Pendidikan Militer Mahasiswa: Apa Kata Mereka?

Pendidikan Militer Mahasiswa: Apa Kata Mereka?

Read Time:2 Minute, 45 Second

 

Pendidikan Militer Mahasiswa: Apa Kata Mereka?


Wacana pendidikan militer bagi mahasiswa tengah digaungkan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang berkerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Rencananya, pendidikan militer tersebut wajib diikuti oleh mahasiswa selama satu semester. Tujuannya tidak lain adalah adalah untuk meningkatkan kualitas mahasiswa tidak hanya kreatif dan inovatif, melainkan juga menumbuhkan rasa cinta bagi bangsa dan negara dalam kehidupannya sehari-hari.

Beragam reaksi dan narasi pun bermunculan dari masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa. Beberapa dari mereka bahkan menilai wacana tersebut kurang efektif. Sebab di lingkup universitas sendiri, biasanya terdapat beberapa organisasi yang menjadi wadah untuk menerapkan pendidikan militer. Salah satu contohnya ialah Resimen Mahasiswa (Menwa).

Menanggapi wacana tersebut, Kepala Urusan Operasional Menwa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta M. Syarif Hidayatullah Akbar mengatakan, Kemenhan lebih baik fokus kepada Menwa yang pada dasarnya sudah menerapkan pendidikan militer. Ia menambahkan, seandainya organisasi yang sudah menerapkan kemiliteran tersebut lebih difokuskan dan lebih dipadai fasilitasnya, artinya kampus pun harus memfasilitasi dengan baik. “Ditambah jika ada dukungan moral maupun materiel, undang-undang yang lebih jelas, serta koordinasi,” kata Akbar, Senin (21/9).

Lebih lanjut, Akbar menilai jika wacana pendidikan militer benar diterapkan, hal tersebut akan menjadi gangguan. “Kita tidak tahu secara koordinasinya bagaimana, siapa yang tertingginya, siapa yang dibawahnya, siapa yang bertanggung jawab, ini belum sama sekali jelas, kemungkinan hal-hal seperti inilah yang menurut saya akan menjadi gangguan terbesar ketika program itu diterapkan,” jelasnya.

Namun, Akbar juga menambahkan kalau pendidikan militer tentu mempunyai dampak positif dan negatif tersendiri. Dampak positifnya yaitu menambah jiwa dan rasa tanggung jawab, kedisiplinan, dan loyalitas. Sedangkan dampak negatifnya, kebebasan berpendapat dan berpikir kritis akan terhalangi karena dalam dunia militer itu ada yang namanya senioritas. Di Indonesia, belum saatnya pendidikan militer itu diterapkan pada mahasiswa. Tapi jika di suatu saat akan muncul paham-paham radikalisme, tidak menutup kemungkinan akan adanya wajib militer, pungkas Akbar.

Selain Akbar, salah seorang mahasiswa aktivis Muhammad Izzuddin Al-fatih berpendapat, pendidikan militer memanglah sangat berlebihan. Menurutnya, masih ada cara lain agar bisa menumbuhkan rasa cinta tanah air pada diri mahasiswa seperti Pendidikan Pancasila. “Pendidikan militer itu tidak ada urgensinya sama mahasiswa. Toh, kalau mau belajar tentang negara dan rasa cinta ke negara, kan ada Pendidikan Pancasila,” ungkap Fatih, Rabu (23/9).

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Jakarta Sultan Rivandi pun juga tidak sepakat terkait wacana tersebut. Selain tidak relevan dari segi kelembagaan, pendidikan militer juga tidak memiliki rasionalitas yang kuat di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan dari dampak wabah Covid-19 ini. Solusinya, jangan sampai diterapkan. Bukan hanya mengganggu aktivitas mahasiswa, tetapi mengaburkan orientasi kebangsaan. Kondisi perang kita hari ini bukanlah secara fisik, jadi harus ditolak wacana ini,” tegas Sultan Kamis (24/9).

Menurut Sultan pribadi, cara untuk mencintai tanah air bukan hanya dengan melakukan pendidikan militer. Dapatlah dengan cara lain seperti mengurangi produksi limbah sampah, atau menyuarakan kebenaran sebagai bentuk cinta tanah air. Tentu, kita sebagai mahasiswa harus mendalami betul dan melawan kontra narasi dalam gagasan wacana ini. Penolakan yang dilakukan haruslah secara mendasar dan mendalam,” pungkasnya.

Sedikit berbeda, salah seorang Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Ahmad Rizky Farhan mengatakan bahwa ia sangat setuju jika program pendidikan militer ini diterapkan secara sukarela. Baginya, hal itu menjadi wadah bagi Warga Negara Indonesia terutama mahasiswa yang ingin bersama-sama menjaga keamanan dan perdamaian di Indonesia melalui pelatihan milter. “Jadi, sifatnya bukan paksaan,” ungkap Farhan, Kamis (24/9).

Amrullah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Gejolak Jejak Khilafah Nusantara Previous post Gejolak Jejak Khilafah Nusantara
Menuju Pemilwa 2020 Next post Menuju Pemilwa 2020