Konstitusi Tidak Tegas Hukum Koruptor

Konstitusi Tidak Tegas Hukum Koruptor

Read Time:2 Minute, 54 Second

Konstitusi Tidak Tegas Hukum Koruptor

Pada 30 November lalu, MK resmi mengeluarkan putusan nomor 87/PUU-XX/2022 tentang bekas koruptor dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dengan jeda lima tahun setelah bebas dari penjara. Putusan tersebut hadir sebagai gugatan atas Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 240 Ayat (1) Huruf G yang sebelumnya menyatakan bekas narapidana dapat langsung mendaftarkan diri sebagai Caleg. Dengan syarat, Caleg harus menyampaikan pada publik secara terbuka dan jujur bahwa dirinya pernah terpidana. 


Melansir dari CNN Indonesia, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mendukung Putusan MK tersebut. Ia setuju selagi keputusan tersebut mengikuti amar putusan Pengadilan Umum. Pendapat Junimart tidak sejalan dengan beberapa aktivis antikorupsi. 


Institut melakukan wawancara khusus dengan Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Sukron Kamil terkait Putusan MK tersebut pada Rabu (7/11). Saat ini Sukron tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia sekaligus penulis buku Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.


Bagaimana tanggapan anda terhadap putusan MK tersebut? 

Memberikan jeda hanya lima tahun bagi bekas koruptor yang baru saja keluar dari penjara itu terlalu singkat. Bagi saya dan kawan-kawan aktivis antikorupsi, hukum yang ditegakkan kurang berpihak pada penegakkan integritas hukum. Seperti pemotongan jumlah hukuman yang semakin rendah. Keberpihakan pemerintah terhadap penegakkan antikorupsi mulai bermasalah sejak periode kedua Jokowi. Bisa dilihat dari UU KPK terbaru.


Secara struktur, bukan hanya UU KPK saja yang bermasalah, melainkan kelembagaan hukum yang bertindak tidak tegas. Idealnya harus lebih dari lima tahun, bahkan kalau bisa tidak perlu diberikan hak politik lagi. Meski terkesan tak memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM) individual, namun HAM untuk kepentingan publik jauh lebih penting.  


Menurut Anda apakah Putusan MK tersebut sudah tepat? Bagaimana pendapat Anda? 

Tidak tepat. Semangat hukum tergantung bagaimana cara pandang hakim melihat korupsi sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Persoalan korupsi yang menjadi-jadi seharusnya membuat kita malu pada dunia. Para hakim harus paham bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa.


Saya menolak alasan kepentingan HAM Individual dalam putusan tersebut. HAM Publik jauh lebih penting.  Putusan MK itu hanya kepentingan segelintir orang. Lagipula mengapa mereka masih ingin menjadi pimpinan politik lagi. Kecuali bagi mereka masuk ke dalam politik itu untuk kepentingan menjadi anak-anak Tuhan atau menjadi hamba-hamba Tuhan. Kepentingannya untuk mengabdi kepada Tuhan dan masyarakat. 

Menurut Anda, apa dampak dari pengukuhan putusan MK tersebut?

Tentu dampak positif bagi kepentingan para koruptor dan negatif bagi kepentingan pemberantasan korupsi. Hakim kurang memiliki kepekaan bahwa korupsi itu adalah extraordinary crimes. Bahkan keputusan ini seperti menganggap korupsi sudah hal biasa dan mencederai keputusan hati nurani rakyat. Secara konstitusi, vonis hukuman mati bagi koruptor itu sudah ada. Terdapat pada UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Tetapi hakim memberikan hukuman yang terlalu rendah. Ketika Anda bertanya kepada politisi, mereka selalu mengatakan, bahwa mereka adalah korban. Hakim terlalu melihat hukum sebagai legal formal, kurang punya perspektif filsafat hukum. 

Menurut Anda, apakah ada kemungkinan seorang Caleg  melakukan perbuatan korupsi kembali saat terpilih?

Watak itu susah diubah, apalagi ada kesempatan. Ditambah lingkungan yang semuanya koruptor. Mental, pola pikir, dan rasa kalau sudah bermasalah akan berpotensi pelaku melakukan perbuatan korupsi kembali. 


Kita seharusnya mulai menyelesaikan satu persatu masalah. Tetapi pemerintah lagi-lagi hanya memberi harapan. Tidak memperlihatkan keinginan yang baik pada law enforcement atau penegakkan hukum terutama pada clean government. Meskipun begitu, kita bisa melakukan upaya seperti saya dan kawan-kawan Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia, yaitu dengan membangun pendidikan antikorupsi. 


Reporter: DR

Editor: Hany Fatihah Ahmad


About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Rendah Keamanan Situs dari Pustipanda Previous post Rendah Keamanan Situs dari Pustipanda
Menelisik Kehidupan Aktivis HAM melalui Buku Next post Menelisik Kehidupan Aktivis HAM melalui Buku