“Jamila” dan Jeritan yang Dibungkam

“Jamila” dan Jeritan yang Dibungkam

Read Time:2 Minute, 15 Second
“Jamila” dan Jeritan yang Dibungkam

“Dalam cahaya panggung dan emosi yang mengalir, “Jamila” hadir menggugat nurani. Ia memantulkan luka perempuan dan perlawanan terhadap sistem yang terus mengabaikan ketidakadilan.”


Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid melakukan Studi Pertunjukan bertajuk “Jamila” yang merupakan adaptasi dari naskah “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet. Pertunjukan ini diadaptasi dan disutradarai oleh Sarah Tjia. Pementasan berlangsung dari Kamis (12/06) hingga Minggu (15/06) di Hall Student Center (SC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. “Jamila” sukses dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum.

Pertunjukan “Jamila” membahas tentang kekerasan seksual yang kerap dialami oleh perempuan. “Jamila” sebagai tokoh utama merupakan sosok pemberani yang menuntut keadilan terhadap dirinya serta mewakili semua korban kekerasan seksual lainnya. Ia dipaksa menjadi pemenuh hasrat laki-laki sebelum usia legal. Konflik memanas ketika Jamila membunuh pejabat karena melakukan perdagangan anak. Panggung pertunjukkan yang dihiasi alat yang atraktif seperti pencahayaan, musik, dan properti pendukung lainnya menambah kesan dramatis dalam pertunjukan tersebut.

Sutradara Sarah Tjia menjelaskan, topik dalam “Jamila” sangat dekat dan relevan dengan kehidupan masyarakat. Isu tentang kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia masih sangat marak terjadi. Banyak pelaku kekerasan seksual belum mendapatkan hukuman yang setimpal, begitu pula  korban yang belum mendapatkan keadilan. Lanjut Sarah, ia juga ingin isu ini terus dikaji dan menjadi bahan diskusi bersama. 

“Bagaimana kamu, bagaimana kita semua melihat profesi pelacur? terkadang kita masih memandang pelacur itu hina, pelacur itu tidak baik. Tapi kan tidak sebegitunya, maksudku karena ini yang sekarang masih menjadi emergency” katanya, Kamis (12/06). 

Ia berharap agar semua kalangan, terutama mahasiswa bisa lebih kritis terhadap isu dan kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Mahasiswa jangan terkekang dengan aturan yang ada dan hanya diam menjalankan, melainkan harus terus mempertanyakan dan mengkritisinya. “Aku berharap teman-teman mahasiswa juga selain nalar dan pikirannya yang kritis, tetapi simpati dan empatinya juga semakin tajam,” ungkap Sarah.

Menurut Hasby Mahesa As Sidiq, Ketua Umum Teater Syahid, meski naskah asli  “Jamila” sudah lama, tetapi masih relevan dengan keadaan sekarang ini. “Jamila” berfokus pada bagaimana negara gagal menangani isu kekerasan seksual. “Tidak peduli di tahun berapa, selama isu ini masih ada maka tidak akan pernah basi. Tinggal bagaimana kita mengelola untuk mengingatkan kembali bahwa isu ini penting,” ungkapnya Kamis (12/06). 

Sebagai penonton, Zean mengungkapkan pertunjukan Teater sangat berkesan. Menurutnya, isu yang dibawakan sangat menarik karena mengangkat tema tentang perempuan. Dari pertunjukan ini, ia  setuju dengan kutipan Jamila yang mengatakan hidup ini keras, jadi kita harus lebih keras jika ingin bertahan.

Menurutnya, Jamila membuat ia sadar akan pentingnya isu kekerasan seksual. Ia juga berpesan untuk tetap memperjuangkan hak perempuan. “Jangan takut untuk bersuara,” pesan nya, Kamis (12/06).

Reporter : SFWA
Editor     : Rizka Id’ha Nuraini

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Bahaya Diagnosa Mandiri Tanpa Konsultasi Previous post Bahaya Diagnosa Mandiri Tanpa Konsultasi
Kolaborasi Selamatkan Pesisir Negeri Next post Kolaborasi Selamatkan Pesisir Negeri