Read Time:3 Minute, 26 Second
Nama Lengkap : Teguh Triesna Dewa
Tempat, Tanggal Lahir : Denpasar, 19 Maret 1993
Jurusan : Ilmu Hukum dan Perbandingan Mahzab dan Hukum
Fakultas : Syariah dan Hukum
Ketertarikan pada ilmu hukum, Teguh Triesna Dewa dapat menggapai banyak prestasi di bidang debat. Saking cintanya, mahasiswa kelahiran Denpasar ini rela mengambil dua jurusan di ilmu hukum, Jurusan Perbandingan Madzhab dan Jurusan Ilmu Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sejak tinggal di Pondok Pesantren Modern Gontor, ia sering belajar ilmu hukum mulai dari Fiqih, Ushul Fiqih, bahkan Fiqih Kontemporer. Kesukaannya pun berlanjut ketika memasuki perguruan tinggi, ia aktif diberbagai organisasi yang mengadakan kajian di bidang hukum. Seperti Moot Court Community (Komunitas Peradilan Semu), Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum FSH, dan Lembaga Kajian Comperative Law Community.
Sebelumnya, pria kelahiran 19 Maret 1993 ini bercerita, kemampuan debat yang dimilikinya merupakan hasil diskusi dari komunitas yang diikutinya. Menurutnya belajar yang paling efektif untuk meningkatkan wawasan tidak hanya di kelas, namun ketika ngobrol pun kita bisa sharing.
Berkat kecintaannya di bidang hukum, pada 2015 Triesna menjadi juara 1 lomba Debat Konstitusi antar perguruan tinggi se-Indonesia di Universitas Jambi. Selain itu, beragam perlombaan debat tingkat nasional pernah ia juarai, seperti juara 1 Debat Nasional di Universitas Lambung Mangkurat, Debat Keterbukaan Informasi Publik, serta Juara 1 Debat Univertitas Tingkat Nasional Padjajaran Law Fair di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
Selain berprestasi di bidang debat, Triesna pun mahir di bidang desain grafis. Hal ini terbukti ketika mengikuti lomba membuat logo di fakultasnya, ia menang dan terbukti hingga sekarang hasil karyanya dipakai di FSH. Kemudian, di bidang olahraga tahun 2010 ia meraih menjadi juara 2 olimpiade badminton di Gontor.
Di balik kesuksesan Triesna, ternyata ia pun pernah beberapa kali mengalami kegagalan. Pertama, dalam lomba Debat Konstitusi Mahasiswa di fakultasnya, padahal waktu itu ia ditunjuk sebagai perwakilan untuk melaksanakan Debat Nasional di Universitas Padjajaran. Kegagalan kedua ketika lomba debat di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Namun, dua kegagalan itu tidak memadamkan semangatnya, justru dari kekalahan itu ia menyadari kekurangannya. Menurutnya kalah bukan berarti gagal, justru dari kekalahan itu kita bisa mengevalusi apa yang kurang pada diri kita. “Pada perinsipnya, kekalahan itu membuat kita belajar bahwa kemenangan itu diraih dengan belajar sungguh-sungguh,” katanya.
Mahasiswa semester sembilan ini juga berpendapat bahwa kurangnya fasilitas kampus bukan menjadi alasan menghambat prestasi. Menurutnya dengan semakin canggihnya teknologi, semua bahan mata pelajaran bisa dengan mudah didapatkan. “Jadi gak ada alasan untuk menghambat prestasi” katanya.
Selain itu, Trisna juga menceritakan bahwa adanya dukungan orangtua, teman, dan dosen juga merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang prestasi. Pria yang lebih suka menghabiskan waktu dengan keluarga ini mengemukakan bahwa kesuksesan yang diraihnya merupakan hasil dukungan orang tuanya. “Doa dan izin orang tua, itu adalah hal yang utama,” tuturnya.
Dari prestasinya di bidang debat, Triesna sering dipanggil untuk mengisi materi dalam acara seminar. Salah satunya seminar kebangsaan Menghadapi Tantangan MEA yang dilaksanakan di Aula Madya UIN Jakarta. Selain itu juga sebagai pengisi materi metode logika hukum dalam acara Moot Court Community.
Pria yang memiliki moto ‘mimpi kita tidak boleh hanya untuk kita sendiri‘ ini bercita-cita untuk dapat memberikan kesuksesan terhadap orang yang dicintanya. Menurutnya, cita-citanya tidak hanya untuk kesuksesan diri sendiri tapi juga terhadap orang lain. “Ketika kita berhasil menjadikan orang lain sukses, itulah kesuksesan sesungguhnya,” tukasnya.
Yayang Zulkarnaen
Average Rating