H.A.R Tilaar Tawarkan ‘Catur Dharma’ Perguruan Tinggi

Read Time:1 Minute, 48 Second

H.A.R Tilaar (konaspivii.uny.ac.id)

 Dalam UU Perguruan Tinggi No. 22 tahun 1961 untuk pertama kalinnya Indonesia menerapkan tiga fungsi (Tri Dharma) Perguruan Tinggi. Ketiga fungsi tersebut meliputi pendidikan tinggi sebagai tempat untuk mengajarkan pengajaran, pendidikan untuk mengadakan riset, dan pengabdian masyarakat.
Namun, menurut Pakar Pendidikan Indonesia, H.A.R Tilaar, Tri Dharma Perguruan Tinggi dianggap masih kurang pas, lantaran tidak adanya kebudayaan dalam fungsi tersebut.
Menurut Tilaar, kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan. Meminjam kata-kata Ki Hajar Dewantara, Tilaar mengatakan, pendidikan dan pengajaran adalah usaha kebudayaan semata. Sedangkan perguruan tinggi hasil persemaian benih-benih kebudayaan bagi suatu bangsa.
 Berawal dari kekhawatiran terhadap hilangnya kebudayaan pada pergururan tinggi itulah yang menyebabkan Tilaar menawarkan konsep baru dengan sebutan ‘Catur Dharma’ yakni,  perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan kebudayaan nasional.
Tilaar menjelaskan, lembaga pendidikan tinggi tidak saja berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan pengabdian masyarakat, tapi juga berfungsi dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan suatu bangsa. Dengan demikian pendidikan tinggi bisa menjadi benteng, tempat berpijak identitas suatu bangsa,” jelasnya, di Universitas Negeri Jakarta, Kamis (21/2).
Tilaar menambahkan, pendidikan tanpa kebudayaan akan berakibat pada maraknya jual beli pendidikan. Selain itu, pendidikan nasional akan semakin kehilangan arah. “Sebagai contoh pendidikan yang tanpa arah itu adalah world class university,” ujaranggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pendidikan tanpa kebudayaan, lanjut Tilaar, akan mengakibatkan banyaknya pandangan konkordasi yakni, pandangan mengunakan benchmark (teknik pengetesan dengan menggunakan suatu nilai standar) negera-negara maju dan kemudian pendidikan nasional terikat dengansyarat-syarat internasional.
Dalam penjabaran Tilaar, peranan kebudayaan di dalam perubahan global akan menentukan eksistensi suatu masyarakat dan bangsa. Masyarakat yang kehilangan kebudayaannya akan hilang identitasnya dan akan hanyut dalam perubahan tanpa jiwa.
Dalam analoginya, pendidikan tanpa kebudayaan layaknya sebuh perahu yang diisi para intelek yang semata-mata menjadikan pendidikan terombang-ambing oleh gelombang globalisasi. Pendidikan tanpa kebudayaan juga akan menghasilkan orang-orang yang hanya pintar korup.
Parahnya, menurut Tilaar, nilai-nilai budaya diganti dengan nilai-nilai persaingan, materialisme, fundamentalisme, dan hilangnya nilai-nilai toleransi yang dibutuhkan di negara ini. Apabila ini dibiarkan maka Indonesia menuju pada akhir hayatnya,” ucap lelaki yang sudah 61 tahun menjadi guru. (Nur Azizah)


About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Telat Kembalikan Buku, Kesadaran Mahasiswa Dipertanyakan
Next post Encounters : Mengupas Penjelajahan di Balik Hitam Putih