Batasan Ideal Penggunaan AI di Kampus

Batasan Ideal Penggunaan AI di Kampus

Read Time:2 Minute, 28 Second
Batasan Ideal Penggunaan AI di Kampus

Teknologi AI membawa efisiensi pendidikan, namun juga menantang etika dan integritas. Literasi AI dan penerapan etika menjadi fokus utama untuk menjaga kualitas pendidikan.


Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) merupakan bentuk kemajuan teknologi yang merambah ke dalam berbagai bidang, salah satunya pendidikan. Teknologi ini menawarkan efisiensi dan solusi inovatif, tetapi memicu kekhawatiran terkait dampaknya terhadap masa depan Indonesia.

Melansir dari cnnindonesia.com, Indonesia menempati posisi keempat, bersama dengan Argentina dan Brasil yang jumlah pengguna Chat GPT sebanyak 32 persen dari total penduduk. Saat ini, pemanfaatan kecerdasan buatan telah menjadi hal wajar sebagai alat bantu pengerjaan tugas.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan penggunaan kecerdasan buatan tidak hanya dilihat dari sisi negatif, tetapi juga sisi positifnya. “Jadi kecerdasan buatan itu ada dua mata pisau, pisau yang positif dan negatif. Kemudian tidak boleh percaya seratus persen, jadi harus cross check lagi,” ujar Tholabi, Jumat (15/11). 

Lanjut, menurut Tholabi tetap perlu mengutamakan sikap kritis dan etika dalam penggunaan kecerdasan buatan. Mahasiswa boleh mengerjakan tugas akhir dengan bantuan kecerdasan buatan guna meningkatkan kualitas karya ilmiahnya. Namun, tidak boleh salin tempel atau copy paste, terlebih menulis tanpa adanya rujukan. “Kecerdasan buatan digunakan hanya untuk petunjuk dan ide awal, jangan serta merta langsung dipasang. Etika diperlukan kemudian dikembangkan sendiri,” lanjut Tholabi.

Tholabi juga meminta kepada Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta untuk menyiapkan pedoman teknis kepada dosen dan mahasiswa terkait penggunaan kecerdasan buatan. Meskipun sudah ada pedoman penggunaan kecerdasan buatan yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek). “Saat ini regulasi penggunaan kecerdasan buatan di UIN Jakarta belum ada, tetapi sedang dipersiapkan. Pada umumnya sama saja dengan aturan Kemdikbud,” ucap Tholabi.

Dosen sistem informasi, Muhammad Qomarul Huda menjelaskan pengembangan kecerdasan buatan bukanlah untuk menggantikan peran manusia, melainkan membantu manusia dalam menyelesaikan masalah yang kompleks dan meningkatkan kualitas hidup. Diperlukan panduan pemanfaatan Generative AI (GenAI) yang beretika dan bertanggung jawab dalam pembelajaran di perguruan tinggi.

Menurut Qomarul, dosen dan mahasiswa perlu meningkatkan literasi GenAI untuk menjelaskan pentingnya pemahaman tentang cara kerja teknologi tersebut. “Literasi kecerdasan buatan sangat diperlukan bagi para akademisi ketika hal itu semakin berperan dalam pembelajaran, penelitian, dan administrasi di perguruan tinggi,” ungkap Qomarul, Sabtu (16/11).

Qomarul berharap tantangan terbesar dalam penggunaan teknologi kecerdasan buatan adalah validitas. Supaya pemanfaatan GenAI di perguruan tinggi tidak melanggar etika dan tetap menjaga integritas institusi.

Salah satu mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi, Muhammad Irwan Nazarudin mengungkapkan bahwa ia sudah menggunakan kecerdasan buatan sejak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan menggunakan sesuai kebutuhan. “Kalau kapasitas otak saya mumpuni, saya gak bakal pakai AI. Tapi, kalau pemikiran saya stuck baru gunakan AI,” tutur Irwan, Senin (18/11).

Kecerdasan buatan yang digunakannya seperti Chat GPT, Humata AI, Blackbox AI, Paraphraser io, dan DeepL. Irwan turut berharap kepada mahasiswa untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan kecerdasan buatan. “Karena kalau kita menggunakan AI dengan baik bisa menambah wawasan. Namun, kita juga harus membatasi skala penggunaan AI,” pungkas Irwan.

Reporter: ARD
Editor: Nabilah Saffanah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
100 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Minim Kenyamanan Masjid FISIP Previous post Minim Kenyamanan Masjid FISIP
Kawal Keberlanjutan Perjuangan HAM Next post Kawal Keberlanjutan Perjuangan HAM