Read Time:2 Minute, 3 Second
Oleh: Bayu Wahyudin*
Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) merupakan rangkain acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Acara ini diselenggarakan sebagai proses pengenalan awal seputar kehidupan kampus dan seluk-beluk kegiatan mahasiswa serta sebagai sambutan terhadap para mahasiswa baru. Rangkaian kegiatannya biasa dilakukan sekitar empat hari, mulai dari pengenalan tingkat universitas, fakultas hingga jurusan.
Dalam kurun waktu tersebut, para mahasiswa baru akan dijejali berbagai materi dan kegiatan-kegiatan seremonial yang cukup melelahkan. Karena setiap harinya, PBAK berlangsung seharian penuh. Belum lagi dengan adanya beberapa tugas dan perlengkapan-perlengkapan yang dibebankan kepada mahasiswa baru, membuat mereka seolah kewalahan. Sebagai seorang yang pernah mengikuti PBAK, kiranya saya cukup pengalaman untuk menceritakannya.
Selama PBAK, para mahasiswa baru diwajibkan melengkapi diri dengan segala macam perlengkapan yang dibebankan kepada mereka. Perlengkapan ini mulai dari identitas diri, seperti selempang, id card, topi, dasi, pin, kertas asturo, dan lain-lain. Bahkan ketika era saya dulu, dihari terakhir sempat disuruh membawa bunga mawar dan cokelat segala. Saya kira ini rada unik, mungkin perlengkapan-perlengkapan yang tak kalah uniknya juga dibebankan kepada teman-teman di jurusan atau fakultas lainnya.
Momen PBAK ini, jika ditilik dari sudut pandang bisnis memang bisa menguntungkan. Dimana perlengkapan PBAK bisa dijadikan komoditas untuk mendatangkan laba. Meskipun hanya diselenggarakna setahun sekali, tapi pangsa pasarnya jelas, yakni mereka para mahasiswa baru yang jumlahnya bisa mencapai enam ribuan orang. Dalam waktu yang bersamaan, enam ribu mahasiswa baru ini membutuhkan perlengkapan yang relatif sama, selempang misalnya.
Hal ini membuat permintaan (demnad) terhadap perlengkapan dan pernak-pernik PBAK meningkat. Bayangkan saja, jika seorang penjual berhasil memasarkan 500 selempang saja, dengan estimasi keuntungan setiap selempang sekecil-kecilnya Rp.10,000/selempang, maka terlihat berapa keuntungannya. Jadi, tak heran jika menjelang PBAK, banyak pihak-pihak yang menawarkan dan menjajakan perelngkapan-perlengkapan tersebut.
Oleh karena itu, demi menjaga marwah PBAK yang begitu penting bagi para mahasiswa baru, maka marilah kita jaga proses berlangsungnya. Karena jika berbicara soal PBAK, masalahnya bukan hanya soal monopoli penjualan atribut saja, masih ada persoalan lainnya. Janganlah kita nodai kegiatan yang sebetulnya mengasikkan ini dengan ego dan kepentingan pribadi. PBAK ini sudah seperti hajatan kampus selain pemilu raya, yang mana didalamnya melibatkan hampir seluruh civitas akademika. Semoga saja kedepannya PBAK semakin riang gembira, dipenuhi cinta dan gelak tawa, serta meninggalkan kesan “saya tak menyesal masuk UIN Jakarta” pada setiap pesertanya.
*Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Average Rating