Rabu, 22 Desember lalu, sejumlah komunitas pembela perempuan berbondong-bondong memadati depan Gedung DPR RI, Jakarta Selatan. Di pagi hari yang mulai terik membakar kulit, mereka melakukan aksi damai, meminta kepada pemerintah untuk menyegerakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Aksi tersebut sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat lantaran RUU TPKS gagal masuk dalam Rapat Paripurna pada Rabu (15/12) lalu.
Aksi yang bertepatan pada Hari Ibu, dibuka oleh para orator perempuan yang berapi-api menyampaikan orasinya dihadapan puluhan pedemo. Suara menggelegar pun terdengar di sekitaran area aksi. Mereka menuntut: segera ajukan RUU TPKS pada Badan Legislasi DPR RI, segera sahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif dan meminta agar seluruh kalangan masyarakat turut mendukung pengesahan RUU TPKS.
Salah seorang perwakilan Srikandi Perjuangan Demokrasi, Rusmarli Rusli mengatakan, sebagian para pedemo ada yang menemui langsung anggota DPR RI guna melakukan advokasi. Dalam pandangan Rusmarli, korban kekerasan seksual kerap mendapat ketidakadilan dalam perlakuan hukum. Melihat kondisi miris ini, dirinya bersikukuh menyuarakan pengesahan RUU TPKS ke petinggi DPR RI. “Segera sahkan RUU TPKS, agar menjadi payung hukum untuk para korban kasus kekerasan seksual,” tuturnya, Rabu (22/12).
Koordinator Komunitas Ibu Cerdas, Yuli Supriati mengatakan kasus kekerasan seksual yang kini kian menjadi-jadi, perlu mendapat perhatian dari masyarakat luas. Terutama dalam memberikan perlindungan kepada korban, baik secara hukum maupun mental. ‘’Yang tidak kalah penting komunikasi antara ibu dan anak juga harus baik, harus ada keterbukaan di lingkungan keluarga terkait sex education,’’ tegas Yuli, Rabu (22/12).
Aksi tuntutan pengesahan RUU TPKS tersebut, turut dihadiri para korban dan penyintas kekerasan seksual. Mereka menyampaikan keresahannya terkait kasus kekerasan seksual yang ramai terkuak belakangan ini. Kepada Institut, salah satu korban berpesan: tak perlu menyalahkan diri sendiri menjadi korban atas kekerasan seksual. “Teman-teman yang mengalami hal serupa dengan saya, kita di sini sebagai korban (yang menuntut keadilan),’’ ucapnya, Rabu (22/12).
Koordinator Amnesty Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Rayhan berujar bila solidaritas antarperempuan se-Indonesia berhasil mewujudkan aksi damai ini. Menurutnya, seluruh elemen masyarakat perlu mempertahankan rasa solidaritas tersebut agar bisa sampai ke telinga para penguasa. “Karena lawan kita adalah sama (pelaku kekerasan seksual dan pemerintah),” ujar Rayhan, Rabu (22/12).
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan RI, Tina Tamher nampak berkoar-koar saat berorasi menyampaikan tuntutan. Ia sangat berharap kepada petinggi DPR RI, untuk segera mengesahkan RUU TPKS. Tentunya, kata Tina, pengesahan itu bakal berimpak pada pengusutan kekerasan seksual di Indonesia. Saat ini, pihaknya sudah ada lembaga pengaduan dan perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual. “Namun terbentur karena tidak ada undang-undang yang menguatkan pembelaan kami,’’ pungkasnya, Rabu (22/12).
ST, KD
Average Rating