
Mimpi PTN BH masih jadi bayang-bayang UIN Jakarta. Demi mengejar mimpi tersebut, mahasiswa terkorbankan.
Matahari tengah menyala di langit Ciputat. Hawa panasnya seakan membakar kulit. UIN Jakarta sedang sibuk dengan lalu-lalang mahasiswa. Siang itu, Nabila Ahsanun Nadya, punya tugas yang menunggu untuk diselesaikan. Harus bertengkar dengan riuh Ciputat sembari menantang terik sang surya membuatnya berpikir dua kali sebelum menuntaskannya. Langkah kaki langsung mengarahkan Nabila ke Kopi Janji Jiwa. Kafe yang terletak tak jauh dari kampusnya itu memang sering ia kunjungi.
Sebagai mahasiswa Jurnalistik, suasana yang tenang sangat dibutuhkan saat mengerjakan tugas, terlebih yang membutuhkan fokus tinggi seperti menyusun desain. Tak tanggung-tanggung, Nadya bisa betah di tempat itu hingga dua belas jam saat tugas mendesainnya bertumpuk. Soal pengeluaran, bisa mencapai Rp50 ribu setiap kali ke sana.
“Dorongan, ya, karena emang butuh aja sih lebih tepatnya, karena kalau ngedesain kan emang butuh tempat yang sepi yah. Nah, salah satu tempat yang dekat sama kampus, terus ada WiFi, terus bersih dan bisa dibilang lebih kondusif itu (Kopi) Janji Jiwa sih,” ungkap Nabila saat dihubungi lewat WhatsApp, Jumat (27/6).
Kopi Janji Jiwa merupakan satu dari beberapa bisnis yang melakukan kerja sama dengan UIN Jakarta lewat mekanisme sewa bangunan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Laporan Kinerja UIN Jakarta 2024 pada bab tiga huruf c, tepatnya poin kelima tentang analisis capaian kinerja. Dalam analisis capaian kinerja tentang sasaran strategis Kinerja Pengelolaan Keuangan, Efektif, Efisien dan Akuntabel, Kopi Janji Jiwa menjadi salah satu sumber pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) yang berasal dari pengelolaan aset tetap dan kerja sama. Berdasarkan laporan itu, Kopi Janji Jiwa mampu menyumbang lebih dari Rp1 miliar bagi pemasukan UIN Jakarta.
Lima bulan pasca pengukuhan Asep Saepudin Jahar sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ke-13, ia menetapkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1398a Tahun 2023 tentang Tarif Layanan Penunjang Akademik Badan Layanan Umum (BLU) UIN Jakarta. Dokumen itu berisi 164 halaman yang menyebutkan tentang tarif lahan, ruangan, dan gedung di UIN Jakarta. Setelah penetapannya pada Agustus 2023, keputusan itu menimbulkan kegaduhan karena berimbas pada kegiatan mahasiswa.
Mengutip laporan lpminstitut.com dengan judul Ambisi Bisnis Cekik Kegiatan Mahasiswa, Pusat Pengembangan Bisnis (PPB) sebagai pelaksana tugas dari keputusan itu mendesak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Koperasi Mahasiswa (Kopma) untuk membayar pemakaian ruangan sebagai aktivitas usahanya. Ketua Umum Kopma kala itu, Rayyan Iza menjelaskan, hal itu berawal dari bujukan PPB untuk bekerja sama. Asumsi Rayyan, PPB melihat Kopma sebagai lumbung pemasukan karena letaknya yang strategis.
Pada akhirnya, ajakan itu berubah menjadi ancaman pembubaran bila Kopma tidak menyetujui persyaratan PPB. Persyaratan itu mengharuskan Kopma untuk memilih antara bekerja sama dengan PPB atau membayar sewa ruangan per jam karena melakukan aktivitas komersial. Kopma yang terdesak oleh kebijakan dari rektor terpaksa menyetujui pembayaran. Beruntung kesepakatan itu berlalu tanpa kejelasan sehingga proses pembayaran tak diteruskan oleh Kopma.
Tragisnya, keberuntungan itu tak berlaku bagi UKM Komunitas Mahasiswa Fotografi (KMF) Kalacitra. Mereka harus membayar hingga Rp4 juta untuk dua hari membuka stan foto wisuda di Aula Student Center (SC) UIN Jakarta. Awalnya PPB mengharuskan mereka membayar Rp5 juta untuk satu hari pembukaan stan. Setelah negosiasi panjang, mereka terpaksa menerima keputusan itu. “PPB minta untuk menyesuaikan dengan SK Rektor, yaitu Rp900 ribu per jam. Kami sangat keberatan karena penghasilan kami belum tentu menutup biaya sewa,” protes Naufal Dzaky M, Ketua Umum KMF Kalacitra 2024 (17/5/24).
Merujuk pada Laporan Kinerja Rektor UIN Jakarta Tahun 2023 bagian B, tarif layanan merupakan implementasi dari program prioritas UIN Jakarta semasa kepemimpinan Asep. Rektor itu menetapkan tujuh program prioritas yang salah satunya adalah Penguatan Bisnis dan Income Universitas lewat kerja sama sewa lahan/gedung, sewa properti, usaha jasa, dan sejenisnya. Hal itu bertujuan untuk memperoleh pendapatan di luar sumbangan dana dari mahasiswa.
Senada dengan itu, pada bagian Rencana Program 2024 tentang Peningkatan Inovasi dan Investasi Sumber Daya, UIN Jakarta berencana melakukan Kapitalisasi Aset dengan tujuan untuk menciptakan dasar keuangan yang kuat sebagai pendukung program-program kampus. Melihat program prioritas rektor, rencana kegiatan tahun berikutnya tidak akan jauh berbeda. Namun, dokumen Penyusunan Rancangan Rencana Strategis (RENSTRA) UIN Jakarta Tahun 2025-2029 tak dapat diakses.
Melihat tindak tanduk UIN Jakarta dalam melakukan penguatan bisnis dan income universitas, Institut menemukan pola komodifikasi mahasiswa dalam prosesnya. Selain penekanan lewat regulasi, komodifikasi itu berlangsung secara halus lewat penyediaan berbagai gerai makanan dan minuman di sekitar kampus. Secara tidak langsung, hal itu akan mendorong mahasiswa untuk berperilaku konsumtif tanpa mereka sadari. Pada akhirnya, gaya hidup konsumtif mahasiswa mendatangkan pundi-pundi uang bagi UIN Jakarta.
Lewat komodifikasi mahasiswa melalui bisnis makanan dan minuman itu, UIN Jakarta sedang menggenjot pemasukan kampus demi tercapainya ambisi transformasi menuju PTN BH. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum. Pada Pasal 2 Ayat 1 peraturan tersebut, tepatnya huruf c menyebut bahwa PTN dapat menjadi PTN BH bila memenuhi standar minimun kelayakan finansial. Lalu, standar itu dijelaskan pada Pasal 2 Ayat 4.
Temuan ini juga diperkuat dengan adanya pengalihan fungsi beberapa ruangan menjadi kafe. Berdasarkan liputan Institut dengan judul Upaya Kejar PTN BH, UIN Jakarta mengalihfungsikan Aula Madya lantai satu menjadi sebuah kafe. Asep Syarifuddin Hidayat, Ketua PPB menyebut peralihan itu sebagai upaya dalam bertransformasi menuju PTN BH. Tak sampai di situ, dalam liputan Institut yang berbeda, Kejar PTN BH, Kampus Rencanakan Kantin Fakultas, PPB berencana untuk membangun kantin di setiap fakultas dengan menggaet para pelaku bisnis makanan dan minuman.
“Salah satu syarat menjadi PTN BH yaitu mempunyai pendapatan selain Uang Kuliah Tunggal (UKT), salah satu caranya dengan membuat bisnis. Hal ini sesuai dengan kebijakan pimpinan,” kata Asep Syarifuddin (1/11/23).
Upaya itu juga sejalan dengan adanya peningkatan pada target capaian pendapatan BLU yang berasal dari pengelolaan aset tetap dan kerja sama di tahun 2024. Dalam Laporan Kinerja UIN Jakarta 2024, terlihat bahwa pencapaian dalam sektor ini meningkat 30% ketimbang tahun 2023. Peningkatan itu menjadi salah satu penyebab terbesar berhasilnya UIN Jakarta melampaui target capaian kinerja pendapatan BLU 2024, yakni sebanyak 145,13%.
Sewa aset juga menjadi program pertama dari PPB UIN Jakarta dengan nama Pengelolaan Aset & Properti. Melalui program itu, UIN Jakarta menyewakan berbagai macam aset juga properti, baik kepada civitas academica maupun pihak luar, sebagai salah satu bisnis yang menunjang penerimaan anggaran. Keterkaitan ini juga dipertegas dengan program keempat dari PPB, yaitu UIN Food Court. Lewat program ini, UIN Jakarta melihat peluang bisnis lantaran kebutuhan civitas academica akan makanan dan minuman, serta lokasi UIN Jakarta yang strategis.
Terbaru, UIN Jakarta resmi membuka food court di Parkiran Rumah Sakit (RS) Syarif Hidayatullah pada Jumat (20/6/25). Melansir uinjkt.ac.id, pembukaan food court merupakan bagian dari upaya pengembangan bisnis UIN Jakarta serta bentuk dukungan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). “Masyarakat diuntungkan, dan UIN, melalui pusat bisnisnya juga diuntungkan, yang terpenting adalah bagaimana masyarakat dapat menikmatinya dan UIN sendiri dapat merasakan manfaatnya. Ini adalah simbiosis mutualistik,” ujar Asep Syarifuddin (20/6/25).
Institut telah menghubungi Rektor UIN Jakarta, Asep Saepudin Jahar untuk melakukan konfirmasi soal bias konsumerisme dalam pengupayaan UIN Jakarta menuju PTN BH, Senin (23/6/25). Ia meminta Institut untuk berkoordinasi dengan Humas UIN Jakarta. Setelah komunikasi terjadi pada Selasa (24/6/25), Institut mengirimkan dokumen pertanyaan wawancara. Hingga berita ini diterbitkan belum ada jawaban yang diberikan oleh Humas maupun Asep.
Menanggapi hal itu, salah satu Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Chandra Wahyu Purnomo mengatakan, konsumerisme material yang berlebihan sifatnya merusak, baik terhadap lingkungan maupun kesehatan. Tingkat konsumsi yang tinggi membutuhkan sumber daya yang banyak untuk memenuhinya. Pada akhirnya, terjadi pengurasan sumber daya alam, serta pembukaan lahan yang lebih luas. “Itu konsekuensinya, dia membutuhkan resource (sumber daya) untuk mendatangkan material itu,” ucap Chandra, Rabu (25/6).
Menurutnya, universitas seharusnya mengembangkan bisnis yang nonmateri supaya meminimalisir pemakaian sumber daya alam. Universitas harus lebih peduli terhadap keberlanjutan alam dengan menerapkan perilaku yang ramah lingkungan. Perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu, seharusnya menjalankan bisnis yang bermuatan edukatif ketimbang mencari dana lewat bisnis yang memakai logika konsumerisme.
Selain itu, pendekatan bisnis berbasis konsumsi hanya akan menimbulkan kerugian lain. Saat bersaing dengan pengusaha murni, akademisi dengan beban akademiknya tak akan mampu mengimbangi. Hal itu berujung pada pemanfaatan mahasiswa sebagai konsumen. “Menurut saya merendahkan, ya,” tambahnya.
Persoalan itu tak lepas dari proses menuju PTN BH yang mengharuskan perguruan tinggi mandiri secara finansial. Kesiapan perguruan tinggi yang minim untuk memulai bisnis berbasis sains dan teknologi–pengembangan software misalnya–membuatnya mencari jalan cepat guna memperoleh pemasukan. Di sisi lain, ekosistem yang mendukung pengembangan bisnis, seperti adanya industri serta siapnya pemerintah melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi juga belum tersedia. “Nah, sehingga memang akhirnya konsumsi yang cepat itu yang diutamakan,” ujarnya.
Sebelumnya, semua pihak, baik kampus maupun pemerintah, harus sepakat tentang tujuan utama perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Sekalipun nantinya kampus terpaksa mencari pemasukan karena terbebani dengan regulasi yang memotong subsidi pendidikan, tujuan utama tak boleh ditinggalkan. Maka dari itu, menurut Chandra, perlu penguatan fondasi sebelum melangkah menuju ke PTN BH.
Sebagai basis intelektual, perguruan tinggi perlu memperkuat penelitiannya. Lewat jalan itu, perguruan tinggi tak hanya memberi manfaat bagi masyarakat, tetapi juga bisa memperkuat ekonomi internalnya. Nantinya, ketika perguruan tinggi terlepas dari subsidi pemerintah, sudah siap secara kemampuan dan finansial. Bila tidak, akhirnya PTN BH itu hanya akan menjadi beban. Desakan kemandirian finansial ditutup dengan penaikan uang kuliah mahasiswa. Lebih jauh lagi, pendidikan akhirnya tak bisa diakses oleh semua orang.
“Misalnya kalau ada pertanian, bibit unggul dikembangkan, nanti dijual. Bayangkan efek ekonominya, daripada sekadar membuka kafe,” pungkasnya.
Versi cetak artikel ini terbit dalam Tabloid Institut Edisi LXIX dengan judul yang sama.
Reporter: Muhammad Arifin Ilham
Editor: Rizka Id’ha Nuraini
