Sebelum Perkuliahan Jarak Jauh ditetapkan sebab pandemi, Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta telah diundur pelaksanaannya ke Oktober 2020. Hal tersebut beriringan dengan perpanjangan masa kepengurusan Sultan Rivandi dan Jamsari selaku Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa (Sema) UIN Jakarta periode 2019.
Dilansir dari Undang-Undang (UU) Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Mahasiswa, Pemilwa merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan mahasiswa yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil di UIN Jakarta berdasarkan Pancasila. UU tersebut juga menyebutkan, Sema-U membentuk Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) serta Badan Pengawas Pemilihan Mahasiswa (BPPM) yang bertugas menyelenggarakan serta mengawasi pemilihan mahasiswa yang bersifat independen.
Selain KPM dan BPPM, terdapat juga Tim Teknis Pemilwa (TTP) dan Mahkamah Pemilihan Mahasiswa (MPM) yang membantu berjalannya Pemilwa. TTP merupakan badan yang membantu dalam menyiapkan penyelenggaraan Pemilwa, sedangkan MPM merupakan tim independen yang dibentuk oleh rektor untuk membantu penyelenggaraan Pemilwa.
Pada tahun ini, Pemilwa kembali menggunakan sistem pemilihan elektronik—atau e–voting—dengan mekanisme one man one vote. Ketua Sema-U Jamsari mengatakan, Pemilwa dilaksanakan menggunakan sistem e–voting karena adanya kegentingan yang memaksa. “Perlu adanya pergantian kepengurusan sebelum tutup buku tahunan penganggaran kampus,” kata Jamsari via Whatsapp, Kamis (8/10). Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Masri Mansoer bahwa Pemilwa tidak bisa dilaksanakan dalam jaringan (red: Laporan Utama Institut “Rektor Perpanjang Masa Bakti Sema-Dema” https://bit.ly/2AK15bg).
Jamsari menambahkan, Rektor Amany Burhanuddin Umar Lubis pun menyampaikan adanya sistem e–voting bukan karena kegentingan memaksa (pandemi), tetapi memang sudah saatnya menggunakan sistem ini. “Perbedaan e–votingtahun ini cukup banyak, kita akan melaksanakan Pemilwa sebaik, sejujur, dan sebersih mungkin,” ungkap Jamsari.
Terkait Pemilwa yang selalu mundur, Jamsari mengaku bahwa Sema-U sudah siap mengadakan Pemilwa dengan jadwal normal di akhir tahun 2019 lalu. Namun, Amany sendiri menginginkan Pemilwa di UIN Jakarta menggunakan sistem perwakilan mengikuti aturan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Nomor 4961 Tentang Lembaga Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. “Pemilwa selalu mundur karena pandangan kami tidak sejalan dengan rektor,” pungkas Jamsari.
Jamsari mengatakan, kendala paling sulit Pemilwa tahun ini adalah menyatukan persepsi dengan Rektor sebagai pimpinan universitas. Demi mewujudkan Pemilwa yang damai, Pihak Sema-U mengusulkan agar kampus ditutup pada beberapa momen. Suasana saat Pemilwa akan berbeda dari biasanya. Beberapa mahasiswa pasti akan banyak berkumpul di titik-titik Pemilwa berjalan. Terbukti, setelah beberapa proses Pemilwa yang telah pihak Sema-U jalankan, banyak mahasiswa yang tidak berkepentingan mengganggu kegiatan Sema-U terkait persiapan Pemilwa. Sayang, usul tersebut kemudian ditolak.
Menurut Mereka tentang Pemilwa 2020
Salah seorang Mahasiswa Syariah dan Hukum Zaqi Ainurrofiq mengatakan, masih belum ada persiapan yang maksimal terkait Pemilwa. Ia yang aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu menambahkan, strategi tahun ini harus lebih adaptif dengan beberapa tahun sebelumnya. “Hari ini serba digital dan interaksi sosial secara langsung pun tidak ada. Poinnya adalah menekan beban, memperkuat pasukan,” tutur Zaqi, Selasa (29/9). Lebih lanjut menurutnya terkait e–voting, tidak ada proses advokasi dan hegemoni walau mungkin prosesnya lebih cepat dan mudah. Sistem harus bisa terus diperbaharui dan jangan sampai ada kesalahan yang nantinya menimbulkan pola pikir negatif.
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Abdul Khalid turut menuturkan, pihak mereka telah membicarakan pematangan strategi dalam menghadapi Pemilwa yang akan datang. “Berbicara strategi, setiap organisasi punya kultur masing-masing. Kami sendiri masih tetap memakai strategi yang biasa kami jalankan,” ujar Khalid, Senin (7/10). Di sisi lain, Khalid sangat menyayangkan Pemilwa yang terkesan diundur-undur. Kendala-kendala server yang terjadi pada e-voting periode sebelumnya juga menjadi perhatian Khalid. Hal tersebut butuh adanya evaluasi sehingga tidak ada lagi masalah-masalah teknis yang terjadi. Menurutya, e–votingmemang solusi terakhir di tengah pandemi.
Selain itu, salah seorang Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Hisbullah juga mengatakan, euforia tahun ini tentu akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Regulasi baru dan tantangan yang baru pula mungkin kedepan menjadi pekerjaan tambahan baginya. “Seminggu ke depan, kami akan mempersiapkan Pemilwa sampai tuntas,” ujar Hisbullah, Kamis (1/10). Asal adanya sistem keamanan yang bagus, e–voting merupakan metode yang tepat untuk Pemilwa.
Aldy Rahman & Maulana Ali Firdaus
Average Rating