Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, EDOM (Evaluasi Dosen Oleh Mahasiswa) berlaku untuk menilai kompetensi sosial, profesional serta pedagogik dosen selama pembelajaran. Mahasiswa selaku penerima jasa, berhak untuk mengevaluasi setiap dosen. Hal ini kelak memperlihatkan bagaimana kualitas mahasiswa yang terpelajar.
Di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, EDOM mulai diterapkan pada 2015. Saat itu, EDOM masih menggunakan kertas. Namun hal tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta telah mengujicobakan EDOM dalam bentuk web khusus pada Juni 2020.
Jejen Jaenudin Koordinator Akreditasi LPM UIN Jakarta menerangkan, EDOM sungguh istimewa, yakni bisa mengetahui mahasiswa yang mengisi penilaian serta memberikan hasil mendetail. EDOM bisa menyelidiki dosen-dosen yang kurang kompeten. LPM akan menyerahi rektor data para dosen tersebut, lalu wakil rektor bidang akademik dan kepala jurusan yang memediasi dosen bersangkutan.
Web EDOM ini terpisah dengan penilaian dosen di Academic Information System (AIS) yang dikelola oleh Pustipanda. Faktornya karena kemandekan sistem AIS, “Kami tidak bisa mengakomodasi data sesuai permintaan,” imbuh Jejen, Selasa (2/2). Hal tersebut, memutuskan LPM untuk memisahkan diri dari AIS.
Staf Pustipanda Muhammad Ihsan Nashihin mengaku dirinya baru tahu ada web EDOM, “Domain kami bukan pada evaluasi dosen tetapi pada segi teknologi, pengamanan dan kecepatan responden,” tanggapnya pada Selasa (2/2). Ihsan menambahkan, masing-masing lembaga punya domain tersendiri serta tidak punya hak untuk mengotak-ngatikan itu.
Faktor lainnya ialah penilaian dosen di AIS terakomodir oleh bagian keuangan untuk memberikan hasil penilaian yang sangat baik “Mereka tidak mau menerima penilaian dosen yang tidak baik atau cukup,” kata Jejen pada Selasa (2/2). Jejen sangat menyayangkan hal tersebut. Ia berharap, para mahasiswa jujur dalam mengisi EDOM untuk kebaikan bersama.
Seorang mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Zaki Abdurrozaq berpendapat, web EDOM memiliki tampilan yang bagus, “Menu yang ditawarkan mudah dan tidak ada kendala selama penggunaan,” katanya, Minggu (31/1). Lain hal dengan Anfar Adi Sestywan mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah yang lebih memilih penilaian dosen di AIS, “ Fiturnya lebih lengkap,” ucapnya pada Minggu (31/1).
Namun sayangnya, tak semua mahasiswa tahu keberadaan web EDOM. Salah satunya Irfan Taufik mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, “ Seharusnya media kampus memperkenalkan web EDOM,” tanggapnya Senin (1/1). Irfan berharap, EDOM tidak hanya sebatas formalitas. “Perlu melibatkan pihak universitas dalam penilaian,” tambahnya.
Syifa Layla & Fajar Dwi
Average Rating