UIN Jakarta Dukung Permendikbud Anti Kekerasan Seksual

UIN Jakarta Dukung Permendikbud Anti Kekerasan Seksual

Read Time:2 Minute, 4 Second

UIN Jakarta Dukung Permendikbud Anti Kekerasan Seksual

Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Ikaluin Jakarta) baru saja menggelar webinar bertajuk “Membangun Sikap Keagamaan yang Mengedepankan Penghormatan Jiwa Korban Kekerasan Seksual (KS)”, Sabtu (20/11) pagi tadi. Webinar ini turut menyinggung Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Ketua Umum Ikaluin Jakarta Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengaku sangat mendukung adanya Permendikbud itu. “Permendikbud adalah terobosan yang cukup berani, sebagai pengisi kekosongan hukum dari banyaknya peristiwa KS di perguruan tinggi,” ucapnya.

Senada dengan Ace, Rektor UIN Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis pun tak memiliki masalah dengan aturan baru tersebut. Menurutnya, semua peraturan yang dibuat telah dipikirkan dan bertujuan untuk melindungi korban.

“Jika ada yang kontra, bisa direvisi. Tetapi setiap peraturan seperti ini pasti menitikberatkan perlakuan terhadap korban,” ujar Amany.

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender Ikaluin Jakarta Yuniyanti Chuzaifah menceritakan pengalamannya saat bersentuhan langsung menangani korban KS. Sebagian besar perempuan yang menceritakan pengalamannya adalah perempuan berhijab, bahkan dengan pakaian yang syar’i.

Pelaku KS terkadang menjadikan agama sebagai tameng agar korban setuju untuk dilecehkan. Seperti misalnya, kata Yuniyanti, kasus kiai dengan muridnya, yang diembel-embeli dengan “murid harus mematuhi guru”.

“Pelaku menjadikan agama sebagai ruang negosiasi dan resistensi akan hak,” ucap Yuniyanti.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi Muhamad Isnur memaparkan, sebanyak 51,4 persen korban KS tidak mau melanjutkan kasus mereka ke ranah hukum. Hal itu ditengarai oleh kurang berpihaknya aparat pada korban, kesulitan mencari pasal, dan berpotensi menjadi tersangka Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Pornografi.

Bukti pun kerap menjadi penghambat bagi korban untuk melanjutkan pelaporan. Sehingga tak jarang laporan yang dibuat korban tidak diproses dan diabaikan.

“Hukum pidana di Indonesia sangat tidak melindungi korban,” tegas Isnur.

Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Dzuriyatun Thoyyibah memaparkan bahwa KS di UIN Jakarta sendiri belum terdata secara baik, karena masih ditangani secara informal sebagai tambahan tugas administrasi Wakil Dekan atau Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.

“Harus ada polisi di tingkat universitas, agar tidak ada penggiringan opini untuk bertoleransi kepada pelaku KS atas dasar nama baik instansi,” ujar Dzuriyatun.

Lain halnya dengan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta Abdul Moqsith Ghazaly. Menurutnya mungkin saja, pihak yang kontra pada Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 berpikir bahwa peraturan tersebut tidak berlandaskan pada nilai-nilai Islami.

“Narasi Islam dan narasi dalam Permendikbud berbeda. Peraturan tersebut tidak mengacu pada hukum Islam, tetapi pada hukum positif,” pungkas Abdul.

Sekar Rahmadiana Ihsan

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Merawat Sejarah Lewat Museum Prangko Previous post Merawat Sejarah Lewat Museum Prangko
Upaya Kembalikan Inventaris UKM Next post Upaya Kembalikan Inventaris UKM