Tarik Ulur Sengketa Lahan UIN

Read Time:3 Minute, 11 Second
Sesuai hasil keputusan Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2013, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memenangi hak kepemilikan atas tanah komplek dosen UIN yang berada di Kelurahan Pisangan Ciputat. UIN Jakarta hanya tinggal menunggu hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) soal sengketa lahan tersebut.
Tercatat, dari total 171 unit rumah, baru 70 rumah yang telah diserahkan dosen nonaktif ke pihak UIN. Sementara sisanya masih dalam sengketa. Sejumlah warga yang menolak beralasan mereka sudah memiliki hak atas rumah tersebut.

Ifa, misalnya. Putri ketiga Wahib–dosen UIN Jakarta–mengatakan, ia sudah tinggal di rumah warisan bapaknya sejak tahun 1994. Karena itu, Ifa bersama suami dan satu putranya enggan meninggalkan rumah tersebut.

Seharusnya, Ifa dan keluarga merelakan rumahnya. Sebab, Ifa tidak tergabung dalam Tim Penyelesaian Sengketa Rumah Komplek (TPRSK). Tim ini terdiri dari sejumlah dosen nonaktif yang menolak adanya eksekusi rumah. Alhasil, mereka pun membawa kasus ini ke pengadilan.
Ihwal pemindahan, Ifa mengaku tak tahu jelas kapan. Namun, selama masih ada warga lain yang tinggal di komplek dosen, ia tidak akan angkat kaki dari rumahnya. “Lagipula, pemerintah dan UIN tidak pernah memberikan bantuan dana untuk mengurus rumah,” ujarnya, Kamis (11/9).
Berbeda dengan Zainun Kamal. Saat menerima surat dari pihak UIN untuk mengosongkan rumah, guru besar Fakultas Ushuluddin (FU) itu tak menolak. Namun, ia meminta tambahan waktu kepada pihak UIN karena proses pembangunan rumah barunya belum rampung.

Awalnya, Zainun tak mendukung keputusan UIN yang akan menggusur lahan komplek dosen. Namun, ia memilih pindah dan menerima keputusan tersebut karena solidaritas terhadap warga. “Walaupun, sebenarnya saya masih terhitung dosen aktif di UIN,” ujarnya, Kamis (11/9).

Lain Zainun, lain pula Mursyad. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) ini terpaksa hengkang dari rumahnya karena mengetahui ada penghuni baru.

Pengambilan rumah terjadi saat Mursyad berada di luar daerah untuk menyiapkan pembangunan rumah barunya, padahal saat itu Mursyad belum pensiun. “Ketika bapak saya kembali ke rumah komplek, sudah ada pengisi rumah baru,” jelas putra Mursyad, Fuad Lutfi, Senin (8/9).

Menanggapi hal itu, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Inventaris Kepemilikan Negara (IKN) UIN Jakarta, Encep Dimyati, menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, UIN tidak perlu memberikan dana kompensasi kepada dosen yang meninggalkan rumah dinasnya.

Sebab, jika yang bersangkutan tak lagi berstatus pegawai negeri, pejabat pemerintah atau pejabat negara, maka rumah negara harus dikembalikan kepada instansinya. Sebenarnya, UIN tak perlu memberikan dana apa pun kepada dosen nonaktif yang meninggalkan rumah dinas, tapi UIN tetap memberikan dana kerahiman Rp50 Juta sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada para dosen.

Sementara itu, ketua Tim Penyelesaian Status Rumah Komplek (TPSRK), Khotibul Umam, memberikan pernyataan berbeda. Menurutnya, pihak UIN tidak bisa menuntut para dosen nonaktif untuk pindah dari rumah dinas. Apalagi, setiap orang berhak memiliki rumah dinas apabila rumahnya telah ditempati selama lebih dari 20 tahun. Tentu, dengan alasan para penghuni telah membayar setengah harga rumah tersebut. 
Selain itu, sambung Khotibul, ia tetap mempertahankan rumah dinas karena dulu mantan rektor UIN, Quraish Shihab sempat mengirim surat ke pemerintah agar rumah dinas dapat menjadi milik pribadi.
Menurut Khotibul, sebuah rumah dapat dikatakan rumah dinas apabila seluruh biaya renovasi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembayaran listrik dan biaya lainnya ditanggung negara. Sementara, khotibul mengaku, selama ini rumah yang ia, dosen, dan TPSRK diami tidak dibiayai negara. Itulah mengapa ia menolak rumahnya diambil.
Menyangkal perkataan Khotibul, Wakil Rektor (Warek) IV Bidang Pengembangan dan Kerjasama UIN Jakarta, Jamhari Makruf, menjelaskan rumah dinas dapat jadi milik pribadi dengan beberapa ketentuan. Pertama, apabila rumah komplek itu termasuk dalam rumah dinas tipe C, dengan luas bangunan 70m2 dan luas tanah 200m2.

Sementara, tipe rumah dinas yang di komplek dosen UIN bukan termasuk tipe C. Melainkan, tipe A yang memiliki luas bangunan 250 m2 dan luas tanah 600m2. “karenanya, rumah di komplek dosen tidak bisa menjadi rumah pribadi,” tutur Jamhari, Jumat (12/9).


AN

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Empat Windu Bersejarah dalam Foto
Next post Ragam Perspektif Islam Indonesia