Menilik Spiritualitas Ekologis dalam Ensiklik Laudato Si

Menilik Spiritualitas Ekologis dalam Ensiklik Laudato Si

Read Time:5 Minute, 54 Second

Fenomena alam kian terjadi di berbagai sudut wilayah bumi. Cuaca tak menentu bahkan kerap menjadi bencana yang tak terelakkan bagi umat manusia. Namun hingga kini, isu mengenai perubahan iklim masih jarang didiskusikan oleh masyarakat. Padahal fenomena ini bisa menjadi malapetaka apabila diabaikan.


Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 22 Februari lalu mengemukakan, bahwa dunia tengah menghadapi konsekuensi nyata dari perubahan iklim. Hal ini turut memakan banyak korban jiwa, memperburuk produksi pangan, menghancurkan alam, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Beberapa dari kerusakan bahkan sudah terjadi dan tidak dapat diubah lagi. Tak hanya itu, Laporan ini juga mendesak adanya “aksi global antisipatif bersama”.


Sebagai negara maritim dan kepulauan yang dikelilingi oleh 127 gunung api aktif,  menjadikan Indonesia riskan mengalami bencana alam. Menurut Data Informasi Bencana Indonesia Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DIBI)-(BNPB), terlihat bahwa ada lebih dari 1.800 bencana pada periode tahun 2005-2015. 


Dari data tersebut, sebanyak 78% kejadian merupakan bencana hidrometeorologi—bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi, dan sekitar 22% merupakan bencana geologi—bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor. Kecenderungan jumlah bencana secara total untuk kedua jenis kelompok ini relatif terus meningkat.


Dengan semakin maraknya kerusakan lingkungan, bencana alam, dan ancaman perubahan iklim, membuat semua pihak dituntut untuk berkontribusi menjaga dan merawat bumi. Hal inilah yang coba dilakukan oleh pemimpin tertinggi Agama Katolik, Paus Fransiskus—yang tahun 2015 lalu mengeluarkan sebuah Ensiklik dengan judul ‘’Laudato Si.’’  


Isi dari Laudato Si memuat seruan Paus Fransiskus agar umat manusia merawat lingkungan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan alam. Ensiklik yang membuat gebrakan terhadap ajaran sosial Agama Katolik ini terdiri dari enam bab. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ajaran dan pesan yang disampaikan Paus Fransiskus dalam Laudato Si, Institut melakukan wawancara khusus Minggu lalu (27/2) dengan Frater Yohanes Wahyu Prasetyo, agamawan katolik sekaligus ketua bidang animasi  Franciscans Office for justice, Peace, and Integrity of Creation Ordo Fratrum Minorum (JPIC-OFM).


Apa itu Laudato Si, apa saja isi dan ajarannya, dan apa latar belakang Paus Fransiskus menulis ensiklik tersebut?

Laudato Si diterjemahkan secara harfiah bermakna ‘’Terpujilah Engkau.’’ Paus Fransiskus menulis Laudato Si sesuai dengan realitas yang dihadapi manusia. Saat ini kita semua sedang menghadapi krisis lingkungan dan ekologi. Berangkat dari fenomena bencana alam, perubahan iklim, dan pemanasan global, Paus Fransiskus menyerukan kepada umat manusia untuk menjaga rumah kita bersama atau Our Common Home


Laudato Si merupakan ajaran sosial Agama Katolik yang sangat komprehensif pendekatannya dan menyapa bukan hanya umat Katolik tetapi juga umat agama lain. Laudato Si ini menjawab persoalan zaman, yaitu persoalan ekologi yang sangat urgent.


Sebagai sebuah ensiklik yang dikeluarkan oleh otoritas tertinggi umat Katolik, Laudato Si mempunyai pengaruh yang luas. Ensiklik ini dikeluarkan pada 18 Juni 2015 dan menjadi sebuah gebrakan dalam ajaran sosial Katolik. 


Ensiklik Laudato Si memuat 172 catatan kaki yang dikutip dari gagasan Yohanes Paulus II, Benediktus XVI, dan Bartolomeus I (Patriark Gereja Ortodoks Timur). Selain itu, lebih dari sepuluh persen kutipan diambil dari berbagai macam dokumen konferensi para uskup, khususnya dari belahan bumi selatan. Paus Fransiskus juga mengutip gagasan Thomas Aquinas, Ali al-Khawas (Sufi abad IX), Pierre Teilhard de Chardin, dan Romani Guardini. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai macam kutipan tersebut, Paus Fransiskus menyampaikan sejumlah persoalan yang dirasakan Gereja.


Laudato Si memiliki bahasa yang inklusif, jadi semua kalangan bisa mencernanya dengan baik. Ensiklik ini ditujukkan untuk masyarakat luas yang memiliki niat baik untuk merawat bumi dan menjaga lingkungan. Gereja Katolik memiliki tugas untuk mengewenjatahkan pendidikan ekologis, untuk itu persoalan lingkungan harus diangkat dalam tataran global maupun nasional.


Dalam ensiklik Laudato Si terdapat istilah ‘’Pertobatan Ekologis.’’ Apa yang dimaksud dengan pertobatan ekologis? dan mengapa Paus Fransiskus menganjurkan umat manusia untuk melakukannya? 

Bicara tentang pertobatan, artinya beralih dari kesalahan menuju kebaikan, atau dari masa lalu ke masa yang baru, sehingga pertobatan bisa juga disebut memperbarui. Manusia yang tidak menghargai lingkungan itu berdosa. Merusak lingkungan termasuk dalam kategori dosa, yang dinamakan dengan dosa ekologis. Untuk menghapus dosa tersebut, diperlukan untuk melakukan pertobatan ekologis. 


Kerusakan lingkungan dan eksploitasi alam secara berlebih yang disebabkan oleh manusia termasuk dosa ekologis, karena membuat bumi menjadi tidak terawat. Dalam ajaran Laudato Si umat manusia dianjurkan untuk menebus kesalahan dan dosa tersebut dengan melakukan aksi peduli lingkungan, berkomitmen tidak merusak alam, menjaga hutan dari penebangan liar, dan kegiatan merawat alam lainnya. Hal yang demikian bisa disebut dengan istilah pertobatan ekologis. 


Mengapa Agama Katolik peduli dengan isu lingkungan? 

Karena visi utama Gereja Katolik, yaitu berupaya menciptakan kebaikan bersama dan salah satu menghidupkan kebaikan bersama  adalah dengan menjaga lingkungan. Untuk itu ajaran terkait dengan ekologi menjadi sangat penting. 


Gereja Katolik juga menjunjung tinggi solidaritas. Bukan hanya sesama manusia, tetapi juga dengan alam, jadi solidaritas keberpihakan juga kepada non manusia. Alasan yang lebih teologis dan spiritual terdapat dalam kitab kejadian, dikatakan bahwa ‘’Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya dan manusia ditempatkan di taman Eden memiliki tugas untuk memelihara, mengelola, dan merawatnya.’’ 


Kemudian mandat tersebut dipelihara oleh Gereja Katolik untuk memberikan kontribusi terhadap dunia. Gereja Katolik berusaha menyerukan tindakan preventif terhadap masalah lingkungan. Selain itu, Gereja Katolik juga mengikuti permasalahan yang kontekstual salah satunya adalah isu lingkungan. 


Dalam Alkitab apa saja pesan Yesus terhadap umat manusia untuk menjaga lingkungan? 

Ada sejumlah teks yang sangat relevan misalnya dalam Injil Yohanes bab 17 ayat 21. “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita.’’ Doa tersebut merupakan dasar iman, di mana setiap pribadi membawa anugerah interioritas, karena Allah hadir pada setiap pribadi.


Ayat tersebut menjelaskan, manusia merupakan citra Allah. Kebersatuan manusia dengan Allah ini diharapkan juga mampu menjadi teladan mempersatukan manusia dengan alam. Maksudnya adalah bahwa manusia dengan alam tidak bisa terpisah untuk itu harus saling menjaga. 


Pesan lainnya terdapat dalam  (Kej 1:28), “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’’


Ayat tersebut sering disalahpahami karena memuat kata-kata seperti penuhilah, taklukanlah, atau berkuasalah. Maksud kata-kata tersebut bukanlah seruan Yesus untuk menguasai bumi untuk dieksploitasi, melainkan dimaksudkan untuk menjaga dan merawat. Gereja Katolik sendiri sangat menentang eksploitasi alam secara berlebihan. 


Sebagai Agamawan Katolik pesan apa yang Anda ingin sampaikan kepada umat manusia untuk menjaga lingkungan? 

Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, manusia dalam perspektif ajaran Gereja Katolik diciptakan sebagai citra Allah. Sebagai citra Allah sudah selayaknya manusia mirip dengan Allah. Mirip dalam hal berpikir, merasa, berbicara, melihat, dan mendengar. Kemiripan ini salah satunya harus diaktualkan dengan baik, karena sebagai wakil Allah di dunia, manusia harus berlaku secara adil baik kepada Allah itu sendiri, kepada manusia maupun kepada alam.


Kedua, penting untuk menjunjung tinggi perdamaian. Artinya kita harus menjalin relasi yang harmonis dengan alam. Relasi yang harmonis akan mudah dilakukan jika hati, pikiran, dan perkataan kita damai. Ketiga, kita semua harus menyadari bahwa bumi adalah rumah kita bersama. Maka tanggung jawab memelihara bumi adalah tanggung jawab bersama.

Reporter: Firda Amalia Putri

Editor: Sekar Rahmadiana Ihsan

Menilik Spiritualitas Ekologis dalam Ensiklik Laudato Si





About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
50 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
50 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Melihat Dampak Konflik Ukraina-Rusia Previous post Melihat Dampak Konflik Ukraina-Rusia
Pilih-pilih Penghargaan untuk Wisudawan Next post Pilih-pilih Penghargaan untuk Wisudawan