Seorang pengunjung sedang memperhatikan lukisan Karapan Sapi karya Kasiman Lee di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jum’at (25/1) |
Read Time:5 Minute, 31 Second
Memperingati 40 tahun berdirinya HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), Fadhli Zon selaku ketua HKTI menggelar pameran lukisan tunggal Kasiman Lee yang bertajuk “Suara dari Pinggiran”. Pameran tersebut diadakan di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 23-29 Januari 2013.
Kumpulan lukisan di pameran tersebut merupakan salah satu objek kepedulian Kasiman Lee terhadap semangat dari kalangan masyarakat yang terpinggirkan. “Dari dulu hingga sekarang, saya sering memperhatikan pelaku usaha dari pasar rakyat. Mereka adalah kumpulan manusia yang memiliki semangat, mau mengotori tangannya, dan rendah hati. Suara mereka saya tuangkan ke atas kanvas,” ungkapnya, Jumat (25/1).
Di sudut ruangan, terlihat lukisan berbingkai kayu yang berjudul “Tergusur Zaman.” Lukisan tersebut menunjukkan seorang wanita tua dengan daster kuning duduk diatas puing-puing warung sembako Yu Jum. Di belakang wanita tua dan puing-puing tersebut, berdiri pusat perbelanjaan yang megah, seperti Giant, Carrefour, Sogo, Lotte Mart, Alfamart, dan Indomaret. Gambar tersebut merupakan suara Rakyat Indonesia untuk para pengusaha yang mendirikan pusat-pusat perbelanjaan yang semakin memakan lahan.
Lukisan berjudul “Di Ambang Kehancuran” pun ikut berbincang mengenai suara Rakyat Indonesia. Tampak goresan cat yang menggambarkan orang utan sedang meletakkan tangan diatas kepala dengan raut kesedihan di wajahnya. Di samping orang utan tersebut, terbaring mayat seekor gajah. Di belakang orang utan dan mayat gajah, terlihat truk pengangkut kayu berwarna merah dan tumpukan-tumpukan kayu di sekeliling truk tersebut yang siap diangkut. Hutan telah habis dilahap oleh para petinggi di Indonesia.
Di bagian depan ruangan, sebuah lukisan bertajuk “Barang Impor” memiliki cerita tentang cermin kehidupan di Indonesia. Lukisan tersebut menggambarkan kehidupan di pelabuhan pada sore hari, ketika seorang Rakyat Indonesia berpakaian lusuh sedang bersandar di karung berisi beras, bawang, dan hasil pertanian lain yang siap diangkut ke atas kapal.
Dari dalam salah satu karung berwarna putih yang sobek, bukan beras yang tumpah dari dalam karung tersebut, melainkan jam tangan dan tas mewah. Barang-barang impor yang dikerjakan oleh petani dan rakyat kecil Indonesia rupanya ditukar dengan barang-barang mahal yang hanya dinikmati oleh para petinggi di Indonesia.
Ada pula lukisan berjudul “Kontras”. Lukisan hitam putih yang menggambarkan sebuah perahu diatas sungai tengah ditumpangi seorang nelayan yang siap menebar jala. Di penghujung sungai tersebut, tergambar kampung sang nelayan yang sangat sederhana, terdiri dari berbagai rumah kumuh dan rumah kardus. Sedangkan di samping rumah kumuh tersebut, berdiri sebuah apartemen megah. Tampak kontras kehidupan masyarakat kelas atas dan bawah.
Karya-karya Kasiman Lee yang dipamerkan di TIM adalah lukisan dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Lukisan tersebut merupakan karya dari apa yang dilihat olehnya dan apa yang dirasakan oleh pria asal Sleman tersebut. “Karya-karya ini tidak terikat oleh aliran-aliran tertentu, melainkan dari kata hati saya sendiri,” ucapnya.
Salah satu pengunjung sekaligus kolektor lukisan Kasiman Lee, Abrar Ilyas menuturkan, lukisan yang paling ia kagumi adalah lukisan “Bangsa Rayap”. Lukisan tersebut pernah dimuat di harian Kompas, bulan April 2011 dan diliput oleh SCTV. “Selain lukisan tersebut, lukisan lain di dalam ruangan ini telah menjadi bukti protes rakyat kepada pemerintah, khususnya protes rakyat-rakyat kecil,” jelasnya sambil menyentuh bingkai lukisan itu, Jumat (25/1).
Lukisan “Bangsa Rayap” sendiri di dominasi dengan cat warna merah. Tampak gambar di atas kanvas, bangsa rayap mengenakan jas dan dasi. Mereka sedang mengelilingi raja rayap yang sedang menari sambil menggigit uang seratus ribu. Bagi sang pelukis, lukisan tersebut adalah kritik sosial yang disampaikan untuk para petinggi di Indonesia. (Gita Juniarti)
Average Rating