Membangun Digoel Lewat Cita-Cita

Membangun Digoel Lewat Cita-Cita

Read Time:3 Minute, 36 Second

Membangun Digoel Lewat Cita-Cita

Judul               : Boven Digoel
Genre              : Biografi, drama, dokumenter
Durassi            : 93 menit
Tahun              : 2017

John merupakan seorang dokter yang mengabdikan dirinya di daerah pelosok. Dalam perjalanannya John dihadapkan dengan berbagai macam persoalan terkait dengan layanan kesehatan di sana.

John Manangsang (Joshua Matulessy) adalah seorang pemuda asli Papua, Sentani, Irian Jaya. Sebagai pemuda desa, kesehariannya dihabiskan untuk berkebun. Sebagai anak tertua dari ibu tunggal, John mempunyai tanggung jawab besar yaitu mencukupi kebutuhan keluarga dan  menyekolahkan adik-adiknya.

Terlahir di desa yang sangat jauh dari hiruk-piruk perkotaan tak membuatnya minder. John tetap yakin suatu saat akan menjadi seorang pilot sesuai dengan impiannya sedari kecil. Profesi pilot terbesit karena keinginannya mengelilingi dunia.

Akan tetapi, mewujudkan impiannya bukanlah hal mudah. Meskipun berusaha dengan keras John tetap harus menerima kenyataan pahit. Ternyata tinggi badannya tidak sesuai kriteria yang disyaratkan sekolah pilot milik pemerintah di wilayahnya.

Untuk mengobati kegagalannya John pun berinisiatif mendaftar di perusahaan penerbangan dan diterima dibagian air traffic control (yang berkomunikasi dengan pilot). Namun, obsesinya menjadi pilot masih terus diperjuangkan. . Hingga John memutuskan melakukan berlayar selama 10 hari ke Jakarta untuk mencari dokter yang bisa menaikan tinggi badan.

Setelah terluntang-lantung selama berhari-hari di Jakarta. Jhon tiba-tiba teringat dengan kejadian yang pernah ia saksikan pada saat bekerja di bandara. Beberapa warga di daerahnya meninggal akibat terlambatnya penanganan medis. Ia merasa prihatin dikarenakan pasien tersebut meninggal karena tak ada dokter di daerahnya, sehingga banyak dari pasien yang terlambat diselamatkan.

Hal ini membuat John terganggu, rasa gelisah bayang-bayang kematian pasien dari pedalaman. Situasi ini mengubah pendirian John untuk menjadi dokter sebagai pekerjaan mulia dan menolong orang yang membutuhkan. Kabar tersebut disambut baik oleh mama Jhon. Sebagai orang tua, Mama John tetap membiarkan anaknya mengambil keputusan.

Sementara itu, keinginan menjadi dokter mendapat respon pro dan kontra dari kampung halamannya. Para tetangga meremehkan Jhon dikarenakan bukan rahasia umum lagi masuk sekolah kedokteran sulit dan mahal sementara ekonomi keluaraganya pun sendiri susah. Mama John sama sekali tak menghiraukan guncingan warga dan tetap memberi dukungan pada anaknya.

Berkat doa orang tua, John diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Setelah lulus dari UI, John yang telah berkeluarga kembali ke Distrik Boven Digoel (Tanah Merah), Merauke mewujudkan impian lama. Impian untuk menjadi dokter agar tidak ada nyawa melayang dalam perjalanan dari pedalaman ke pusat kota karena jarak ditempuh sangat jauh. Konstribusi John melalui profesinya dimulai di Tanah Merah dan sekitarnya.

Pengabdian John bersama para suster dari Tanah Merah dimulai dari Kampung Mariam dan disambut dengan baik. Perihal pemeriksaan ini terdengar luas hingga ada lelaki paruh baya menghampiri John untuk melakukan pengecekan kondisi anaknya yang bernama Bretha. Ternyata Bretha kekurangan gizi yang membuat tidak bisa berjalan dan harus diberikan perawatan secara intensif. Dikarenakan klinik Digoel tidak memiliki ruang inap Bretha dirawat di kediaman John.

Di sisi lain, profesinya sebagai dokter menjadi tantang bagi John dan para suster. Tak di setiap kampung yang dikunjunginya disambut dengah hangat. Seperti halnya di Kampung Mouh, masyarakatnya tak peduli dengan dokter yang akan melakukan layanan kesehatan. Mereka masih percaya dengan dukun serta dengan cara pengobatannya.

Di sisi lain, profesinya sebagai dokter menjadi tantang bagi John dan para suster. Tak di setiap kampung yang dikunjunginya disambut dengah hangat. Seperti halnya di Kampung Mouh, masyarakatnya tak peduli dengan dokter yang akan melakukan layanan kesehatan. Mereka masih percaya dengan dukun serta dengan cara pengobatannya. Kepercayaan masih dianut hingga proses persalinan menggunakan dukun serta dibawa ke hutan.

Pasalnya, bukan hanya polemik itu saja yang terjadi. Lantaran di bagian wilayah pedalaman dan terpencil alat medis menjadi persoalan utama harus ditangani. Saat persalinan seorang wanita bernama Agustina harus melakukan operasi sesar. Sementara itu, alat untuk melalukan operasi tidak memadai. Sebagai seorang dokter yang ingin menyelamatkan nyawa pasien, John dalam terpaksa mengambil keputusan operasi dilakukan menggunakan silet dikarenakan alat operasi menjadi kendala.

Dengan sumber daya alam yang melimpah Digoel (Tanah Merah) masih mempunyai kekurangan dalam sumber daya manusianya. Dalam Film berjudul Boven Digoel menunjukkan bahwa wilayah pedalaman dan terpencil membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk layanan kesehatan juga mensejahterakan rakyatnya. Film ini juga sebagai cerminan bahwa pemerintah masih belum menjangkau daerah-daerah pelosok.

NURUL DWIANA

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Keterbatasan Fisik Tak Menghalangi Prestasi Previous post Keterbatasan Fisik Tak Menghalangi Prestasi
Menghalau Dingin di Tanah Agresi, Idlib Next post Menghalau Dingin di Tanah Agresi, Idlib