Emka, dari Wartawan hingga Novelis

Emka, dari Wartawan hingga Novelis

Read Time:2 Minute, 50 Second


Emka, dari Wartawan hingga Novelis
Nama ‘Emka’diambil dari singkatan nama almarhum ayahnya yang sering di panggil dengan sebutan ‘Haji Markun’. Dahulu, Emka merupakan seorang santri di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, Denanyar, Jombang. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Jurusan Pendidikan Bahasa Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1993.
Semasa kuliah, Emka aktif di beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa. Mulai dari Kelompok Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan, Paduan Suara, dan beberapa organisasi lainnya. Emka hidup dengan membiasakan dirinya untukmandiri dengan mengajar privat sampai mengamen dengan Lapaloma—nama bandnya saat itu.
Menulis juga menjadi hidup seorang Moammar Emka. Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur ini memulai karirnya dengan menulis. Ia gemar mengirim artikel dan tulisannya ke koran-koran. Sampai akhirnya, Emka pun menjadi wartawan di Berita Yudha saat dirinya menginjak semester 7.
Seleksi untuk menjadi wartawan pada era tahun 90-an tidaklah mudah. Media massa belum banyak jumlahnya. Hanya terdapat beberapa perusahaan surat kabar seperti Kompas, Media Indonesia, Berita Yudha, dan sedikit lainnya. Menurut Emka, menjadi wartawan kala itu adalah hal yang keren. Ia menjadi salah satu dari belasan orang terpilih dari proses seleksi wartawan yang melibatkan ratusan orang lainnya.
Alat komunikasi di era 90-an—seperti yang kita tahu—belum sebanyak dan secanggih sekarang. Rata-rata orang menggunakan‘radio panggil’ untuk berkomunikasi jarak jauh. Dengan alat itu lah wartawan menerima tugas liputan mereka. “Untuk mencari informasi dan sumber berita benar-benar harus turun kelapangan, tidak bisa via Whatsapp apalagi Google,” gurau Emka, Kamis (30/10).  
Pengalaman pertama Emka sebagai wartawan adalah menulis Rubrik Entertainment. Perihal kehidupan di ibu kota, profil kafe berkelas, sampai hotel yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Emka pun mulai berpindah-pindah kebeberapa media lain, salah satunya Media Popular. Salah satu rubrik yang ia isi di sana adalah Liputan Malam.
Sering mengisi Rubrik Liputan Malam, Emka mulai terbiasa dengan fakta-fakta liputan yang ia dapat. Menguak seluk-beluk ibu kota dan tempat-tempat seperti club malam. Kasus seks dalam gerbong kereta pernah menjadi headline-nya. Dari sana, Emka akhirnya mulai mengumpulkan tulisan-tulisan beritanya dan terinpirasi untuk menyusun buku dari sana.
Kemudian lahirlah buku berjudul Jakarta Undercover pada tahun 2003. Buku tersebut melejitkan nama Emkasehingga dikenal banyak orang. Karena konten yang bagus dan tidak biasa tersebut, Jakarta Undercover mulai ramai dibincangkan banyak orang serta media.Menanggapi respons baik yang ada, Emka kembali menerbitkan Jakarta Undercover ke-2 pada 2005, ke-3 pada 2007, dan ke-4 pada 2015.
Jakarta Undercover ternyata menarik minat rumah produksi untuk memfilmkannya. Velvet Films–Rexinema Pictures dan Kharisma StarVision Plus memproduksi film Jakarta Undercover pada tahun 2006. Beberapa tahun setelah itu—tepatnya 2017—Grafent Pictures Demi Istri Production juga memproduksi film Moammar Eka’s Jakarta Undercover yang disutradarai oleh Fajar Nugros. Kedua film tersebut diangkat dari buku Emka yang menceritakan dunia malam ibu kota.
Tak hanya sebatas ‘Undercover’, Emka juga telah menulis lebih dari empat puluh buku dan novel lainnya. Ia melanjutkan karirnya dengan mendirikan perusahaan penerbitan buku yaitu Gagas Media. Baru-baru ini, Emka menerbitkan bukunya sendiri dengan penerbitan yang baru ia dirikan seperti buku bergenre roman berjudul Pelaminan Hujan.
Perjalanan hidup Emka tentu tak luput dari kegagalan. Ia mengatakan, gagal merupakan proses mencapai keberhasilan yang tertunda. Semua tergantung dari sudut pandang mana orang melihat suatu kegagalan—yang Tuhan ciptakan agar manusia beristirahat dalam perjalanannya. “Bukan berarti berhenti, tetapi menyiapkan bagaimana sesudahnya kamu mencapai tujuanmu,” pungkas Emka ketika diwawancarai di rumah makan miliknya—Makang Makang, Jakarta Selatan.
NQ

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Tindak Media terhadap Diskriminasi Agama Previous post Tindak Media terhadap Diskriminasi Agama
Pengusaha Muda Berjiwa Sosial Next post Pengusaha Muda Berjiwa Sosial