Kemelut Transisi Kurikulum Baru

Read Time:3 Minute, 13 Second


Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) memberikan beberapa perubahan pada program studi. Kebingungan pun bermunculan dari kalangan mahasiswa.

Kebingungan melanda Nurrul Aaeni Fadillah yang berniat mengulang mata kuliah Shorof 3. Pasalnya, nilai mata kuliah Shorof 3 mahasiswa semester enam jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini dirasa kurang memuaskan. Namun setelah mencari di Academic Information System (AIS), Nurrul tak kunjung menemukan mata kuliah yang dimaksud. 
Demi menuntaskan rasa bingungnya, Nurrul pun mendatangi kantor jurusan untuk menemui Dosen Pembimbing Akademik (PA) Maswani. Tujuannya pasti, yaitu menanyakan kejelasan keberadaan mata kuliah Shorof 3. Tapi bukan jawaban yang ia dapatkan setibanya di sana. “Dosen PA masih belum tahu, soalnya Shorof 3 belum ada kepastian akan diadakan lagi,” ucapnya sambil menirukan Dosen PA ketika ditemui di kelasnya, Jumat (14/4).
Nasib  tak mengenakkan pun turut dirasakan oleh Hilma Afia, mahasiswa FITK Jurusan Pendidikan Kimia. Ketika masih menginjak semester dua, Kepala Prodi Pendidikan Kimia Burhanuddin Milama mengumumkan akan rencana penghapusan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT). Selanjutnya PPKT akan diganti dengan Pengayaan Pendidikan Lapangan (PPL). Namun hingga semester empat, masih belum terdengar kejelasan terkait penerapan PPL. 
Tak pelak ketidakjelasan tersebut memunculkan kekhawatiran bagi Hilma dan mahasiswa FITK lainnya. Tanpa PPKT,  ia tak bisa mengikuti kuliah profesi. Padahal kuliah profesi adalah syarat mutlak untuk menyelesaikan masa kuliah di Strata 1 (S1).  Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 4 “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui pro-ses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.” Karenanya pemerintah pun menerapkan model pendidikan eksekutif, di mana setelah pendidikan S1 mahasiswa diharuskan mengikuti kuliah profesi. 
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufran Mukti mengatakan penerapan KKNI bertujuan agar sarjana menjadi ahli di bidangnya. “Tanpa kuliah profesi, lulusan sarjana S1 hanya dianggap sebagai akademisi, belum dapat turun praktik ke lapangan,” ungkapnya, Kamis (20/4).
Menanggapi hal ini Wakil Dekan I FITK bidang akademik Muhammad Zuhdi mengatakan jika kedua kasus ini adalah salah satu dampak dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 08 Tahun 2012 menjadi landasan diterapkannya KKNI di semua perguruan tinggi.  Zuhdi pun menyarankan kepada mahasiswa ingin mengulang dapat memilih pada mata kuliah yang memiliki kesamaan. Pun masih ada program Semester Antara sebagai alternatif lain. “Mahasiswa tak harus mengulang pada mata kuliah yang sama persis, karena mata kuliah yang berbeda judul pun terkadang isinya hampir mirip” ujarnya, Selasa (11/4). 
Senada dengan Zuhdi, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) Suparto membenarkan perubahan tersebut.  Ia menegaskan penambahan atau penghapusan mata kuliah tertentu bertujuan untuk menyesuaikan dengan jurusan. “Saya sudah berkoordinasi dengan semua kepala jurusan di Fidikom terkait nasib mahasiswa yang mengulang mata kuliah yang sudah tidak ada,” katanya, Selasa (11/4).
Berbeda dengan Zuhdi dan Suparto, Wakil Rektor I Bidang Akademik Fadhilah Suralaga menyangkal jika penambahan dan pengurangan mata kuliah adalah dampak KKNI. Setiap tahun memang ada tindakan penelitian kembali untuk pencocokan terhadap jurusan dan universitas yang diambil. Sehingga mata kuliah yang dianggap kurang sesuai dengan bidangnya pun dihilangkan. “Perbaikan mata kuliah adalah mengurangi yang kurang tepat dan menghadirkan yang lebih sesuai dengan bidangnya,” katanya, Senin (17/4).
Akan tetapi, Fadhilah mengamini pergantian PPKT ke PPL di FITK merupakan salah satu dampak dari penerapan KKNI. Pihak kampus pun tak bisa menghindari pergantian PPKT menjadi PPL karena KKNI telah disepakati secara nasional.

Selaku Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada menanggapi jika Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Hukum maupun PTN Badan Layanan Umum sudah seharusnya menggunakan KKNI. Sebab, KKNI mengharuskan kuliah profesi yang dibutuhkan mahasiswa sebagai bekal ketika terjun ke lapangan pekerjaan. Selain penerapan KKNI,  mahasiswa pun nantinya akan didampingi Sertifikat Keahlian Pendamping Ijazah (SKPI). “Tanpa SKPI sarjana S1 akan kesulitan dalam dunia kerja,” katanya ketika ditemui di Gedung Rektorat lantai tiga, Selasa (18/4).

Dewi Sholeha Maisaroh

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Dana Cekak, Peserta Pionir Terdepak
Next post Jadi Relawan Cari Pengalaman