Alfarisi Maulana
*Tulisan ini pernah diterbitkan di Tabloid Institut Edisi November 2017
Read Time:3 Minute, 47 Second
Giat mencari mahasiswa asing menjadi ambisi UIN Jakarta. Namun, mekanisme penyeleksian hingga manajemen mahasiswa asing dipertanyakan.
Mahasiswa asing menjadi salah satu indikator capaian universitas dengan label World Class University. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam draf Rencana Strategis (Renstra) 2017-2021 menargetkan mahasiswa asing sebanyak 500 orang. Mahasiswa asing mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2015 dan 2016. Hingga akhir Desember 2016, UIN Jakarta memiliki sebanyak 202 mahasiswa asing yang berada di program S1, S2 dan S3.
Pimpinan kampus pun getol untuk mendongkrak jumlah mahasiswa asing, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memberikan Beasiswa Rektor (BR). Melalui BR, mahasiswa asing tidak akan dikenakan biaya kuliah. BR juga memfasilitasi mahasiswa asing dengan asrama dan kursus Bahasa Indonesia. Pada tahun 2017, UIN Jakarta pun menggunakan dana Badan Layanan Umum (BLU) untuk BR sebesar Rp344.530.000.
Untuk mendapatkan BR, serangkaian seleksi pun dilakukan. Mahasiswa asing harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Dalam situs Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI), cic.uinjkt.ac.id, termuat dokumen admission for international student. Mahasiswa asing harus menyertakan ijazah SMA, transkrip nilai, sertifikat Test of English as a Foreign Language atau International English Language Testing System, surat rekomendasi sekolah asal dan surat keterangan sehat.
Jika pemberkasan lengkap, UIN Jakarta pun akan memberikan Letter of Acceptance (LoA) sebagai dasar untuk mengajukan Visa Pelajar dan Izin Tinggal Terbatas. Tak hanya itu, proses keimigrasian pun akan segera di selesaikan dengan surat rekomendasi atas nama Kementerian Agama.
Salah satu mahasiswa penerima BR adalah Omar Samba. Terhitung sejak Juni lalu, Omar telah menempati Ma’had Al-Jami’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia mengetahui adanya beasiswa di Indonesia melalui penjelajahan di internet. Maba asing ini pun menceritakan terkait proses seleksinya hingga mendapat beasiswa rektor, Ia pun mengikuti prosedur penyeleksian.
Kemudian, Omar pun memenuhi syarat pemberkasan yang dibutuhkan. Setelah pemberkasan Omar pun diwawancari pihak PLKI. Tak menunggu waktu lama, Ia pun dinyatakan lulus. Ia tak membayangkan dapat dengan mudah dinyatakan lulus menjadi mahasiswa UIN Jakarta. “Saya senang diterima di kampus ini,” tutur Omar, Selasa (14/11).
Hal serupa dirasakan Mahasiswi Hubungan Internasional, Fanna. Ia pun menjelaskan, masuk di UIN Jakarta sangat mudah. Mahasiswi asal Gambia itu pun sempat tak percaya, mengingat teman-teman di kelasnya banyak yang menyatakan sangat sulit untuk mendapatkan bangku kuliah di UIN Jakarta lewat jalur seleksi masuk nasional. “Saya kuliah reguler digabung dengan mahasiswa Indonesia,” tulisnya via WhatsApp, Rabu (15/11).
Meskipun begitu, awalnya Fanna kecewa karena bahasa pengantar kelas menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini menyulitkannya sebagai mahasiswa baru untuk menyerap penyampaian dosen di kelas. Ia pun tak menampik, Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta telah memberikannya kursus bahasa Indonesia. Namun kursus itu tak berlangsung lama, kursus itu berlangsung hanya tiga bulan dari enam bulan yang dijanjikan UIN Jakarta. “Saya mendapatkan kursus Bahasa Indonesia,” jelasnya lagi.
Merespons hal ini, Wakil Rektor Bidang Akademik Fadillah Suralaga secara gamblang mengatakan bahwa prosedur penyeleksian mahasiswa asing masih belum baik. Sejauh ini, UIN Jakarta mengejar target sebanyak 500 mahasiswa asing sebagaimana tujuan Renstra 2017-2021 UIN Jakarta. “Yang penting mereka tertarik,” tuturnya, Selasa (21/11) di Gedung Rektorat lantai dua.
Lebih lanjut Fadillah pun mengatakan, UIN Jakarta tak serta merta menerima mahasiswa asing. Tetap ada pertimbangan dari PLKI untuk menerima mereka. Pasalnya, hal ini akan berdampak kepada mutu UIN Jakarta. ”Kita tetap harus menjaga kualitas,” ujar Guru Besar Psikologi UIN Jakarta itu.
Di sela-sela wawancara reporter Institut pun menanyakan perihal pencapaian mahasiswa dalam kegiatan akademis di UIN Jakarta. Dari total 202 mahasiswa, reporter Institut pun menanyakan jumlah yang menamatkan program sarjananya. Fadillah kemudian menjawab, banyak mahasiswa yang keluar dan tidak melanjutkan perkuliahan. Menurutnya, dalam mengikuti perkuliahan proses adaptasi bahasa dan budaya menjadi kendala. “Saya kira ini bahan evaluasi bagi institusi,” tutupnya.
Sementara itu, hingga tulisan ini Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada belum memberikan komentar terkait penyeleksian mahasiswa asing. Di sisi lain Ketua PLKI, Rahmat Baihaqy pun enggan memberikan tanggapan. “Saya lagi di Yogyakarta,” tulis Baihaqy via WhatsApp. Kemudian Ia pun kembali mengirim pesan, “Hubungi saja bu Novi di Kantor PLKI,” tambahnya.
Berbekal pesan rekomendasi narasumber dari Baihaqy, reporter Institut pun menyambangi Kantor PLKI di lantai satu Gedung Rektorat untuk menemui Novi. Namun Novi berkilah Ia tidak dapat memberikan informasi terkait penyeleksian mahasiswa asing. Pasalnya, Ia belum dihubungi Baihaqy. “Saya tidak punya wewenang untuk bicara ini (red:prosedur penyeleksian),” katanya, Senin (27/11).
Hal senada pun ditunjukkan oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Murodi. Ia enggan berkomentar terkait BR dan penyeleksian mahasiswa asing. “Hubungi Arskal Salim (red; Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Jakarta),” katanya.
Average Rating