Terbit : cetakkan II, Juli 2012
Read Time:2 Minute, 25 Second
Judul : Agama Punya Seribu Nyawa
Penulis : Qomaruddin Hidayat
Tebal Halaman : 281 Halaman
Dewasa ini hidup kehidupan manusia bersinggungan dengan agama. Dalam agama, terdapat doktrinisasi manusia untuk taat kepada Tuhan. Secara umum, manusia mengenal dan memeluk agama karena pengaruh agama yang dianut keluarganya.
Orang tua memberikan pemahaman kepada anaknya untuk menjalankan kewajiban sebagai umat beragama. Sementara itu, pemahaman orang tua hanya berdasarkan pengetahuan agama yang turun-temurun. Sebab orang tua hanya mengajarkan dasar beragama kepada anaknya.
Tak jarang dalam menjalani laku kehidupan beragama hanya berdasarkan rasa (Dzauq) ketimbang rasional. Tentunya dengan melalui proses belajar, pergaulan, dan bertambahnya usia, manusia akan berpikir logis terhadap tata laku beragama yang dilakukannya. Meskipun tidak semua keyakinan dan pengalaman beragama bisa dijelaskan secara logis. (hal. 3)
Demikian penjelasan Qomaruddin Hidayat dalam bukunya yang berjudul Agama Punya Seribu Nyawa”. Dalam buku tersebut, Ia pun menjelaskan sepanjang perjalanan sebuah agama secara praktis berbaur dengan tradisi lokal. Agama besar selalu melahirkan tradisi besar. Sementara tradisi budaya yang sudah mapan tidak mudah berubah dan digeser oleh agama. (hal. 253)
Sementara itu, agama memiliki kitab masing-masing. Kitab-kitab itu bertujuan sebagai pelita kehidupan umat beragama. Di sini, penafsiran kitab-kitab agama menyebabkan ragam pemikiran sehingga memunculkan aneka madzhab. Dalam pandangannya, Qomaruddin menegaskan bahwa ragam penafsiran agama merupakan keniscayaan yang harus disyukuri.
Bila melihat hal sedemikian, agama menghadirkan sebuah pandangan yang berbeda dalam kebutuhan pranata nilai dan spiritual. Prinsip-prinsip inilah yang kemudian dideklarasikan sebagai The Universal Declaration of Human rights pada 1948 oleh PBB. Sebab, bila di cermati, subtansi atau esensi ajaran agama memberikan kemaslahatan kepada manusia al-maslahah al-mursalah.
Penafsiran agama dalam realitas kehidupan itulah yang bisa saja berwajah garang atau menyejukkan. Ketika agama sebagai penghambaan diri kepada sang pencipta, banyak pula manusia yang kehilangan esensinya dalam beragama.
Dalam hal ini, manusia yang beragama mematuhi perintah Tuhannya. Ketika manusia memahami secara fundamental, sikap yang muncul adalah tindakan radikal ketika ada orang lain yang tak sepemahaman dengannya. Mana kala janji Tuhan akan ganjaran surga disalahartikan, konflik pun tak terhindarkan. (hal.195)
Manusia pun melakukan peperangan atas nama Tuhan. Alasan inilah pada akhirnya menjadikan Tuhan sebagai penyebab pertumpahan darah. Ini akan terus berlanjut jika perbedaan agama dibesar-besarkan.
Dalam buku setebal 281 halaman ini, sang penulis menyajikan secara mendalam bagaimana pemahaman agama ditafsirkan oleh pengikutnya. Buku ini sangat cocok untuk menambah khazanah pengetahuan tentang isu keberagaman di tengah-tengah hiruk pikuk perbedaan agama yang rentan perdebatan.
MS
Average Rating