-macam tanpa menghadirkan pihak HTI langsung untuk klarifikasi. Banyak juga yang menilai HTI sedemikian rupa hanya dengan berdasarkan diskusi sekali dua kali. Padahal ide HTI yang komprehensif tidak bisa didapatkan dari perjumpaan yang hanya sesekali.
Kesalahpahaman, kegagalpahaman, dan ketakutan yang tidak berdasar terhadap HTI dan ide Syariah-Khilafah ini hanya bisa dihilangkan dengan diskusi yang fair dan berkesinambungan. Tentu dengan niat mencari kebenaran, bukan pembenaran. Jadi, mari kita duduk dan ngopi bersama.
Tulisan ini menanggapi: Khilafah Masuk Kampus
*Penulis adalah Anggota Hizbut Tahrir Indonesia Chapter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating