Indonesia tidak sekadar dipersepsikan sebagai negara kaya raya, tetapi juga rawan bencana.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan pelatihan disaster management dengan tema “Optimalisasi Peran Mahasiswa dan Masyarakat dalam Manajemen kebencanaan” di Aula Madya UIN Jakarta, Jumat (22/7) lalu.
Ketua pelaksana Muhammad Bayu Adjie mengatakan, urgensi mengangkat tema tersebut sebab dirinya sadar akan potensi besar terjadinya bencana. Namun di sisi lain, lanjut Bayu, masyarakat masih enggan untuk mempelajari manajemen dari bencana itu sendiri.
“Tujuannya agar masyakarat bisa mengoptimalkan manajemen bencana, dengan harapan bisa membantu masyarakat lain saat bencana terjadi,” ujar Bayu, Minggu, (24/7).
Ketua Yayasan Kausa Resiliensi Indonesia, Novi Hardianto menuturkan, meski Indonesia
dipersepsikan sebagai negara kaya raya, Indonesia masih menjadi wilayah rawan bencana. Bumi, lanjutnya, selain mengandung sumberdaya alam untuk kehidupan, juga menyimpan potensi yang dapat menimbulkan bencana.
“Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 membahas kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna,” kata Novi, Jumat (22/7).
Dalam perspektif psikososial, Perwakilan Palang Merah Indonesia Kota Tangerang Selatan Aisah Hairul menuturkan, dukungan psikososial memiliki prinsip sebagai bagian integral dari siklus penanggulangan bencana. Selain untuk mengembalikan masyarakat ke kehidupan normal dan mencegah dampak yang lebih lanjut, kata dia, dukungan tersebut juga memberikan program bantuan bencana, seperti medis dan logistik.
“Hal ini juga perlu dukungan oleh tenaga profesional kesehatan mental,” imbuh Aisyah, Jumat (22/7).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tangerang Selatan Dodi Harianto menuturkan, pada tahun 2022, terdapat sekitar 140 bencana banjir di Tangerang Selatan, titik terbanyak di wilayah Pamulang dan Pondok Aren. Tak hanya banjir, kata Dodi, pada tahun 2018, terdapat sekitar 18 titik bencana longsor di wilayah Tangerang Selatan.
Oleh sebab itu, lanjut Dodi, masyarakat perlu mengenali lingkungan dan rambu-rambu terjadinya bencana. Upaya yang dilakukan, tuturnya, dengan membaca potensi serta memetakan dampak potensi bencana di lingkungan sekitar. Tak hanya itu, kata dia, masyarakat juga perlu memiliki tempat evakuasi serta menghubungi 112 instansi kebencanaan atau tenaga kesehatan. Untuk menangani mental pascabencana, BPBD juga menyediakan tim roma healing yang telah terlatih.
“Grafik banjir meningkat karena banyak wilayah yang dibangun rumah dan perkantoran, sehingga kurangnya daerah resapan air,” pungkas Dodi, Jumat (22/7).
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Haya Nadhira
Average Rating