Menjelajah kekuatan maritim dan sejarah kebaharian Indonesia di Museum Bahari. Bangunan era kolonial yang masih kokoh berdiri di sudut Ibu Kota.
Berkunjung ke museum sembari menghabiskan waktu luang untuk menambah wawasan dan mengingat materi semasa sekolah menjadi pilihan yang tepat. Museum Bahari sebagai wisata edukasi menyimpan koleksi kebaharian dan kemaritiman Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tujuan dari Museum Bahari adalah untuk memperkenalkan budaya kebaharian kepada masyarakat, serta melestarikan bangunan sejarah di masa kolonial.
Museum Bahari terletak di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Menuju Museum Bahari, pengunjung yang tidak membawa kendaraan pribadi bisa berhenti di Stasiun Jakarta Kota. Terdapat berbagai moda transportasi umum yang tersedia untuk melanjutkan perjalanan. Akses untuk mengunjungi Museum Bahari terbilang cukup mudah karena hanya berjarak 1,7 kilometer dari Stasiun Jakarta Kota.
Museum Bahari pada masa pendudukan Belanda berfungsi sebagai gudang penyimpanan, pemilihan, penjemuran dan pengepakan rempah-rempah. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menjadikan rempah-rempah sebagai komoditas utama untuk dikirim ke Eropa.
Letak geografis dari Museum Bahari sangat strategis sehingga kolonial belanda menjadikannya sebagai gudang rempah-rempah. Selain itu, posisinya bersebelahan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa yang saat itu menjadi salah satu pelabuhan terbesar setelah Pelabuhan Karangantu. Karenanya, kegiatan ekspor-impor menjadi sangat efisien.
Kemudian dialihfungsikan sebagai tempat menyimpan barang logistik ketika Jepang menduduki Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, bangunan Museum Bahari pernah dipakai sebagai gudang oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pos Telekomunikasi Telegraf (PTT).
Museum Bahari sebagai saksi sejarah kebaharian Indonesia, mempunyai koleksi perahu tradisional asli yang didatangkan langsung dari beberapa daerah di Indonesia. Terdapat berbagai patung diorama yang menceritakan awal mula bangsa asing masuk ke Indonesia. Adapun ruangan yang bisa dinikmati di antaranya: Ruang Teknologi Menangkap Ikan, Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional, Ruang Biota Laut, Ruang Navigasi dan Ruang Rempah-Rempah.
Masterpiece—karya agung— dari Museum Bahari adalah Perahu Jayapura 02. Perahu garapan Papua itu dibuat dari satu pohon utuh sehingga tidak memiliki sambungan. Dibuat hanya dengan satu cadik—alat keseimbangan pada perahu—karena ukuran sungai yang tidak luas. Terlihat ukiran-ukiran hewan: ikan, cumi, burung, dan katak. Ukiran tersebut memiliki nilai filosofi yaitu menggambarkan harapan agar tidak terjadi diskriminasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Tinta yang digunakan untuk mewarnai perahu Jayapura pun didapatkan langsung dari alam.
Beberapa koleksi lain dari Museum Bahari adalah alat alat perkapalan seperti kompas, teropong, pelampung, mercusuar dan sekstan—alat pengukur sudut. Terdapat perahu Sandeq Arnyakala yang digunakan oleh mahasiswa pecinta alam Universitas Trisakti untuk mengarungi laut indonesia.
Di ruangan yang sama, pengunjung dapat melihat Perahu Cadik Nusantara. Perahu tersebut berlayar dari Jakarta ke Brunei Darussalam, namun harus melanjutkan perjalanan dengan satu cadik. Terjangan ombak yang dahsyat membuat salah satu cadiknya patah sehingga harus dipotong.
Bangunan Museum Bahari sudah mengalami banyak perubahan. Penurunan muka tanah dan terjangan pasang air laut membuat Museum Bahari terus terbenam. Jendela yang seharusnya lebih tinggi, sekarang sudah hampir sejajar dengan mata kaki. Hal itu disebabkan karena urukan tanah yang dilakukan untuk menghindari genangan air di area museum.
Terdapat satu kolam yang menjadi bukti rembesan air yang mengharuskan Museum Bahari mengalami pengurukan tanah. Saat hujan, air rembesan menyebabkan banjir. Uniknya, ada beberapa ikan hias yang sengaja diletakkan di kolam rembesan tersebut.
Dahulu semua lantai dan balok penyangga terbuat dari kayu jati, tetapi semenjak terjadi kebakaran tahun 2018 lalu, beberapa struktur bangunan telah diganti balok baja. Beberapa miniatur perahu, koleksi Perang Dunia Kedua serta Dugong yang telah diawetkan hangus pada peristiwa itu. Sampai saat ini belum ada penambahan koleksi dari Museum Bahari.
Terdapat Menara Syahbandar di kompleks Museum Bahari. Menara Syahbandar berdiri di atas benteng pertahanan Batavia. Dahulu berfungsi sebagai menara pengawas bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Batavia. Selain itu, menara ini disebut Kilometer Nol Kota Jakarta. Penyebutan itu diberi oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin sebelum akhirnya berpindah ke Monumen Nasional. Pada abad ke-18 Menara Syahbandar sempat menjadi bangunan tertinggi di Batavia.
Pengelola Museum Bahari, Destri mengatakan bahwa setiap tiga bulan Museum Bahari selalu mengadakan pameran temporer dengan tema yang berbeda. Selain untuk wisata edukasi, Museum Bahari sering digunakan sebagai tempat belajar tarian tradisional oleh beberapa komunitas di Jakarta. “Kita didukung penuh oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,” kata Destri, Sabtu (25/6).
Dency Wardani, pengunjung Museum Bahari, menceritakan kembali apa yang yang disampaikan oleh pengelola museum. Ia tertarik dengan menara Syahbandar karena kondisinya yang semakin miring karena permukaan tanah yang bergerak. “Keberadaan jalan raya yang dilalui oleh kendaraan besar di dekat menara Syahbandar menjadi salah satu penyebabnya,” ucapnya, Sabtu (25/6).
Reporter: Nurul Sayyidah Hapidoh
Editor: Syifa Nur Layla
Average Rating