UIN Tunda Remunerasi Dosen

Read Time:4 Minute, 15 Second

Tiap satuan kerja (satker) Badan Layanan Umum (BLU) harus memberlakukan remunerasi setelah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) turun. Namun, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta baru menerapkan remunerasi dosen pada 2016.


November 2013 silam, UIN Jakarta mendapatkan surat resmi Keputusan Menteri Keuangan (KMK) dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu) mengenai pelaksanaan remunerasi. Namun, UIN Jakarta baru menerapkan remunerasi dosen pada September 2016.

Seperti yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 tahun 2006, Tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU), remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, atau pensiun.  Selaku Seksi Remunerasi Kemenkeu Suwignyo menegaskan, Satuan Kerja (Satker) BLU yang telah  menerima KMK harus melaksanakan remunerasi.

Perihal remunerasi, meskipun mendapatkan KMK pada tahun 2013, UIN Jakarta baru melaksanakan pada 2014. Remunerasi yang diterapkan pun hanya untuk pegawai struktural dan pejabat fungsional. Mengenai itu, Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada menjelaskan, dosen belum mendapatkan remunerasi di tahun 2014, lantaran dosen UIN Jakarta telah memperoleh sertifikasi dan tunjangan profesi. “Karena pegawai tidak mendapat tunjangan profesi, maka diadakan remunerasi pegawai,” ujar Dede saat ditemui di ruangannya, Jumat (14/10).

Lebih lanjut Dede mengungkapkan, UIN Jakarta baru melaksanakan remunerasi dosen karena adanya surat perintah dari Kementerian Agama (Kemenag). Ia pun mengakui adanya desakan dari Kemenkeu kepada UIN Jakarta agar merealisasikan remunerasi dosen. “Menurut Kemenkeu, dosen pada satker Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mendapatkan tunjangan kinerja (tukin), sehingga satker BLU seperti UIN Jakarta sudah harus melaksanakan remunerasi dosen,” ungkapnya, Kamis (20/11).  

Terkait pernyataan Dede, Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Tinggi Negeri (Diktis) Amsal Bachtiar membantah adanya perintah tentang pelaksanaan remunerasi dosen dari Kemenag kepada UIN Jakarta.  Menurut Amsal, remunerasi sudah diatur dalam undang-undangnya, sehingga remunerasi adalah kewajiban bagi satker yang telah berstatus BLU.

Selain itu Amsal menjelaskan, pada dasarnya remunerasi diberikan kepada seluruh pegawai. “Satker BLU tidak boleh membeda-bedakan antara dosen dan pegawai. Semua yang tertulis sebagai penerima remunerasi,  harus diberikan remunerasinya,” tegasnya.

Sama halnya dengan Amsal, Suwignyo pun menyangkal pernyataan rektor tentang adanya desakan dari Kemenkeu terkait remunerasi dosen. Ia tidak mengetahui jika Kemenkeu memberikan desakan kepada UIN Jakarta. Menurutnya, penerima remunerasi pada satker BLU mencakup pegawai, dewan pengawas, dan pejabat pengelola yaitu rektor dan wakil rektor, sedangkan dosen masuk dalam tatanan pegawai.

Sehubungan dengan itu, Suwignyo menegaskan kepada seluruh satker BLU agar patuh terhadap kebijakan Kemenkeu pada tata kelola atau peraturan, termasuk menerapkan remunerasi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Nomor 22 Tahun 2005. “Karena dosen berhak mendapatkan penghargaan dalam bentuk remunerasi,” katanya, Jumat (21/10).

Jika melihat Satker BLU lainnya, sebut saja Universitas Padjajaran (Unpad) telah melakukan remunerasi sejak Desember 2014 lalu. Berbeda dengan UIN Jakarta, dalam Pedoman Implementasi Remunerasi BLU Unpad tertulis, penerapan remunerasi pegawai dan dosen dilaksanakan pada tahun yang sama.

Selain Unpad, Universitas Bengkulu pun sudah menerapkan sistem remunerasi. Dosen Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia Muhammad Arifin mengatakan, remunerasi dosen di Universitas Bengkulu dimulai sejak Januari 2016. “Meski sudah dapat remunerasi, kami tetap dapat sertifikasi dan tunjangan profesi,” kata Arif saat dihubungi via telepon, kamis (20/10).

Menimbang Remunerasi Dosen

Meskipun baru menerapkan sistem remunerasi, bukan berarti UIN Jakarta tidak membayar kerja dosen di luar beban kerjanya. Dede mengungkapkan, kerja dosen di luar tugasnya dibayar pihak kampus menggunakan sistem honor. “Jika ada dosen yang kelebihan jam mengajar, kemudian mereka laporkan kepada bendahara, pasti langsung dibayar,” tutur Dede, Jumat.

Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta Subarja mengakui tidak efesiennya sistem honor yang dilakukan sebelum adanya remunerasi. Hal tersebut dikarenakan data antara laporan Kelebihan Jam Mengajar (KJM) dengan honor yang dibayarkan bendahara tidak tersusun dengan baik. “Jadi selama ini datanya (honor KJM) berantakan,” ungkapnya, Kamis (20/10). Melalui sistem remunerasi, sambung Subarja, data pengeluaran honor dosen di luar jam kerja dapat terakumulasi dengan baik.

Karena adanya surat perintah dari Kemenag dan Desakan dari Kemenkeu, Dede mulai merancang sistem untuk remunerasi dosen. Remunerasi dosen berawal dari adanya surat Rektor nomor Un.01/R/Kp.01.1/1863/2016 untuk Senat Universitas (Senat-U) UIN Jakarta pada tanggal 21 juni 2016. Surat tersebut berisi permohonan pembahasan persetujuan remunerasi dosen.

Menindaklanjuti surat tersebut, Senat-U mengadakan studi banding ke 22 perguruan tinggi, di antaranya Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas, UIN Wali Songo, Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Semarang (UNS), dengan tujuan dapat mempelajari sistem temunerasi yang ada di universitas tersebut.

Setelah melakukan studi banding, tepat pada 18 Agustus Senat-U mengeluarkan surat tentang saran pertimbangan pemberlakuan sistem remunerasi dosen. Masih ada beberapa poin  pertimbangan dalam surat tersebut, di antaranya Senat-U meminta sistem remunerasi dosen dipersiapkan dengan hati-hati supaya terjaga kelanjutannya. Selain itu, agar remunerasi dosen tidak mengakibatkan defisit anggaran dengan meningkatkan pendapatan dari PNBP di luar SPP.

Ketua Senat-U Athof Mudzar mengakui masih mempertimbangkan remunerasi. Semua dilakukan demi mendapatkan keputusan yang baik. “Jangan seperti UIN Sunan Ampel Semarang yang remunerasinya tidak berkelanjutan,” cetusnya.
Merespons pernyataan Athof, Dede secara optimis meyakini kebijakan remunerasi dosen yang ia ambil tidak akan mengakibatkan defisit anggaran. Dia pun menjamin keberlanjutan sistemnya. “Rektor empat tahun ke depan setelah saya, meskipun kerjanya hanya tidur, remunerasi dosen akan tetap berjalan,” tutupnya.

Jannah Arijah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Pertanyakan Keberadaan Dosen PA
Next post Kabut Dana Remunerasi