Read Time:1 Minute, 53 Second
Kala itu, para jamaah terlihat tengah melakukan shalat malam di suatu masjid. Tak sampai menyelesaikan shalat dan berdoa, sekelompok laki-laki bersenjata yang tidak begitu jelas rupanya telah berlarian di belakang mesjid. Namun sebelum menyadari kehadiran mereka, para jamaah telah dikepung dan dibunuh secara bersamaan.
Itulah salah satu cuplikan film Gerakan 30 September (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI). Menceritakan tragedi pengkhianatan G30S PKI, film ini merupakan gambaran perjuangan rakyat Indonesia terutama militer dalam mempertahankan revolusi. Namun ternyata tak sedikit yang menganggap jika film tersebuta dalah alat propaganda politik. Begitulah pembahasan dalam acara Diskusi Hari Kesaktian Pancasila dan Bedah Film G30S/PKI basecamp Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD), Minggu (01/10).
“Film ini tidak cocok dijadikan sebagai rujukan karena beberapa adegan yang ditambah alias fiksi belaka,” tutur Dicky Prasetya, Pimpinan Umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut sebagai salah satu pembicara.
Menurutnya, kejanggalan ini bisa dilihat dari adegan Dipa Nusantara (D.N) Aidit yang sedang merokok. Padahal menurut pemaparan adik Aidit, Murad Aidit, keluarganya bukanlah pecandu perokok. Ia pun menambahkan anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) melakukan tarian dalam rangkaian film itu. Padahal Gerwani sama sekali tak terlibat dalam peristiwa G30S.
Serupa dengan Dicky, Ketua Umum Kolekan M. Rizzazi Johan mengatakan G30S ini hanyalah permainan belaka. Tidak semua yang dilakukan PKI ini mengajukan pada permusuhan dan melawan pemerintah atas politisme. Sebab, gambaran pengkhianatan G30S ini secara keseluruhan tidak memiliki tujuan yang jelas. “Kami anak bangsa indonesia akan meninjau isu-isu PKI secara pro atau kontra,” ujarnya, Minggu (1/9).
Berbeda dengan M.Rijazzi Johan, Ketua Umum KMSGD Mubarok justru menanggapi jika G30S ini lahir karena penerapan demokrasi di Indonesia. Alhasil, muncullah lima partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). “ Kita harus tahu semua sistem dari lima pemilu dalam penerapannya,” ujarnya, Minggu (1/9).
Sehingganya Ketua Lentera HAM Rausan menegaskan jika kasus G30S bukanlah kesalahan salah satu pihak. Setiap angkatan di tahun 1920,1926,1948 dan 1965 memiliki gerakan-gerakan dengan ideologi yang berbeda. Komunis pun berinisiatif untuk membenarkan ideologi mereka. Namun, perbedaan antara komunis dan PKI ini sangatlah jauh, sebab PKI ini termasuk dari golongan induvidual. “Kita hanya bisa mendukung negara untuk menyelesaikan kasus masa lalu,” tuturnya, Minggu (1/9).
MS
Average Rating