Pria berkumis dengan kemeja abu-abu, terlihat bersiap diri menemui salah satu perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok. Dalam genggaman tangannya, pria itu sudah menyiapkan puluhan lembar dokumen untuk audiensi dengan pihak perwakilan. Dia datang tak sendirian. Seorang bapak paruh baya dengan topi flat cap dan ibu berjilbab kuning turut menemaninya.
Di parkiran kantor DPRD Kota Depok itu, mereka bertiga sempat bercengkrama. Seolah-olah saling memberi arahan. Beberapa menit kemudian, dengan raut wajah kesal sekaligus penuh harapan, mereka melangkah ke kantor perwakilan rakyat itu. Kantor tersebut berada tepat di lantai dua atas gedung DPRD Depok.
Sesampainya di kantor itu, ketiganya cukup disambut hangat. Kemudian mereka dipersilahkan duduk di kursi dan meja berukuran persegi panjang. Di sana, telah duduk salah seorang pria dengan setelan jas abu-abu tua, baru saja menamatkan hisap rokoknya yang sudah pendek itu. Tak berselang lama, audiensi pun dimulai.
***
Salah seorang Perwakilan Paguyuban Pedagang Kaki Lima kolong jembatan (flyover) Arif Rahman Hakim, Bambang menganggap penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Depok, pada Selasa (30/11/2021), merupakan tindakan seenak jidat. Hal ini bukan tanpa alasan. Mereka yang terkena gusur, kata Bambang, tak mendapat kembali haknya untuk berdagang secara aman dan tentram. Bahkan tak ada solusi dari pihak pemerintah. “(Jadi) kami (pedagang) terpaksa mengutang dan berurusan dengan rentenir,” keluhnya, Senin (3/1).
Pedagang lainnya, Hardi, sangat muram ketika melihat tempat satu-satunya dia membanting tulang dan menghidupi keluarga, tergusur begitu saja. Setelah penggusuran itu, dirinya hanya bisa menerima kenyataan pahit bahwa dia sudah tak bisa berdagang lagi di sana. Saat ini, nafas ekonomi keluarganya dalam kondisi terengah-engah dan kritis. “Mohon bantuannya (pihak pemerintah), agar kami bisa kembali berdagang,” pinta Hardi, Senin (3/1).
Seorang pedagang perempuan Qomariah, berpendapat serupa. Dampak yang dia rasakan selepas penggusuran itu: ekonomi keluarga kian melarat. Qomariah kebingungan. Dia kehabisan akal bagaimana menafkahi keluarganya selain berdagang di kolong flyover itu. “Sudah sebulan lebih tidak berdagang dan anak-anak saya masih sekolah (sehingga perlu dibiayai),” lirih Qomariah, Senin (3/1).
Ketua DPRD Komisi B Kota Depok, Hermanto, memahami nasib nelangsa para pedagang tersebut. Namun, dia tak bisa memenuhi permintaan mereka dengan dalih: Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 Pasal 14 dan 15 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum.
Seperti para pejabat kebanyakan, Hermanto lantas mengeluarkan jurus jitu: seabrek janji. Dirinya berjanji, semua aspirasi mereka akan dibicarakan pada rapat dinas terkait. “Lusa nanti, akan saya jadwalkan rapat untuk membahas nasib teman-teman pedagang,” janji Hermanto, Senin (3/1).
***
Sebelumnya, Kamis, 30 Desember 2021, Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Flyover AR Hakim telah melakukan audiensi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Depok. Audiensi itu tak berbuah manis yang seperti diharapkan. Para pedagang pulang dengan rasa tidak puas. Kala itu, pengaduan mereka soal ketidakadilan penggusuran mendapat tatapan sinis dari para pejabat di sana. Dalihnya pun serupa dengan Hermanto: Perda Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012.
Kepada Institut, Bambang berkata tak akan menyerah untuk mendapat keadilan para pedagang yang digusur. Binar matanya bersungguh-sungguh akan memperjuangkan dan mengawal ketidakadilan tersebut, sampai para petinggi Kota Depok mengabulkan permintaan Paguyuban PKL. “Saya akan membawa kasus ini ke KOMNAS HAM, Ombudsman RI, dan mempelajari soal advokasi transparansi dana APBD untuk tempat olahraga di Flyover AR Hakim,” tegasnya Senin (3/1).
Syifa Nur Layla, Nur Hana Putri Nabila
Average Rating