MOS juga kerap menelan korban jiwa, pada Juli 2013, Anindya Ayu Puspita, siswi baru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Pandak Bantul meninggal, karena kelelahan mengikuti MOS. Ia dihukum oleh seniornya, karena tidak membawa pakaian olahraga.
Setiap tahun pelajaran baru, siswa yang melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diwajibkan untuk mengikuti Masa Orientasi Sekolah (MOS). Sejatinya, masa orientasi yang bertujuan untuk membantu siswa baru menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Bukan malah menjadi ajang “perpeloncoan” senior kepada junior.
Menurut sejarah, tradisi masa orientasi seperti itu terus berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga saat ini. Tradisi itu pun terus dilakukan sampai ke level pendidikan tinggi atau universitas. Aktivis mahasiswa UIN Jakarta Andikey Kristianto mengatakan, di era sekarang, sudah tidak relevan lagi jika di tingkatan universitas masih ada masa orientasi yang bersifat “perpeloncoan”.
“Apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dikerjakan oleh kawan-kawan mahasiswa harus punya landasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya, Jumat (30/8). Mereka harus bisa menjelaskan secara akademik dan ilmiah apa urgensinya mahasiswa baru (maba) harus memakai atribut atau aksesoris yang justru malah mempermalukan diri maba sendiri.
Menurut Andi, dengan kemajuan teknologi, sistem informasi yang sudah terbuka luas, dan semua orang terkoneksi dengan internet seharusnya pelaksanaan masa orientasi bisa dibuat lebih futuristik, lebih idealis, lebih inovatif, lebih menarik, dan sesuai kebutuhan.
Ia tidak menampik, dalam masa orientasi juga membutuhkan hiburan. “Tapi, kalau hiburannya yang lebih banyak daripada intelektualnya, itu yang jadi pertanyaan besar? hal-hal seperti itu produktif atau tidak?” jelasnya.
Menurut Andikey, semua lini yang ada di dalam kampus perlu diperkenalkan kepada maba, seperti profil rektorat, lembaga kemahasiswaan, fakultas, dosen, birokrasi kampus, hak-hak mahasiswa. “Kalau hal-hal seperti itu suruh baca di buku, lalu, apa fungsi orientasi? Kalau begitu, tak perlu ada orientasi, buat saja visualisasi orientasi melalui video,” ujarnya.
Andi menuturkan, kelemahan dari pelaksanaan orientasi adalah panitia hanya mengulang yang pernah dilakukan panitia sebelumnya. Mereka tidak membuat terobosan dan inovatif baru.
Pihak kampus, menurut Andikey sebagai instansi yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan orientasi perlu mengontrol, mengevaluasi, dan merumuskan orientasi yang memang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa saat ini. “Rektorat berkewajiban mengedukasi mahasiswa agar bisa menjadi event organizer yang amanah, anti korupsi, dan bergerak berdasarkan landasan,” ujarnya. (Anastasia)
Average Rating