Read Time:3 Minute, 27 Second
Omnibus Law (OL) telah banyak diterapkan di berbagai negara dengan tujuan untuk memperbaiki regulasi dalam rangka meningkatkan iklim dan daya saing investasi. OL dikatakan bermanfaat untuk efisiensi proses perubahan atau pencabutan serta menghilangkan tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan.
Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Elen Setiadi menyebutkan, tujuan OL di Indonesia ialah untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya secara merata. “Dengan cara kemudahan dan perlindungan usaha mikro kecil menengah serta perkoperasian, peningkatan ekosistem investasi, kemudahan berusaha, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, investasi pemerintah pusat, dan percepatan proyek strategis nasional,” ungkapnya, Rabu (11/3).
OL merupakan sebuah metode penyusunan undang-undang (UU). Omnibus berarti for everything dalam bahasa Latin. Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi Elena Ekarahendy mengatakan, OL merujuk pada satu regulasi baru yang dibentuk untuk menggantikan lebih dari satu regulasi lain yang sudah berlaku serta menggantikan beberapa pasal di satu regulasi dan saat bersamaan mencabut seluruh isi regulasi lain. OL pun dapat disebut UU sapu jagat dalam padanan kata bahasa Indonesia.
Elena juga menjelaskan, rencana OL di Indonesia terdiri dari UU Cipta Kerja (dahulu Cipta Lapangan Kerja), Kefarmasian, Pajak, dan Ibu Kota Negara. Salah satunya ialah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Cika) yang merevisi 79 UU dengan 1.244 pasal, betujuan memangkas prosedur hukum yang dianggap menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Terdapat beberapa aspek terkait malapetaka RUU Cika. RUU tersebut dinilai tidak transparan dan partisipatif karena bertolak belakang dengan kebutuhan masyarakat serta tidak berdasar kemakmuran masyarakat. Elena juga menyebutkan, OL mensyaratkan penghancuran ruang hidup lewat ekstraksi sumber daya alam besar-besaran dan ekstraksi tenaga kerja manusia.
RUU Cika disebut dapat menimbulkan perbudakan modern bagi buruh. Seperti contohnya kontrak kerja seumur hidup, penyesuaian kemudahan pemutusan hubungan kerja, penghapusan upah lembur, dan potensi upah per jam. Terlebih lagi, usaha mikro kecil menengah diatur tidak perlu mengikuti upah minimum selama di atas garis kemiskinan. Penetapan upah minimum pun mengikuti provinsi yang berpotensi lebih rendah dari kota/kabupaten dan sektoral. “Jadi kalau hanya sekadar kerja, Belanda dan Jepang dulu juga bisa dibilang menciptakan lapangan kerja,” ujar Elena, Rabu (11/3).
Menurut Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Indra Rahmatullah, perlu ada laporan penilaian terlebih dahulu apakah bangsa Indonesia mampu mengadopsi Ominbus Law Cipta Kerja. Dari assessment report tersebut, akan ditemukan kelebihan dan kekurangan ketika suatu negara menerapkan konsep Omnibus. “Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Vietnam, dinilai oleh World Bank,” kata Indra, Selasa (3/17).
Indra juga berpendapat, penerapan sebuah RUU yang jelas harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang undangan, yaitu asas formal dan asas materiel. Hal tersebut terdapat dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. “Bila kedua asas ini ditinggal, maka RUU tersebut akan cacat hukum,” pungkasnya.
Mahasiswa Menolak Omnibus Law
Tak hanya dari kalangan buruh, penolakan juga turut datang dari kalangan mahasiswa. Sejumlah Mahasiswa UIN Jakarta kembali menghidupakan Aliansi #CiputatMenggugat yang mana juga melakukan aksi tolak RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana silam. Sempat melakukan diskusi publik Omnibus Law Gak Bikin Selaw?, mereka pun melakukan aksi lanjutan untuk menolak OL yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. “Kami ingin mengajak parah mahasiswa satukan suara untuk tolak OL. Banyak sekali mahasiswa yang tidak tau tentang OL, padahal nanti kita juga yang bisa jadi merasakan dampaknya,” ungkap Harniti Diah selaku Koordinator Lapangan aksi tersebut, Senin (9/3).
Pengkajian serupa juga datang dari pihak Dewan Eksekutif Mahasiswa(Dema) UIN Jakarta. Ketua Dema-U Sultan Rivandi mengatakan, mereka masih akan melakukan pendalaman dan kajian strategis OL yang bermasalah dan terus berkoordinasi dengan kelompok aliansi buruh. “Sejauh ini, beberapa poin di dalam OL kami tolak,” ujar Sultan Rivandi saat diwawancarai ketika Dema-U menggelar diskusi di depan sekretariatan dema, Senin (9/3).
Menurut Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Hamid Maulana, ada berbagai hal yang membuat RUU Cika menjadi cacat dari segi hukum, sosial, bahkan moral. Banyak aturan yang tak manusiawi bahkan hanya mementingkan kepentingan korporasi. Itu adalah implikasi dari ramahnya pemerintah terhadap ladang uang mereka yakni investor. Hamid melanjutkan, aturan pada OL akan memberatkan pekerja dan tentu sangat menguntungkan para petinggi dari korporasi terkait.
Aldy Rahman
Average Rating