Dedikasi Pengemudi Ojol di Jalanan Perkotaan

Dedikasi Pengemudi Ojol di Jalanan Perkotaan

Read Time:2 Minute, 31 Second
Dedikasi Pengemudi Ojol di Jalanan Perkotaan

Meski berhadapan dengan kemacetan dan tantangan cuaca, pengemudi ojol senantiasa bekerja tanpa lelah. Setiap perjalanan mencerminkan dedikasi mereka untuk menafkahi keluarga dan melayani kebutuhan masyarakat kota.


Di tengah teriknya cuaca, pengemudi ojek online (ojol) yang terbiasa mangkal di depan kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Usai menyelesaikan satu pesanan, ia menaruh harapan dari pesanan selanjutnya. Semua rintangan dilalui demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Arif, pengemudi ojol asal Ciputat, Tangerang Selatan, memulai harinya pukul enam pagi dengan motor tua yang setia menemaninya sejak bergabung sebagai mitra Gojek pada 2023. Dari balik jaket yang mulai pudar dan helm yang menua, ia berjuang menafkahi istri dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Setelah kehilangan pekerjaan kantoran akibat PHK pada akhir 2022, Arif beralih ke dunia ojek daring agar dapur tetap mengepul.

Pekerjaan yang dilalui Arif cukup fleksibel, namun memiliki risiko yang cukup besar dan pendapatan yang tak menentu. “Kerja jadi ojol memang gampang dan mudah, tapi risiko di jalannya cukup besar dan pendapatannya itu gak nentu,” ujar Arif, Senin (27/10)

Setiap hari, ia menembus panas matahari, debu, dan hujan yang datang tanpa ampun di wilayah operasionalnya seperti Ciputat, Pamulang, Bintaro, hingga Jakarta Selatan. Tantangannya bukan hanya cuaca dan kemacetan, tapi juga penumpang yang kadang cerewet, membatalkan order sepihak, bahkan menawar ongkos. “Kadang udah nyamperin jauh-jauh, eh dibatalkan,” keluhnya sambil tersenyum pasrah. 

Soal penghasilan, Arif mengaku tak menentu. Jika pesanan ramai, ia bisa mendapatkan Rp150-200 ribu per hari. Namun, jika dalam kondisi sepi, pendapatannya hanya cukup untuk membeli makan dan bahan bakar motornya. Meski lelah dan malam sering menyambutnya di jalan, Arif tetap bertahan. Setiap kilometer yang ditempuh adalah wujud tanggung jawab dan cinta seorang ayah demi keluarganya.

Sejalan dengan Arif, Rifki (18), remaja asal Pamulang yang baru lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), kini bekerja sebagai pengemudi Shopee Food. Pekerjaan ini ia jalani sambil mencari pekerjaan hidup yang lebih layak. “Kalau buat jadwal narik sih saya fleksibel,” ujar Rifki (28/10). 

Penghasilannya dirasa cukup karena masih tinggal bersama orang tua dan belum punya tanggungan. Namun, sering kali Rifki menghadapi pembeli yang sulit dihubungi, pesanan besar, serta kemacetan di wilayah operasionalnya dari Ciputat hingga Jakarta Barat. “Butuh sabar banget, apalagi kalau udah kena macet sama bawa barang yang gede-gede,” tuturnya.

Terkadang, rasa minder muncul ketika Rifki melihat teman-temannya kuliah. Meski begitu, ia belajar banyak dari pekerjaannya tentang tanggung jawab, kesabaran, dan menghargai setiap hasil jerih payah. Rifki ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih layak lagi, mengingat usianya yang masih muda dan produktif. “Narik ini cuma buat sambilan aja sembari mencari pekerjaan yang layak gajinya dan saya juga mau kerja yang tetap, capek juga saya kerja di jalanan kalo hasilnya begini terus,” lanjutnya.

Di kemudian hari, Rifki berharap setelah mendapatkan kerja tetap, ia ingin melanjutkan pendidikan perguruan tinggi dan mampu membahagiakan ibunya. “Saya kepengen kalo udah kerja nanti mau kuliah juga, biar ada gelar dan bisa buat ibu saya bangga,” ucap Rifki.

Reporter: AA
Editor: Rizka Id’ha Nuraini

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
100 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Sepeda Listrik Memakan Korban Previous post Sepeda Listrik Memakan Korban
Toxic Relationship Jerat Anak Muda Next post Toxic Relationship Jerat Anak Muda