Read Time:2 Minute, 30 Second
Kekerasan merupakan tindakan agresif atau penyerangan yang tidak bermoral dalam dunia
pendidikan. Namun, adanya perilaku kekerasan dengan beralibikan untuk menjaga ketertiban umum.
Kekerasan Pendidikan Perguruan Tinggi kian marak dalam beberapa bulan terakhir. Terdapat dua universitas yang memiliki kontradiksi dalam lingkungan yaitu Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Negeri Medan (Unimed). peristiwa tersebut terdapat beberapa korban kekerasan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan. Dalam undang-undang ini, berisi usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Seperti peristiwa 2 Mei 2019, mahasiswa sedang melakukan aksi serta menyuarakan “Turunkan Rektor” di depan Rektorat Unhas. Namun, aksi tersebut berujung bentrok antara mahasiswa dan satuan pengaman (Satpam). Salah satunya adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Tari menjadi korban kekerasan oleh Satuan Pengaman (Satpam) saat aksi demontrasi.
Satpam yang saat itu membawa senjata tajam hingga menghujam wajah dan tubuh korban.
Menurut mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Sri Fatimah Az-Zahra
mengatakan aksi ricuh itu menodai dunia pendidikan dan kampus. Hingga sampai ada korban kekerasan dalam aksi tersebut. “Aparat keamanan tidak pantas melakukan kekerasan terhadap mahasiswa saat melakukan aksi,” ucapnya, Sabtu (11/5).
Lain halnya dengan Zahra, Mahasiswi Program Studi Fisika Mutmainnah menjelaskan mahasiswa sebagai insan pendidikan yang membedakan adalah pola pikirnya. Kiprah mahasiswa sebagai individu berpendidikan dan berintelektual tak relevan dengan tindakan kekerasan. “Bahkan stereotip masyarakat terhadap mahasiswa yang terkesan ricuh,” tegasnya, Sabtu (11/5).
Sementara di Unimed, kekerasan terjadi pada tanggal 10 Februari 2019 yang mengakibatkan dua orang menjadi korban perlakuan kekerasan. Saat itu, kedua korban diduga melakukan pencurian motor dan helm di Unimed. Perkara pencurian tersebut membuat civitas academica Unimed menjadi berang hingga satpam serta beberapa mahasiswa melakukan kekerasan terhadap dua
orang korban. “Dua orang korban diserang satpam dan beberapa mahasiswa,” ujar anggota Pers Mahasiswa Kreatif Unimed Husna Fadilla Tarigan, Kamis (16/5).
Berdasarkan Pakar Psikologi Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Zikri Neni Iska mengatakan ada tiga faktor ketidaktepatan dalam pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan sosial masyarakat mengakibatkan hilangnya identitas dirinya. Sedangkan anak yang berkarakter akan
terlihat pada sikap dan perilakunya dengan mau serta mampu menanggung konsekuensinya.
Patut disadari, penyebab kekerasan terjadi di dunia pendidikan bisa saja disebabkan dominansi sosial kehadiran akan partai-partai politik, organisasi sosial kemasyarakatan yang kadangkala ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Dari dendam-dendam politik, ketidakpuasan dalam kepemihakan keputusan, ketidaktransparanan kebijakan, doktrin dengan otoritasnya dan cenderung keberpihakan pada kelompok-kelompok tertentu. “Keadaan emosional pun menjadikan kondisi psikologis yang tidak seimbang,” jelasnya, Rabu (15/5).
Ia pun menambahkan, dalam pendidikan tinggi sebagai media pendewasaan tentu menempatkan insan akademis yang komprehensif dalam bersikap, berperilaku serta pokok dasar berpikir dan cara pandang. Agar kekerasan dalam pendidikan dapat terhindar dan taat asas peraturan yang diterapkan serta melakukan evaluasi. Tak hanya itu, keterbukaan juga diperlukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk penyelesaian masalah yang solutif. “Membuka ruang kritikan sebagai bentuk kedemokratisan untuk kebaikan Bersama,” tutupnya, Rabu (15/5).
Nurul Dwiana
Average Rating