Sang Pemberani di Kutolama

Sang Pemberani di Kutolama

Read Time:3 Minute, 6 Second

Sang Pemberani di Kutolama

Kisah masa lalu Rinto yang kelam, tak membuatnya pupus harapan. Bersama penduduk di Kutolama, Rinto justru menyebarkan kebaikan dengan menolong penduduk yang tertindas.
Bunyi Kereta api menderu kencang, Gorden berwarna merah terbuka perlahan. Tampak kilatan cahaya biru dan kuning menyoroti area panggung. Menampilkan pelataran sebuah stasiun di Kutolama. Beberapa warung makan tersaji di sisi belakang dengan background bangunan klasik berwarna putih disertai lengkungan pintu abu-abu. Deretan meja dan kursi tertata rapi. Bunyi gong ketiga menggema.
Rinto (Kevin Jones Levar) merupakan tokoh peran dalam perjalanan seorang diri, merantau ke Stasiun Kutolama karena ingin mencari suasana baru dan ingin melupakan semua kejadian kelam yang dialaminya. Pasalnya, saat itu Rintotelah melakukan pembunuhan terhadap temannya. Ditambah lagi dengan kepergian ibunya yang membuatnya sangat begitu terpukul dan putus asa.
Semenjak kejadian itu, Rinto memilih pergi meninggalkan rumahnya. Tokoh Rinto terus berjalan sembari menangis terisak-isak diperlintasan kereta api dan berniat untuk bunuh diri. Tak disangka, datang seorang anak remaja (Asep) menyelamatkan nyawanya. Rinto pun sadar akan kebodohannya untuk mengakhiri hidup. Melihat kebaikan Asep, Lantas Rinto mengunjungi tempat yang ditinggali Asep. Hingga akhirnya, Rinto pun bergabung dengan para penduduk di sekitar stasiun Kutolama.
Mereka pun sudah menganggap Rinto sebagai keluarganya sendiri. Suatu ketika, Rinto melihat seorang Bapak menangis tersedu-sedu berlutut di bawah kaki Bu Farida (Rosaline Eva Wijaya). Bapak tersebut menangis akibat bentakan keras dari Bu Farida yang ketika itu sedang menagih hutang. Melihat kejadian itu, dengan rasa solidaritasnya yang tinggi, Rinto lantas menyelamatkan Bapak tersebut dengan melunasi hutangnya. Rinto digambarkan sebagai sosok heroik di Kutolama yang sering menyelamatkan penduduk sekitar dari para rentenir kejam dan preman-preman bengis. 
Bukan hanya itu, Rinto juga pernah menolong seorang gadis belia bernama Wati (Angelicya Duarta) yang hampir putus sekolah karena masalah biaya. Lantas, Rinto dengan rasa sosialnya yang tinggi melunasi semua biaya sekolah Wati. Bahkan Rinto pun pernah menolong seorang wanita muda bernama Dana (Erna K. Siallagan) dalam proses melahirkan bayinya. Rinto datang sebagai penyelamat dalam proses kelahiran Dana. 
Rinto sang penyelamat penduduk Stasiun Kutolama telah merasakan kebahagiaannya. Namun semua kebahagiaan itu sirna begitu saja, dua orang polisi datang menangkap Rinto. Pasalnya, Kedua polisi menceritakan bahwa Rinto telah membunuh temannya. Tanpa berkutik, Rinto pun memasrahkan diri kepada polisi. Ia kemudian berpamitan kepada orang-orang di Kutolama. Disertai isakan tangis, para pelayan dan orang-orang stasiun Kutolama merelakan kepergian Rinto.
Drama Musikal bertajuk Peron ini dipentaskan di Gedung Graha Bhakti Budaya pada 11 sampai12 Oktober. Drama Musikal Peron merupakan Drama Musikal produksi D’Artbeat yang ke-12. Disadur dari naskah asli Suatu Saat di Stasiun karya Varian Adiguna. Dikembangkan oleh Tim Kreatif D’Artbeat menjadi sebuah tontonan panggung yang kekinian, menarik namun juga menyentuh.
Menurut Sutradara Ibas Aragi, Drama musikal Peron ini mengadaptasi dari Drama Musikal ketiga berjudul Suatu Saat di Stasiun karya Varian Adiguna. Beberapa adaptasi yang ditampilkan dengan menampilkan penambahan tokoh-tokoh, lagu-lagu dengan aransemen baru yang akan membuat kisah lama mampu dibangkitkan kembali dengan cita rasa yang baru. Latar Peron menurut Ibas menjadi penghubung di mana berbagai latar belakang kalangan masyarakat berkumpul menjadi satu. “Selain itu, barbagai kisah, polemik, dan tragedi terungkap dan dimunculkan di tempat ini,” ujar Ibas pada Jumat (11/10)
Wakil pimpinan D’Artbeat, Grace Kusno mengatakan, Drama Musikal Peronini produksi ke-12 dari D’Artbeat. Sebelumnya, D’Artbeat telah memproduksi karya drama di antaranya berjudul Inspektur jenderal, Pulang, Stasiun, Satu Kata dan masih banyak lagi. D’Artbeat telah memproduksi berbagai macam Drama sejak 2003. Nama D’Artbeat sendiri berarti detak seni. Untuk pemain dan yang berperan di belakang panggung ±100 orang. “pemain drama yang naik ke atas panggung ada sekitar 50-an dan orang yang di belakang panggung 50-an orang,” ungkap Grace saat ditemui di Gedung Graha Bhakti Budaya Lantai 1, Jumat (11/10).

Ika Titi Hidayati

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Sokong Mahasiswa Berbeasiswa Previous post Sokong Mahasiswa Berbeasiswa
Fenomena Pendidikan Sarjana Kertas Next post Fenomena Pendidikan Sarjana Kertas