Perhatian UIN Jakarta terhadap aturan kode etik tidak merata, terutama dalam aturan berbusana. Beberapa fakultas menjalankan aturan dengan sesuai. Namun, sebagian fakultas tidak menerapkan aturan dengan baik.
Setiap kampus memiliki kode etik mahasiswa, sama halnya dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga memiliki Pedoman Kode Etik Mahasiswa. Hal itu termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 734 Tahun 2021.
Tidak sedikit mahasiswa yang melanggar tata tertib. Terutama dalam gaya berbusana yang diatur dalam Nomor Un.01/R/HK.005/12./2012 Bab V tentang Pelaksanaan Tindak Disiplin Pasal Busana dan Penampilan Mahasiswa.
Sementara itu, banyak mahasiswa yang merasa tidak diawasi oleh pihak kampus. Padahal pelanggaran kode etik tercantum dalam SK Rektor tersebut di dalam Bab IV Bentuk Pelanggaran dan Kategori Sanksi.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Dirasat Islamiyah, Noval Fajar Alfi mengaku dirinya sempat ditegur dosen sebab masuk kelas dengan rambut yang gondrong. Noval menuturkan, saat itu dosen yang mengajar hanya menegurnya melalui sindiran. Dirinya pun masih diperbolehkan untuk mengikuti pembelajaran setelahnya.
Menurut Noval, tata tertib yang telah ditetapkan sudah mulai longgar. Banyak mahasiswa yang berpenampilan tidak sesuai tata tertib, tuturnya, tetapi tak mendapat teguran dari dosen maupun satpam. “Teman saya sempat masuk kelas menggunakan sandal melewati satpam, namun tidak mendapat teguran seperti biasanya,” kata Noval, Minggu (13/11).
Berbeda dengan Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Pradifta Al-Qadri, yang mengaku tak pernah mendapat teguran kala melanggar tata tertib berbusana. Meski begitu, dirinya sangat menyayangkan belum adanya upaya sistematis dari kampus untuk menekankan kode etik.
Padahal, dalam SK Rektor Nomor 734 Tahun 2021 Pasal 7 ayat (2) menjelaskan sanksi ringan yang diberikan kepada mahasiswa yang melanggar kode etik berupa teguran. Namun, hal tersebut tidak pula dialami Pradifta.
Pradifta lanjut menuturkan, jika tidak ada tindak lanjut mengenai kedisiplinan mahasiswa, maka akan terus terjadi pelanggaran kode etik. Sebab menurutnya, kode etik mahasiswa dibuat sebagai dasar dan pedoman dalam rangka menjadikan kampus sebagai lingkungan pendidikan yang tertib. “Saya pernah menggunakan kaos ketika mengikuti pembelajaran, namun tidak mendapat teguran dari dosen,” tuturnya, Rabu (9/11).
Senada dengan Pradifta, Mahasiswa Prodi Jurnalistik, Siti Mardiyah—bukan nama sebenarnya, mengaku pernah menggunakan pakaian sesuai tata tertib pada saat pembelajaran berlangsung. Kemudian, Siti mengganti busananya ketika sudah berganti mata kuliah.
Siti lanjut menuturkan, saat dirinya mengganti busananya, Ia juga tak mendapat teguran dari dosen maupun satpam. “Selagi berpakaian masih layak dipakai mahasiswa pada umumnya sah-sah saja,” ungkapnya, Jumat (11/11).
Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), Syarif Hidayatullah mengatakan kode etik mahasiswa dibuat untuk mengatur aspek etik mahasiswa, salah satunya etika dalam berbusana.
Melihat banyaknya pelanggaran, Syarif menjelaskan, mestinya kode etik mahasiswa tersosialisasikan dengan baik saat Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). Menurutnya, mahasiswa harus memahami persoalan pelanggaran dan sanksi pada kode etik. “Di fakultas kami, sudah ada satpam di depan pintu masuk untuk mencegat mahasiswa yang berpakaian tidak sesuai dengan kode etik, ” ujarnya, Sabtu (12/11).
Reporter: SRS
Editor: Febria Adha Larasati