Phising seakan sudah menjadi tindakan lazim oknum-oknum tak betanggung jawab setiap Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) diselenggarakan. Beberapa hari menjelang hari-H Pemilwa 2020, mereka mulai melancarkan tindakan tersebut dengan tujuan memenangkan pasangan calon dukungannya. Target utama pelaku phising tidak lain ialah mahasiswa baru yang belum waspada dengan akun mahasiswanya.
Sederhananya, phising merupakan pengelabuan terhadap target untuk mendapat informasi pribadi. Karena Pemilwa tahun ini kembali menggunakan sistem e-voting, kata sandi dan e-mail mahasiswa menjadi hal krusial yang harus dijaga kerahasiaannya.
Minggu (22/11), beredar tautan Google Form yang ditujukan kepada mahasiswa untuk mengisi data pribadi. Data tersebut meliputi Nomor Induk Mahasiswa, kata sandi Academic Information System (AIS), serta kata sandi dan e–mail mahasiswa. Formulir berjudul GOES TO PEMILWA tersebut hanya bertahan beberapa jam. Senin (23/11) pagi, formulir itu telah dinonaktifkan.
Institut kemudian menyelisik salah seorang mahasiswa yang menyebarluaskan tautan Google Form tersebut, ialah Nada Shafira Frisky. Namun saat dimintai keterangan melalui WhatsApp, Mahasiswi Akuntansi semester 5 itu tak memberikan informasi apapun. “Mohon maaf, tim kami belum bisa diwawancarai untuk saat ini,” tegasnya, Rabu (25/11).
Tak hanya itu, ada pula beberapa mahasiswa yang dimintai data pribadi secara langsung melalui pesan personal WhatsApp. Seperti halnya Mahasiswi Manajemen Dakwah (MD) semester 3 Minaha Nisatul, ia dimintai foto Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). “Katanya untuk keperluan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), jadi saya kasih,” ungkap Mina, Sabtu (21/11).
Saat oknum yang memintai KTM dengan mengatasnamakan HMJ tersebut Institut mintai keterangan, ia tak bersedia. “Kami tidak bisa diwawancarai dulu,” tulis Mahasiswi MD semester 3 Endah Siti Saidah Masruroh sebagai balasan kepada Institut, Sabtu (21/11). Tak hanya Endah, dua oknum lain yang Institut ketahui—Mahasiswi MD semester 3 Alusie Hazami dan Mahasiswi MD semester 5 Khofifah—juga menyatakan ketidaksediaan mereka untuk memberi keterangan.
Menanggapi isu tersebut, Ketua HMJ MD Feris Alwidar menegaskan tindakan tersebut merupakan ulah oknum tak bertanggung jawab. “HMJ MD tidak pernah meminta foto KTM,” ujarnya, Minggu (22/11).
Selain foto KTM, ada pula modus lain yang dialami oleh Mahasiswa Jurnalistik semester 1 Ridho Hatmanto. Ia mengaku, seorang Mahasiswa MD meminta kata sandi dan e-mail mahasiswanya—pada Rabu (18/11)—dengan dalih akan betanggung jawab atas data tersebut. Ridho menganggap hal tersebut lumrah terjadi dalam dunia politik kampus, terutama di momen pra-Pemilwa. “Saya sempat memberikan data tersebut dan menyayangkan tindakan tidak adil seperti itu,” ujarnya melalui WhatsApp, Selasa (24/11).
Pihak HMJ Jurnalistik pun menyangkal hal tersebut. Salah seorang Anggota HMJ Jurnalistik Tentya Noerani Dewi menegaskan, pihaknya tak menurunkan perintah tersebut berdasarkan laporan-laporan yang masuk. “Tidak ada anggota HMJ Jurnalistik—khusunya angkatan 2018—yang mengetahui hal tersebut. Dapat dikatakan bahwa itu adalah oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan HMJ Jurnalistik,” kata Tentya, Minggu (22/11).
Tanggapan Pustipanda
Seperti pada Laporan Utama Institut Undur Lagi Jadwal Pemilwa, Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) menerapkan Double Gate System. Menggunakan sistem one time verification one time password, tautan yang akan mahasiswa gunakan untuk masuk ke aplikasi e-voting hanya berlaku untuk satu orang dalam waktu tertentu saja.
Staf Pustipanda Muhammad Ikhsan Nasihin kembali menegaskan, Pustipanda menjamin keamanan sistem dan dapat dipertanggungjawabkan. “Mahasiswa lain tidak dapat mengurangi suara, menambahkan suara, maupun merekayasa suara,” ungkapnya, Senin (23/11).
SRI, NQ, NHPN
Average Rating