Read Time:3 Minute, 35 Second
GAZA – Warga Gaza menuntut haknya untuk merdeka. Tuntutan itu kembali disuarakan masif dalam beberapa pekan terakhir, meski harus ditebus dengan luka dan syahidnya anak-anak muda Palestina. Seperti aksi terkini Great Return March, Jumat (2/11) lalu. Hampir 7.000 warga Palestina terlibat dalam demonstrasi besar Jumat (2/11) itu. Sebagian besarnya berkumpul di dekat area tenda yang terletak lebih dari 2.000 kaki dari pagar perbatasan.
Namun sekali lagi, aksi di sepanjang pagar perbatasan itu berujung pada darah dan duka. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 87 orang terluka akibat penggunaan peluru tajam dari serdadu Israel. Peluru yang digunakan pun diduga kembali menggunakan peluru yang bakal meledak ketika sudah tertancap di targetnya (explosive bullets). Sebuah peluru yang menjadi bagian dari kejahatan perang, menyebabkan beberapa pemuda Gaza mengalami cedera serius.
Turut menyaksikan perjuangan warga Gaza merebut kembali tanah airnya, Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah mendirikan Dapur Umum Indonesia di Gaza. Dapur Umum beroperasi sejak akhir Oktober lalu, mulai Senin (29/11). Sampai laporan ini diunggah, Dapur Umum ACT telah mendistribusikan puluhan ribu paket makanan siap santap untuk para pejuang kemerdekaan Palestina.
Pendistribusian dilakukan di beberapa daerah mencakup perbatasan kota Gaza dengan Gaza Utara, seperti Al Salateen, Mashrou Amer, dan Al Sawarka yang termasuk daerah termiskin di Gaza. Sarana umum seperti sekolah dan rumah sakit juga tak luput menjadi tujuan implementasinya.
Tak hanya di bagian utara Gaza, distribusi paket makanan dari Dapur Umum ACT di Gaza meluas hingga wilayah selatan. Selama beberapa hari berturut-turut, sejak Sabtu (3/11) sampai Selasa (6/11) menyasar ke wilayah Khan Younis, Rafah, Al Shouka, sampai As Soltan. Seluruhnya berada di sepanjang perbatasan Gaza dengan Israel.
Andi Noor Faradiba dari Global Humanity Response (GHR) – ACT melaporkan, Senin (5/11) kemarin timnya mendistribusikan hasil olahan Dapur Umum Indonesia untuk para warga Gaza. Distribusi paket pangan difokuskan untuk mereka yang sedang ikut dalam barisan depan aksi Great Return March. Sekitar seribu santapan dengan bermacam menu disiapkan, berupa roti lapis, nasi kentang, air mineral dan jus buah kemasan hadir untuk para pejuang kemerdekaan Palestina.
“Alhamdulillah, Dapur Umum – ACT sudah hadir kembali di Gaza sejak akhir Oktober lalu. Makanan siap santap menemani para pejuang Great Return March. ACT berharap bisa membersamai mereka hingga lama, tidak hanya satu minggu ini saja, mungkin satu bulan ke depan, insya Allah,” tutur Faradiba.
Selama hak untuk merdeka belum didapat, emosi bakal belum berakhir di tapal batas Gaza dan Israel. Beberapa waktu lalu di pekan pertama Oktober, tiga anak palestina dikabarkan menjadi korban serangan Zionis.
Mereka kembali kehilangan nyawa anak-anak yang tak bersalah. Khaled Abu Said (13), Abdulhamid Abu Daher (13), dan Mohammed Assatri (14) meninggal dunia hanya karena disangka ingin mendekati pagar perbatasan padahal mereka tengah bermain layang-layang.
Gaza pun kembali berduka walau duka tak pernah menghilangkan sedikitpun asa untuk melawan.
“Great Return March tidak akan berhenti sampai mereka memenuhi keinginan kami. Pertama dan paling utama adalah pencabutan blokade sepenuhnya dari jalur Gaza dan mengakhiri penderitaan dua juta orang Palestina yang terkepung,” kata seorang warga Gaza yang dilansir oleh middleeastmonitor.com pada Senin (5/11).
Perjuangan yang terus berlanjut
Hari demi hari tak kunjung membaik bagi warga Palestina yang hidup di sepanjang petak perbatasan Gaza. Sejak Zionis memblokade tanah kelahiran mereka, warga Palestina telah mengalami banyak kehilangan. Jiwa, harta, benda, bahkan beberapa menganggap harga dirinya telah terenggut oleh mereka yang berkuasa. Merdeka, tak pernah sama sekali dirasa oleh mereka, warga Palestina di tanah Gaza.
Menurut laporan tahunan PBB pada September 2018, tingkat pengangguran Palestina mencapai 27,4%. Angka ini terus melonjak terutama sejak blokade total atas Gaza dimulai tahun 2007 silam. Hari ini, angka itu merupakan angka tertinggi di dunia. Sementara produk pertanian mengalami penurunan tajam hingga 11%. PBB juga menyatakan, apabila blokade belum juga usai, maka tingkat pengangguran akan terus bertambah. Serupa penjara raksasa, di atas tanah sendiri tapi dikurung, warga Gaza makin tak berdaya.
Tak ingin situasinya semakin memburuk, sudah sejak tengah tahun 2018 lalu, warga Palestina di Gaza dan sekitarnya turun ke jalan, berupaya membela diri dengan menuntut haknya menjadi manusia merdeka. Aksi itu mereka lakukan dengan tajuk Great Return March. Aksi sudah dimulai sejak Jumat, 30 Maret lalu, tuntutan utamanya adalah pengembalian tanah Palestina yang direnggut sejak 1949 silam.
Melansir Al Jazeera, sudah sejak 30 Maret lalu, Great Return March telah merenggut nyawa 210 warga Palestina, dan melukai lebih dari 18.000 jiwa, mayoritas merupakan warga Gaza.[]
Average Rating