Read Time:2 Minute, 48 Second
Judul Buku : Bayang-Bayang Tuhan: Agama dan Imajinasi
Penulis : Yasraf Amir Piliang
Penerbit : Penerbit Mizan Publika
Tahun Terbit : 2011
ISBN : 978-602-96864-8-7
Tebal : 372
Ketika masuk dalam wacana agama dan realitas keberagaman, kita akan disuguhkan berbagai macam panorama kehidupan yang penuh batasan. Agama dikonotasikan dengan segala bentuk pelarangan, pengaturan, penghambatan, pelurusan, pendisiplinan, pengharaman, bahkan pengkafiran. Seolah-olah agama itu bukanlah tempat ekspresi kebebasan, kecairan imajinasi, dialog, keliaran fantasi, terobosan, inovasi, dan daya kreativitas.
Tetapi, mampukah agama hidup tanpa kebebasan, imajinasi, fantasi, inovasi, dan kreatifitas? Apakah Tuhan menciptakan manusia seperti sebuah mesin yang diprogram secara mekanis untuk melaksanakan segala perintah-Nya secara total? Apakah dalam perintah agama tidak memiliki ruang interpretasi dan pemahaman dunia berdasarkan kapasitas akal, imajinasi, dan daya kreatifitas manusia? Apakah mungkin manusia mendiami sebuah arsitektur keberagaman yang dibangun dengan dinding pembatasan, tembok penghambat, tiang pelarangan, dan atap pendisiplinan?
Buku Bayang-Bayang Tuhan: Agama dan Imajinasikarya Yasraf Amir Piliang adalah sebuah upaya melukiskan wacana agama dan realitas keberagaman dengan cara yang lebih cair, dinamis, imajinatif, dan inovatif. Tidak seperti yang dibayangkan selama ini. Buku ini hendak memperlihatkan bahwa Tuhan menciptakan manusia bukan seperti mesin yang dipenuhi dengan rumus, aturan, kode pembatasan, standard, dan ukuran.
Melalui agama, Tuhan sesungguhnya memberi ruang kepada manusia untuk mengembangkan kebebasan, imajinasi, fantasi, dan inovasinya. Melalui hal-hal tersebut, manusia dapat memahami dan menghayati dunia. Tetapi, kebebasan, imajinasi, fantasi, dan inovasi itu tentunya berada dalam bingkai aturan, kode, atau konsensus moral, bukan dalam bingkai liar dan tanpa batas.
Buku ini merupakan sebuah upaya mengubah sudut pandang pemahaman wacana agama dan realitas keberagaman, sehingga diharapakan dapat memberikan cakrawala baru. Penulis menggunakan sudut pandang cultural studies dalam memahami wacana agama dan realitas keberagaman, yaitu membuka ruang-ruang interpretasi terhadap fenomena atau relitas keagamaan melalui pendekatan budaya.
Untuk menjadikan telaah agama dan realitas keberagaman sebagai sebuah telaah yang hidup, dinamis, dan produktif diperlukan keberanian untuk mengubah sudut pandang, menggeser teropong epistimologis, dan mengganti dengan pisau analisis.
Pendekatan kebudayaan, khususnya cultural studies, dalam menelaah fenomena agama dan dunia keberagaman –sebagaimana yang ingin ditunjukkan penulis dalam buku tersebut—tidak dimaksudkan untuk meniadakan, melawan, atau menegasi epistemologi dan paradigma telaah agama yang telah ada, tetapi lebih sebagai upaya memperkaya bentuk, makna, dan nilai-nilainya. Pendekatan itu diharapkan dapat membentangkan panorama yang tidak terbayangkan sebelumnya tentang wacana agama dan realitas keberagaman.
Lantaran agama dan keberagaman kehidupan dalam buku ini dikaji dengan pendekatan cultural studies –baik versi strukturalisme maupun poststrukturalisme—maka akan banyak sekali ditemukan istilah atau konsep yang tidak begitu lazim dalam telaah agama pada umumnya, seperti budaya populer, gaya hidup, pertandaan, hedonisme, dekonstruksi, genealogi, intertekstualitas, mesin hasrat, pembebasan hasrat, plularisme, ekstasi, simulasi, dsb.
Konsep-konsep tersebut tampak asing atau janggal ketika disandingkan dengan konsep-konsep seperti iman, kesucian, kepercayaan, tauhid, kesalehan, spiritualitas, kezuhudan, pahala, atau akhirat. Pertemuan yang kontradiktif, janggal, dan abnormal itulah yang menjadikan penjelajahan pemikiran dalam buku ini menjadi tampak semakin sulit dan penuh risiko.
Kehadiran buku ini dirasa sangat penting, mengingat upaya mendekati agama –terutama fenomena keislaman—melalui cultural studies ini belum begitu banyak dilakukan di Indonesia. (Selamet Widodo)
Average Rating