Kalimat Tauhid atau Bendera

Kalimat Tauhid atau Bendera

Read Time:2 Minute, 6 Second

Kalimat Tauhid atau Bendera
Berbagai  perbincangan mengenai ideologi akhir-akhir ini banyak bermunculan, bahkan ada juga yang tidak tahu apa itu ideologi. Begitu juga dengan berbagai problematik yang terjadi di masyarakat. Berawal dari itu Mufakat Budaya Indonesia (MBI) melaksanakan diskusi publik untuk menjawab mengenai hal-hal yang terjadi di Indonesia. Diskusi diselenggarakan di  Ruang Diorama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (26/10).

Diskusi bertema Membincang Kembali Ideologi Indonesia; Di Mana Sebenarnya Tempat Ideologi Indonesia Dalam Kehidupan Kita?”membahas isu-isu mutakhir yang ada di Indonesia. Dihadiri oleh empat pembicara yaitu Guru Besar UIN Jakarta Azyumardi Azra, Budayawan Radhar Panda Dahana, Aktivis Perempuan Musdah Mulia, dan Ahli Politik Indonesia Mochtar Pabottingi.

Azyumardi Azra dalam diskusi ini menyinggung mengenai pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Menurutnya, yang dibakar itu bukanlah kalimatnya, melainkan bentuk benderanya saja. “Maka dari itu jangan pernah menjadikan kalimat tauhid sebagai simbol dari sebuah politik,” ucapnya.

Kemudian, Azra menanyakan kepada audiens. “Masih relavankah pancasila?” ruang auditorium itu pun hening sejenak. Kemudian, Azra melanjutkan dengan mengatakan pancasila masih relavan, begitu juga dalam penggunaannya sebagai kode etik politik. Pancasila selain sebagai dasar negara, pancasila juga dipertegas sebagai ideologi Negara Indonesia.

Tak hanya Azra, Mochtar Pabottingi juga menegaskan, peristiwa pembakaran bendera merupakan perintilan kebenaran. Menurutnya, organisasi masyarakat keislaman tak akan membakar kalimat tauhid. Ia meminta agar masyarakat harus menggunakan kewarasan dalam menyikapi kasus tersebut. “Banser tidak mungkin membakar tauhid,” ujarnya.

Pembicara ketiga, Musdah Mulia membagi kondisi bangsa ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok yang menerima pancasila, kelompok yang menolak pancasila, dan kelompok yang tidak tahu pancasila. Kelompok yang menerima pancasila adalah kelompok tahu akan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Berbeda dengan yang menolak pancasila, mereka tahu namun tak setuju jika dijadikan sebagai ideologi negara. Ada pun yang tidak tahu apa itu pancasila, mereka tidak kenal falsafah bangsa. “Terlalu banyak energi bangsa ini terkuras untuk hal-hal yang tidak bermutu,” jelasnya.

Seperti halnya peserta dari perwakilan Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Sinta. Ia mengatakan bahwa motivasi utamanya mengikuti diskusi ini untuk menambah ilmu dan bisa mengetahui pemasalahan terkini. “Banyak di luar sana mempermasalahkan bendera. Saya kesini supaya lebih tahu bagaimana kejelasannya,” ujarnya, Jumat (26/10).

Diskusi publik ini merupakan rangkaian pra-acara menuju Temu Akbar Mufakat Budaya Indonesia 2018. Diskusi kali ini merupakan yang kedua setelah dilaksanakan di Bantara Budaya Jakarta (18/10).

MBI merupakan forum terbuka untuk pemufakatan gagasan-gagasan keindonesiaan sejak 2007 lalu. MBI ini merupakan kumpulan para cendikiawan, seniman, kepala adat dan budayawan yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.

HA

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Keadilan Sosial Bagi Perempuan Menuju Pembangunan Negara Previous post Keadilan Sosial Bagi Perempuan Menuju Pembangunan Negara
Menghidupkan Kembali Seni Islami Next post Menghidupkan Kembali Seni Islami